Masih berkaitan dengan Gentle Birth, sebuah filosofi dalam persalinan yang mana dalam proses persalinan hendaknya penuh dengan cinta dan minim trauma, yang mungkin dalam bahasa yang lebih mudah di cerna adalah proses persalinan yang sayang ibu dan sayang bayi. Dimana kebetulan di Indonesia sebenarnya sudah ada programnya. Namun saat ini saya ingin Mencoba sedikit mengkoreksi tentang Penerapan Asuhan Sayang Ibu dan sayang Bayi di Indonesia.
Terus terang saya agak kaget ketika mendengar bahwa sesuai dengan hasil KONAS IBI kemaren di Jakarta menyatakan bahwa Angka Kematian Ibu diIndonesia meningkat tahun ini. Kok Bisa Ya?
Padahal tehnologi semakin maju, Dokter banyak tersebar di seluruh wilayah Indonesia, bahkan bidan saja terutama di pulau Jawa, hampir setiap desa sudah ada bidan desa-nya bahkan di beberapa daerah, satu desa mempunyai dua bidan desa. Artinya fasilitas kesehatan sudah sangat mencukupi di lapangan. Walaupun mungkin saja di daerah-daerah marginal belum banyak, namun saya rasa 80% lebih sudah tersedia nakes di daerah mereka.
Selain itu selama 5 tahun terakhir ini, keberadaan sekolah- sekolah yang mencetak tenaga bidan sudah sangat banyak sekali. Di DIY Yogyakarta saja ada lebih dari 10 stikes dan akbid. Begitu pula di daerah lain, bahkan di Makasar saja hampir setiap kabupaten mempunyai akbid atau stikes, dimana setiap tahunnya mereka meluluskan lebih dari 80 bidan. Artinya tenaga bidan sudah banyak sekali tercetak di negeri ini. Namun mengapa masalah kematian ibu tidak bisa teratasi?
Seolah-olah semakin maju tingkat ekonomi, sosial dan tehnologi, justru kemampuan seorang wanita untuk melahirkan secara normal alami justru semakin menurun.
Seperti kita ketahui bersama bahwa angka kejadian Operasi SC semakin tahun semakin tinggi saja. Angka kejadian Induksi dan persalinan dengan tindakan pun semakin banyak dan lazim terjadi.
Dan angka kematian ibu semakin hari bukannya menurun tetapi menanjak naik.padahal
Program yang pemerintah canangkan pun sangat bagus sekali, mulai dari program :
Program Safe Motherhood pada tahun 1988 Gerakan Sayang Ibu pada tahun 1996, Gerakan Nasional Kehamilan yang Aman atau Making Pregnancy Saver (PMS). Jamkesmas, Jamkesda, Jampersal
Yang mana semuanya adalah demi tercapainya penurunan Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia. Namun mengapa semua program tersebut tidak membawa hasil yang signifikan? Bahkan hingga persalinan gratis dicanangkan pun , Angka kematian ibu justru malah cenderung meningkat. Apa yang salah?
Saya akan mencoba untuk mengkaji sedikit demi sedikit kenyataan di lapangan. Bukan berarti menjelek-njelekkan, namun mencoba untuk mengajak kita semua untuk saling mengkoreksi diri.
Karena pada dasarnya semua program pemerintah tersebut jika di laksanakan secara baik, benar dan bekelanjutan, maka sudah di pastikan Angka kematian ibu di indonesia bakalan menurun drastis. Nah saya akan mencoba mengkaji PENERAPAN ASUHAN SAYANG IBU DALAM PERSALINAN yang ada di lapangan. Asuhan sayang ibu adalah asuhan dengan prinsip saling menghargai budaya, kepercayaan dan keinginan sang ibu (Depkes, 2004). Cara yang paling mudah untuk membayangkan asuhan sayang ibu adalah dengan menanyakan pada diri kita sendiri, “Seperti inikah asuhan yang ingin saya dapatkan?” atau “Apakah asuhan seperti ini, yang saya inginkan untuk keluarga saya yang sedang hamil?” dan sebenarnya Asuhan sayang ibu adalah asuhan yang paling ideal karena berpusat pada ibu yang mana disini ibu adalah klien (Client oriented) Kala I Kala I adalah suatu kala dimana dimulai dari timbulnya his sampai pembukaan lengkap. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1. Memberikan dukungan emosional.
