Â
Kupandangi isteriku yang tengah hamil 10 minggu sedang menyiapkan bekal untukku yang akan berangkat meninggalkannya selama satu minggu ke jakarta karena ada panggilan tugas. Tidak tega rasanya meninggalkan isteriku yang sangat kucintai dengan calon anak kami. Ini adalah anak yang kami nanti-nantikan setelah dua kali berturut-turut istriku mengalami keguguran.
“ada apa mas, kok melihat aku terus?” kata isteriku yang menyadari kalau aku memandangi dia dari tadi
“gak tega rasanya meninggalkanmu seorang diri”
Â
“Mas gak usah khawatir, kan ada ibu yang akan menemaniku disini, lagi pula ini bukan kehamilanku yang pertama bukan”
Â
Mendengar ucapan isteriku itu membuat hatiku kembali terenyuh,mengingat peristiwa yang lalu. Ini adalah kehamilannya yang ketiga. Sewaktu usia kandungan pertama isteriku berumur 12 minggu dia mengalami pendarahan dan ternyata janin kami tidak bisa diselamatkan. Begitu pula di kehamilan yang kedua, dan Sekarang isteriku hamil lagi, dan ini merupakan harapan yang sangat besar untuk kami sekeluarga, selain calon anak kami yang pertama tapi juga calon cucu yang pertama bagi orang tuaku.
“Mas, kok melamun ?” aku tersentak ketika di tegur isteriku
“oh anu dik, pokoknya kamu harus hati-hati, kalau ada apa-apa langsung bawa ke rumah sakit dan jangan lupa telpon aku yaa..”
“iya mas, aku ngerti. Tapi mas doakan aku dan janin kita”
“tentu saja, aku berangkat dulu,assalamu’alaikum”
“wa’alaikum salam,hati-hati di jalan”
Kukecup kening isteriku dan kupeluk dia. Kepergianku dilepas dengan senyuman hangat dan lambaian tangannya.
Hari ke-3 di kota Palembang, seperti biasa menjalani rutinitas seperti hari-hari sebelumnya. Namun entah kenapa hari ini terasa begitu berat, aku mulai punya perasaan tidak enak. Kucoba menghubungi isteriku, alhamdulillah keadaannya baik-baik saja. Perasaanku sudah lega setelah mengetahui keadaan keluragaku baik-baik saja.
Menjelang malam ketika ku ingin merebahkan tubuhku di tempat tidur, Hpku yang sudah ketinggalan mode itu berdering dan yang menelpon adalah isteriku.
“assalamu’alaikum sayang…..”
“waalaikumsalam mas” isteriku menjawab dengan nada suara sperti menahan tangis
“ada apa dik?” aku langsung terduduk karena kaget mendengar suara isteriku
“mas…aku perdarahan lagi…” kudengar dia mulai terisak dan aku hanya diam menunggu istriku melanjutkan kata-katanya. “tadi aku langsung dibawa ibu ke rumah sakit dan dokter mengatakan kalau aku terancam keguguran lagi mas, dan aku harus istirahat total. Aku takut mas, aku takut tidak bisa mempertahankan janin kita lagi”
“sayang, ini bukan kesalahanmu, yang penting sekarang kamu istirahat dan jangan stres, ingat kata dokter kemaren. Ya sayang, demi bayi kita.” Hiburku saat itu.
Malam itu aku benar benar tidak bisa istirahat, dan langsung aku coba buka laptop dan browsing tentang cara yang efektif untuk mengatasi masalah istriku. Dan kutemukan artikel tentang Hypnobirthing di www.bidankita.com. Setelah ku baca dan ku pahami langsung aku tertarik dan mencatat dimana lokasi klinik bidan kita tersebut. Dan ketemu KLATEN, aha kebetulan rumah saya di Jogja, Klaten – Jogja tidaklah terlalu jauh. Dan malam itu juga saya langsung mengirim email untuk mendaftar kelas hypnobirting untuk istri saya.
Singkat cerita setelah aku pulang ke Jogja, segera ku ajak istriku berkunjung ke Bidan kita dan mengikuti kelas-nya. Luar biasa begitu masuk klinik, tidak ada kesan kliniknya sama sekali. Sangat hommy dan menyenangkan. Kami di berikan materi tentang kehamilan sehat dan hypnobirthing, cukup jelas Bidan Yesie mengajarnya sehingga kami semakin mengerti apa yang harus kami lakukan. Yah relaksasi untuk kurangi stres dan merasakan kehamilan nyaman. 90 menit pertemuan kami dan kamipun merasa jauh lebih baik.
Sesampai di rumah istriku langsung mendengarkan CD kaset yang dibekalkan kepada kami. Dan dia sangat rajin melakukan relaksasi. Luar biasa setelah relaksasi perdarahan istriku langsung terhenti. Dan ini emmbuat istriku semakin semangat untuk berlatih relaksasi lagi. Setelah 1 minggu melakukan relaksasi, kamipun kontrol lagi ke dokter kandungan lengganan kami dan hasilnya janin kami sehat. Alhamdullilah kami sangat bersyukur sekali.
Dan sekarang kehamilan istriku sudah menginjak usia 32 minggu, dan kami masih mengikuti program hypnobirthing di Bidan Kita. Hampir tidak ada keluhan selama kehamilan ini dan kami saat ini sedang menanti dengan penuh semangat kelahiran malaikat kecil ini.
** Bp. Adi Siswanto, Jogja **
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu.
· Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
· Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Frekuensi
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan, banyak tidak dilaporkan, kecuali apabila terjadi komplikasi, juga karena sebagian abortus spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat. Diperkirakan frekuensi abortus spontan berkisar 10-15%.
Etiologi
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama dan angkanya menurun setelah itu (Harlap dan Shiono, 1980). Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya setengah dari abortus dini ini, dan insiden sepertinya menurun setelah itu. Risiko abortus spontan meningkat dengan paritas sebagaimana usia ibu dan ayah (Warburton dan Fraser, 1964 ; Wilson dkk, 1986).
Secara klinik frekuensi meningkat dari 12% pada wanita usia kurang dari 20 tahun, dan 26% pada wanita usia lebih dari 40 tahun.
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab untuk abortus tidaklah jelas, tetapi pada awal-awal bulan kehamilan , ekpulsi spontan ovum selalu mendekati kematian embrio atau janin. Untuk alasan ini, pertimbangan etiologi abortus yang dini melibatkan kepastian kapan saja kemungkinan menyebabkan kematian janin. Pada bulan-bulan berikutnya, janin sering tidak mati di dalam uterus sebelum ekspulsi dan penjelasan lain untuk ekspulsinya harus dicari.
Faktor-faktor janin :
– Perkembangan zygote yang abnormal.
– Abortus aneuploid
– Abortus euploid.
Faktor-faktor maternal :
– Infeksi.
– Penyakit kronis.
– Kelainan endokrin.
– Nutrisi.
– Faktor lingkungan dan penggunaan obat.
– Faktor imunologi.
– Trmbofilia inheritid.
– Usia gamet.
– Trauma fisik.
– Defek uterus.
– Inkompeten serviks
Faktro paternal :
– Translokasi kromosom.
– Infeksi virus.
Patologi
Pada awal abortus terjadi perdarahan dalam desidua basalis, kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua secara mendalam.
Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi koriales menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna, yang dapat menyebabkan banyak perdarahan.
Pada kehamilan 14 minggu ke atas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak, jika plasenta segera terlepas dengan lengkap. Peristiwa abortus ini menyerupai persalinan dalam bentuk miniatur.
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak di dalamnya benda kecil tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum) ; mungkin pula janin telah mati lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu yang singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa ; dalam hal ini amnion tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mummifikasi : janin mengering dan karena cairan amnion menjadi kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papiraseus).
Kemungkinan lain pada janin mati yang tidak lekas dikeluarkan ialah terjadinya maserasi ; kulit terkeluas, tengkorak menjadi lembek, perut membesar karena terisi cairan, dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.
Diagnosis dan penanganan
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid terlambat ; sering terdapat pula rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan secara biologis atau imunologik, bila hal itu dikerjakan. Harus diperhatikan macam dan banyaknya perdarahan ; pembukaan serviks dan adanya jaringan kavum uteri atau vagina.
Sebagai kemungkinan diagnosis lain harus difikirkan :
· Kehamilan ektopik yang terganggu
· Mola hidatidosa
· Kehamilan dengan kelainan pada serviks.