Dukungan secara emosional ini adalah mutlak harus diberikan kepada ibu karena kita tahu bahwa proses persalinan adalah sebuah proses panjang yang dimana seringkali membuat kepanikan, kecemasan dan rasa ketidaknyamanan muncul. Padahal kita tahu sendiri bahwa ketika seorang ibu berada dalam proses persalinan, seharusnya kecemasan, kepanikan tersebut tidaklah muncul.
Namun kenyataan yang sering dilihat di masyarakat adalah, dukungan inilah yang justru kurang,
– Di awali dari kurangnya pengetahuan sang ibu dan keluarga akan proses persalinan, sehingga mengakibatkan mereka panik.
– Kemudian ditambah dengan hubungan antara nakes dan ibu yang sebatas hanya hubungan antara pasien dan nakes bukan hubungan antara klien dan nakes.
Beda antara klien dan pasien sangatlah banyak. Klien = pengguna jasa, partner, sedangkan pasien lebih berarti seorang yang sakit dan secara emosional pasien berada di “bawah” nakes. Namun beda dengan klien. Klien stratanya setara dengan nakes. Artinya klien berhak untuk berdiskusi, bahkan bernegosiasi dengan nakes tentang asuhan apa yang hendak di terapkan.
– Masih banyaknya nakes yang menganggap bahwa proses persalinan adalah proses medis mekanis yang mana ketika pross persalinan tersebut tidak sesuai dengan standart maka dianggaap gagal dan harus dilakukan tindakan dan intervensi. Misalnya seorang ibu mengalami kala I tak maju dimana pembukaan berlangsung lama, maka segera saja nakes langsung melakukan intervensi, padahal mungkin akar masalah dari hal itu adalah stres dan ketegangan yang dialami sang ibu. Sehingga bukannya akar masalahnya yang di atasi namun tanda gejalanya saja yang diatasi sehingga alhasil banyak sekali tercipta “cascade intervensi” disini.
– Masih banyaknya perilaku nakes yang belum mampu memberikan dukungan emosional kepada sang ibu, dimana nakes masih lebih sering berkutat pada lembar dan kertas Asuhan Kebidanan dan administrasi di bandingkan dengan berada di samping ibu dan memberikan dukungan berupa support, melakukan relaksasi, memberikan massage, memberikan elusan, belaian kepada ibu. Yang saya lihat adalah sebagian besar nakes hanya mendatangi ibu hanya jika ada keperluan misalnya hendak memeriksa detak jantung bayi, hendak melakukan pemeriksaan dalam saja setelah itu para bidan hanya berkutat pada pekerjaanya tentang administrasi (sibuk dengan lembar asuhan kebidanan) yang harus diisi dan di dokumentasikan. sedangkan support atau dukungan lain yang sebenarnya dibutuhkan oleh ibu diserahkan begitu saja kepada pendamping persalinan dalam hal ini adalah suami, padahal suami dan keluarga tidak dibekali cara-cara dan tips dalam melakukan pendampingan. Bisa di bayangkan, suaminya yang panik dan kebingungan harus mendampingi istri yang panik, kebingungan dan kesakitan.
Disini saya seringkali tergelitik, karena saya merasa bidan masih kalah dengan dukun beranak. Dan seharusnya bidan belajar banyak kepada dukun beranak yang mana seorang dukun beranak pasti melakukan dukungan yang terus menerus, berada di samping sang ibu, memberikan massage, menghibur dan memberikan rasa aman dan nyaman yang mutlak di butuhkan seorang ibu yang sedang bersalin.
– Masih banyak nakes yang berkata seperti ini : “ibu ini buatnya saja sambil tertawa, masak pas giliran mau melahirkan malah menangis?” di saat ibu sedang panik dan kesakitan menahan ketidaknyamanan yang dia rasakan.
Nah untuk itulah sebenarnya dukungan emosional ini harus di jabarkan secara lebih mendetail dalam program asuhan sayang ibu sehingga, nakes dan keluarga dapat menjadi tim yang solid dalam memberikan dukungan kepada seorang ibu bersalin.
Misalnya, seorang pendamping persalinan di berikan semacam pelatihan pendampingan, semacam pelatiahan “Birth partner” sehingga di hari H sangat birth partner inilah yang dapat membantu nakes untuk memberikan support kepada ibu bersalin. Karena pada dasarnya pengetahuan adalah kekuatan. Disinilah letak fungsinya pemberdayaan diri.
2. Pendampingan anggota keluarga selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya.
Ya pendampingan keluarga ini sangatlah penting, karena rasa aman sang ibu bisa didapatkan ketika dia berada di antara keluarga yang mendukungnya, namun sanyang sekali masih banyak fasilitas kesehatan yang tidak mengijinkan adanya pendampingan persalinan sampai proses kelahiran bayi. Sebagian besar keluarga terutama suami hanya diperbolehkan untuk mendampingi saat kala I persalinan saja, giliran ibu memasuki kala dua, pendamping dipersilahkan untuk keluar. Padahal justru disinilah moment puncak tertinggi seorang ibu membutuhkan support dari seseorang yang dia percayai.
3. Menghargai keinginan ibu untuk memilih pendamping selama persalinan.
Beberapa ibu menginginkan pendampingan oleh orang yang dia percayai dan mungkin saja bukan suaminya, tetapi teman, ibu, saudar atau bahkan doula yang sengaja dia “hire” untuk pendampingan. Namun tidak sedikit fasilitas kesehatan yang tidak menghormati keinginan ibu tersebut. Nah mari kita koreksi dan perbaiki bersama.
4. Peran aktif anggota keluarga selama persalinan dengan cara :
(a) Mengucapkan kata-kata yang membesarkan hati dan memuji ibu.
(b) Membantu ibu bernafas dengan benar saat kontraksi.
(c) Melakukan massage pada tubuh ibu dengan lembut.
(d) Menyeka wajah ibu dengan lembut menggunakan kain.
(e) Menciptakan suasana kekeluargaan dan rasa aman.
Semua poin dari a s.d e adalah benar dan sangat bagus, namun sayangnya tidak jarang pendamping persalinan justru panik dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan dan bagaimana perubahan emosional serta kebutuhan sang ibu pada setiap fase dalam persalinannya.sebenarnya di poin inilah kita tahu bahwa sebagai tenaga kesehatan kita harus mempersiapkan pendamping persalinan ini supaya mereka dapat melakukan fungsi dan perannya dengan baik saat persalinan nanti. Sekali lagi pemberdayaan masyarakat ini penting. Intuk itulah mengapa disetiap kelas ataupun workshop persiapan persalinan, pendamping baik itu suami, ibu atau keluarga wajib mengikuti juga, tidak lain dan tidak bukan supaya mereka siap melakukan tugasnya dengan baik, menjadi team yang solid.
5. Mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman.
Sebenarnya idealnya bukan mengatur posisi ibu sehingga terasa nyaman, namun membantu dan memfasilitasi serta memotivasi ibu untuk memilih mana posisi yang terasa nyaman bagi dia selama fase kala I persalinan.
membantu dan memfasilitasi serta memotivasi artinya bahwa tuga nakes disini adalah bagaimana kita bisa membantu dan memotivasi sang ibu untuk mencoba, memilih dan mengatur posisinya senyaman mungkin, karena tidak jarang seorang ibu karena dia merasa sudah “Pe We” atau Posisi Wuenak, maka dia hanya mau tiduran saja selama proses kala I persalinan sambil mengaduh kesakitan. Padahal ada banyak posisi yang bisa dia lakukan untuk membantu proses persalinan supaya kala I berlangsung cepat dan lebih lancar. Karena ketidaktahuan klien, sehingga mereka andalannya hanya berbaring atau miring kekiri. Padahal bisa saja mereka di ajak duduk di atas bola, melakukan pelvic rocking atau nungging atau posisi posisi yang sebenarnya mampu meringankan “ketidaknyamanan” yang mereka alami. Nah disinilah peran serta aktif bidan/nakes dan juga klien.
Dari sisi bidan/nakes, disinilah saatnya seorang bidan mampu memotivasi ibu untuk tetap “mobile” atau berganti posisi saat proses persalinan
Dari sisi ibu, disinilah peran dan fungsi serta kegunakan pemberdayaan diri yang Anda lakukan selama masa kehamilan dulu. Dinama Anda bisa mengerti dan mengetahui fungsi dan kegunaan tiap posisi sehingga dengan kesadaran diri yang besar Anda bisa bekerjasama dengan tubuh untuk mencari posisi yang nyaman dan bermanfaat bagi kemajuan proses persalinan. Bukan hanya nyaman bagi sang ibu tetapi juga bagi sang bayi.