Kehamilan ektopik terganggu dengan hematokel retrouterina kadang-kadang agak sukar dibedakan dari abortus dengan uterus dalam posisi retroversi. Dalam kedua keadaan tersebut ditemukan amenorea disertai perdarahan pervaginam, rasa nyeri di perut bagian bawah, dan tumor di belakang uterus. Tapi keluhan nyeri biasanya lebih hebat pada kehamilan ektopik. Apabila gejala-gejala menunjukkan kehamilan ektopik terganggu, dapat dilakukan kuldosintesis dan bila darah tua dapat dikeluarkan dengan tindakan ini, diagnosis kelainan dapat dipastikan. Pada mola hidatidosa uterus biasanya lebih besar daripada lamanya amenorea dan muntah lebih sering. Apabila ada kecurigaan terhadap mola hidatidosa, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Karsinoma sevisis uteri, polius serviks dan sebagainya dapat menyertai kehamilan. Perdarahan dari kelainan tersebut dapat menyerupai abortus. Pemeriksaan dengan spekulum, pemeriksaan sitologik dan biopsi dapat menentukan diagnosis dengan pasti.
Secara klinik dapat dibedakan antara abortus imminens, abortus insipien, abortus inkompletus dan abortus kompletus. Selanjutnya dikenal pula abortus servikalis, missed abortion, abortus habitualis, abortus infeksiosus dan abortus septik.
ABORTUSÂ IMMINENS
Abortus imminens ialah peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Diagnosis abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, uterus membesar sebesar tuanya kehamilan, serviks belum membuka dan tes kehamilan positif.
Pada beberapa wanita hamil dapat terjadi perdarahan sedikit pada saat haid yang semestinya datang jika tidak terjadi pembuahan. Hal ini dapat disebabkan oleh penembusan villi koriales ke dalam desidua, pada saat implantasi ovum. Perdarahan implantasi biasanya sedikit, warnanya merah dan cepat berhenti, tidak disertai mules-mules.
Penanganan abortus imminens terdiri atas :
Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan ber-kurangnya rangsang mekanik.
Tentang pemberian hormon progesteron pada abortus imminens belum ada persesuaian faham. Sebagian besar ahli tidak menyetujuinya dan mereka yang menyetujui menyatakan bahwa harus ditentukan dahulu adanya kekurangan hormon progesteron. Apabila difikirkan bahwa sebagian besar abortus didahului oleh kematian hasil konsepsi dan kematian ini dapat disebabkan oleh banyakfaktor, maka pemberian hormon progesteron memang tidak banyak manfaatnya.
Pemeriksaan ultrasonografi penting dilakukan untuk menentukan apakah janin masih hidup.
Macam dan lamanya perdarahan menentukan prognosis kelangsungan kehamilan. Prognosis menjadi kurang baik bila perdarahan berlangsung lama, mules-mules yang disertai perdarahan serta pembukaan serviks.
ABORTUS INSIPIEN
Abortus insipien ialah peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Dalam hal ini rasa mules menjadi lebih sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pengeluaran hasil konsepsi dapat dilaksanakan dengan kuret vakum atau dengan cunam ovum, disusul dengan kerokan.
Prinsip penanganannya adalah :
· Melakukan penilaian yang tepat untuk menjaga kondisi umum pasien.
· Mempercepat proses ekspulsi.
· Memelihara tindakan asepsis selama persalinan.
Pada kehamilan kurang dari 12 minggu dapat dilakukan dilatasi dan kuretase kavum uteri dengan menggunakan sendok kuret tumpul dalam anestesi umum, ini merupakan prosedur yang aman dan efektif. Alternatif lainnya dapat dilakukan evakuasi dengan suction yang diikuti dengan kuretase.
Pada kehamilan lebih dari 12 minggu biasanya perdarahan tidak banyak dan bahaya perforasi pada kerokan lebih besar, maka sebaiknya proses abortus dipercepat dengan pemberian infus oksitosin.
Apabila janin sudah keluar tetapi plasenta masih tertinggal, sebaiknya pengeluaran plasenta dikerjakan secara digital yang dapat disusul dengan kerokan bila masih ada sisa plasenta yang tertinggal. Bahaya perforasi pada hal yang terakhir tidak seberapa besar karena dinding uterus menjadi tebal disebabkan sebagian besar hasil konsepsi telah keluar.(
Bila perdarahan banyak dengan serviks yang tertutup (curiga plasenta yang berimplantasi rendah), evakuasi uterus dapat dilakukan dengan histerotomi abdominal.
ABORTUSÂ INKOMPLETUS
Abortus inkompletus ialah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Pada pemeriksaan vaginal, kanalis servikaslis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan pada abortus inkompletus dapat banyak sekali, sehingga menyebabkan syok dan perdarahan tidak akan berhenti sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan. Dalam penanganannya, apabila abortus inkompletus disertai syok karena perdarahan, segera harus diberikan infus cairan NaCl fisiologik atau cairan Ringer yang disusul dengan transfusi. Setelah syok diatasi, dilakukan kerokan. Pasca tindakan disuntikkan intramuskulus ergometrin untuk mempertahankan kontraksi otot uterus
ABORTUSÂ KOMPLETUS
Pada abortus kompletus, semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan. Pada penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup, dan uterus sudah banyak mengecil.
Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat diperiksa dan dinyatakan bahwa semuanya sudah keluar dengan lengkap. Penderita dengan abortus kompletus tidak memerlukan pengobatan khusus, hanya apabila menderita anemia perlu diberi sulfas ferrosus atau transfusi.
ABORTUSÂ SERVIKALIS
Pada abortus servikalis keluarnya hasil konsepsi dari uterus dihalangi oleh ostium uteri eksternum yang tidak membuka, sehingga semuanya terkumpul dalam kanalis servikalis dan serviks uteri menjadi besar, kurang lebih bundar, dengan dinding menipis. Pada pemeriksaan ditemukan serviks membesar dan di atas ostium uteri eksternum teraba jaringan. Terapi terdiri atas dilatasi serviks dengan busi Hegar dan kerokan untuk mengeluarkan hasil konsepsi dari kanalis servikalis.
MISSEDÂ ABORTION
Missed abortion ialah kematian janin berusia sebelum 20 minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak diketahui, tetapi diduga pengaruh hormon progesteron. Pemakaian hormon progesteron pada abortus imminens mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.
Dahulu diagnosis missed abortion tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan, melainkan memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya malahan mengecilnya uterus.
Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah pengobatan.
Gejala subyektif kehamilan menghilang, mammae agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah mengecil, test kehamilan menjadi negatif. Dengan USG dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan besarnya sesuai dengan usia kehamilan. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai oleh gangguan pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu dilakukan.
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah kadar fibrinogen dalam darah sudah mulai turun.(1,2,3)
Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih dari satu bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.
Pengeluaran hasil konsepsi pada missed abortion merupakan satu tindakan yang tidak lepas dari bahaya, karena plasenta dapat melekat erat pada dinding uterus dan kadang-kadang terdapat hipofibrinogenemia. Apabila diputuskan untuk mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12 minggu, sebaiknya dilakukan pembukaan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selama kira-kira 12 jam dalam kanalis servikalis, yang kemudian dapat diperbesar dengan busi Hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Dengan demikian, hasil konsepsi dapat dikeluarkan lebih mudah serta aman, dan sisa-sisanya kemudian dibersihkan dengan kuret tajam.
Jika besar uterus melebihi kehamilan 12 minggu, maka pengeluaran hasil konsepsi diusahakan dengan infus intravena oksitosin dosis cukup tinggi. Dosis oksitosin dapat dimulai dengan 20 tetes permenit dari cairan Ringer Laktat dengan 10 satuan oksitosin ; dosis ini dapat dinaikkan sampai ada kontraksi. Bilamana diperlukan, dapat diberikan sampai 50 satuan oksitosin, asal pemberian infus untuk 1 kali tidak lebih dari 8 jam karena bahaya keracunan air.
Jika tidak berhasil, infus dapat diulangi setelah penderita istirahat 1 hari. Biasanya pada percobaan ke 2 atau ke 3 akan dicapai hasil.
Dengan prostaglandin E baik intra vaginal atau infus kebehasilan cukup baik (90%) dalam satu hari. Apabila fundus uteri tingginya sampai 2 jari di bawah pusat, maka pengeluaran hasil konsepsi dapat dikerjakan dengan penyuntikan larutan garam 20% ke dalam kavum uteri melalui dinding perut. Apabila terdapat hipofibrinogenemia, perlu diadakan persediaan darah segar atau fibrinogen.
ABORTUSÂ HABITUALIS
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut. Pada umumnya penderita tidak sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28 minggu.
Bishop melaporkan frekuensi 0,41% abortus habitualis pada semua kehamilan. Menurut Malpas dan Eastman kemungkinan terjadinya abortus lagi pada seorang wanita yang mengalami abortus habitualis ialah 73% dan 83,6%. Sebaliknya warton dan Fraser dan Llewellyn-Jones memberi prognosis yang lebih baik yaitu 25,9% dan 39%.
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan sebab-musabab abortus spontan seperti yang telah dibicarakan. Selain itu telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada, akan mengalami abortus. Sistem TLX ini merupakan cara untuk melindungi kehamilan. Kelainan ini dapat diobati dengan transfusi leukosit atau heparin.
Dalam usaha untuk mencari sebab itu perlu dilakukan penyelidikan yang teliti : anamnesis yang lengkap, pemeriksaan golongan darah suami dan istri ; ada tidaknya inkompabilitas darah ; pemeriksaan VDRL, pemeriksaan tes toleransi glukosa, pemeriksaan kromosom dan pemeriksaan mikoplasma.
Abortus habitualis yang terjadi dalam triwulan kedua dapat disebabkan oleh serviks uteri yang tidak sanggup terus menutup, melainkan perlahan-lahan membuka (inkompeten). Kelainan ini sering kali akibat trauma pada serviks, misalnya karena usaha pembukaan serviks yang berlebihan, robekan serviks yang luas dan sebagainya.
Diagnosis abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya diagnosis abortus habitualis karena inkompetensia menunjukkan gambaran klinik yang khas, yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mules yang selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup dan normal.
Apabila penderita datang dalam triwulan pertama, maka gambaran klinik tersebut dapat diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap minggu. Penderita tidak jarang mengeluh bahwa ia mengeluarkan banyak lendir dari vagina. Di luar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalpingografi yaitu ostium uteri internum melebar lebih dari 8 mm.
Penyebab abortus habitualis untuk sebagian besar tidak diketahui. Oleh karena itu penanganannya terdiri atas : memperbaiki keadaan umum, pemberian makanan yang sempurna, anjuran istirahat cukup banyak, larangan koitus dan olah raga.
Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon steroid dan lainnya mungkin hanya mempunyai pengaruh psikologis karena penderita mendapat kesan bahwa ia diobati.
Calvin melaporkan penyelidikannya tentang 141 wanita hamil yang sebelumnya mengalami 1 sampai 4 abortus berturut-turut : hanya 22,7% mengalami abortus dan pada 76,6% kehamilan berlangsung terus sampai cukup bulan tanpa pengobatan apapun.
Apabila pada pemeriksaan histerosalpingografi yang dilakukan di luar kehamilan menunjukkan kelainan seperti mioma submukosum atau uterus bikornis, maka kelainan tersebut dapat diperbaiki dengan pengeluaran mioma atau penyatuan kornu uterus dengan operasi menurut Strassman.
Pada serviks inkompeten, apabila penderita telah hamil maka operasi untuk mengecilkan ostium uteri internum sebaiknya dilakukan pada kehamilan 12 minggu atau lebih sedikit. Dasar operasi ialah memperkuat jaringan serviks yang lemah dengan melingkari daerah ostium uteri internum dengan benang sutera atau dakron yang tebal. Bila terjadi gejala atau tanda abortus insipien, maka benang harus segera diputuskan, agar pengeluaran janin tidak terhalang.
Dalam hal operasi berhasil, maka kehamilan dapat dilanjutkan sampai hampir cukup bulan, dan benang sutera dipotong pada kehamilan 38 minggu. Operasi tersebut dapat dilakukan menurut cara Shirodkar atau cara Mac Donald. Cara pertama juga dapat dilakukan di luar kehamilan.
ABORTUS INFEKSIOSUS, ABORTUS SEPTIK
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedang abortus septik ialah abortus infeksiosus berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
Infeksi dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya ditemukan pada abortus inkompletus dan lebih sering pada abortus buatan yang dikerjakan tanpa memperhaikan asepsis dan antisepsis. Umumnya abortus infeksiosus terbatas pada desidua. Pada abortus septik, virulensi bakteri tinggi, dan infeksi menyebar ke miometrium, tuba, parametrium dan peritoneum. Apabila infeksi menyebar lebih jauh, terjadilah peritonitis umum atau sepsis, dengan kemungkinan diikuti oleh syok.
Diagnosis abortus infeksiosus ditentukan dengan adanya abortus yang disertai gejala dan tanda infeksi alat genital, seperti panas, takikardi, perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar lembek, serta rasa nyeri tekan dan leukositosis.
Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil, demam tinggi dan tekanan darah menurun. Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah dan getah pada serviks uteri.
Terhadap penderita dengan abortus infeksiosus yang telah mengalami banyak perdarahan hendaknya diberikan infus dan transfusi darah. Pasien segera diberi antibiotika :
a. Gentamycin 3 x 80 mg dan Penicillin 4 x 1,2 juta unit.
b. Chloromycetin 4 x 500 mg
c. Cephalosporin 3 x 1 gram
d. Sulbenacillin 3 x 1-2 gram.
Kuretase dilakukan dalam 6 jam dan penanganan demikian dapat dipertanggungjawabkan karena pengeluaran sisa-sisa abortus mencegah perdarahan dan menghilangkan jaringan yang nekrotis, yang bertindak sebagai medium pembiakan bagi jasad renik.
Pemberian antibiotik diteruskan sampai febris tidak ada lagi selama 2 hari atau ditukar bila tak ada perubahan dalam 2 hari.
Pada abortus septik diperlukan pemberian antibiotik dalam dosis yang lebih tinggi. Sambil menunggu hasil pembiakan supaya dapat diberikan antibiotika yang tepat, dapat diberikan Sulbenicillin 3 x 2 gram. Antibiotika ini terbukti masih ampuh dan berspektrum luas untuk aerob dan anaerob. Pada kasus dengan tetanus, maka selain pengobatan di atas perlu diberikan ATS, irigasi dengan peroksida (H2O2) dan histerektomi total secepatnya
KOMPLIKASIÂ ABORTUS
Komplikasi yang berbahaya pada abortus terdiri dari :
1. Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2. Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamat-amati dengan teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam menimbulkan persoalan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas ; mungkin pula terjadi perlukaan pada kandung kemih atau usus. Dengan adanya dengan atau kepastian terjadinya perforasi, laparotomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya mengambil tindakan-tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
3. Infeksi
4. Syok
Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi berat (syok endoseptik).
Penanganan Lanjutan
Setelah abortus pasien perlu diperiksa untuk mencari sebab abortus. Selain itu perlu diperhatikan involusi uterus dan kadar HCG 1-2 bulan kemudian. Ia diharapkan tidak hamil dalam waktu 3 bulan sehingga perlu memakai kontrasepsi seperti kondom atau pil.
DAFTARÂ PUSTAKA
1. Arias F. Early Pregnancy Loss. In Practical Guide to High-Risk Pregnancy and Delivery, 2nd edition. Mosby Year Book, St. Louis, 1991 ; 55-68
2. Cunningham FG, Gant NF, Loveno KJ, et al. Abortion . In Williams Obstetrics. The Mc Graw – Hill Companies, New York 2004 ; 855-877
3. Wibowo B, Gulardi H. Kelainan Dalam Lamanya Kehamilan. Dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono, Jakarta 1991 ;Â 302-312
4. Dyne PL. Vaginal Bleeding and Other Common Complaints in Early Pregnancy. In Obstetric and Gynecologic Emergencies. Diagnosis and Management. The Mc Graw – Hill, New York 2004 ; 39-45
5. Pernoll ML, Garmet SH. Early Pregnancy Risk. In Current Obstetric and Gynecologic. Diagnosis and Treatment, 8th edition. A Lange Medical Book. Appleton and Lange, USA 1997 ; 306-314
6. Dutta DC. Hemorrhage in Early Pregnancy. In Textbook of Obstetrics. New Central Book Agency Ltd, Calcutta, 4th edition, 1998 ; 170-184
7. Saifuddin AB. Abortus. Dalam Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono – JNPKKR – POGI, Jakarta 2001 ; 145-152
8. Miller AW, Hanretty KP. Abortion. In Vaginal Bleeding in Pregnancy. In Obstetric Illustrated, 5th Edition. Churcill Livingstone 1997 ; 172-177
Â