6. Memberikan cairan nutrisi dan hidrasi Memberikan kecukupan energi dan mencegah dehidrasi. Oleh karena dehidrasi menyebabkan kontraksi tidak teratur dan kurang efektif.
Nah ini yang masih sering terlupakan di fasilitas kesehatan, ketika seorang ibu masuk ke dalam ruang persalinan, seringkali dia kesulitan untuk mendapatkan minuman.
Jarang fasilitas kesehatan yang mau memfasilitasi minuman, entah itu cairan elektrolit, teh manis, madu atau minuman dan makanan ringan yang bisa membantu memulihkan energi sang ibu, bisanya yang sering saya lihat adalah mereka hanya memfasilitasi airputih, itupun sedikit, terkadang hanya air mineral kemasan gelas dengan sedotan yang kecil.
Sebenarnya mungkin menyediakan minuman dan makanan bukanlah tugas utama nakes, namun sebenarnya bisa saja nakes dan fasilitas kesehatan memberikan ijin atau menganjurkan klien dan keluarganya untuk membawa beberapa minuman dan makanan yang sekiranya bisa dibutuhkan dan digunakan untuk meningkatkan dan memulihkan energi sang ibu saat proses persalinan. Inilah mengapa saya menyebutkan berulangkali bahawa antara nakes, klien dan pendamping persalinan adalah TEAM.
7. Memberikan keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur dan spontan Kandung kemih penuh menyebabkan gangguan kemajuan persalinan dan menghambat turunnya kepala; menyebabkan ibu tidak nyaman; meningkatkan resiko perdarahan pasca persalinan; mengganggu penatalaksanaan distosia bahu; meningkatkan resiko infeksi saluran kemih pasca persalinan.
Selain memberi keleluasaan, tugas dan fungsi nakes adalah memotivasi sang ibu sering berkemih paling tidak 1-2 jam sekali. Dengan menggunakan kalimat dan sugesti yang positif sehingga klien merasa nyaman.
8. Pencegahan infeksi ; Tujuan dari pencegahan infeksi adalah untuk mewujudkan persalinan yang bersih dan aman bagi ibu dan bayi; menurunkan angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi baru lahir. Pencegahan infeksi adalah mutlak, sehingga sangat penting diperhatikan baik oleh nakes maupun ibu dan keluarga.
Kala II Kala II adalah kala dimana dimulai dari pembukaan lengkap serviks sampai keluarnya bayi. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1. Pendampingan ibu selama proses persalinan sampai kelahiran bayinya oleh suami dan anggota keluarga yang lain.
Seperti yang sudah saya ungkapkan di atas bahwa pendampingan persalinan adalah sangat penting dan sangat dibutuhkan seorang ibu bersalin. Dan asuhan sayang ibu ini harusnyantidak hanya berlaku pada persalinan normal saja tetapi juga berlaku pada persalinan dengan tidandakan termasuk persalinan pada operassi SC. Nah pada kenyataannya hanya sedikit RS yang mengijinkan pendamping persalinan masuk dan mendampingi ibu yang notabenenya itu adalah istrinya di ruang operasi. Ada berbagai alasan yang dikemukanan, dan rata rata alasannya adalah takut suami tidak siap sehingga justru pingsan di ruang operasi dan menambah pekerjaan petugas. Padahal sebenarnya alasan tersebut sangatlah tidak masuk akal, karena bisa saja sang suami atau pendamping diberikan motivasi atau pengertian atau bahkan mungkin seleksi awal, sehingga hal hal tersebut minimal kejadiannya, atau kalaupun tetap tidak bisa, paling tidak ada bidan atau perawat yang sudah mempunyai hubungan yang cukup baik dengan ibu yang bertugas untuk mendampingi dan memberikan support kepada sang ibu sehingga ibu tidak merasakan “berjuang” sendiri di ruang operasi.
2. Keterlibatan anggota keluarga dalam memberikan asuhan antara lain : (a) Membantu ibu untuk berganti posisi. (b) Melakukan rangsangan taktil. (c) Memberikan makanan dan minuman. (d) Menjadi teman bicara/ pendengar yang baik. (e) Memberikan dukungan dan semangat selama persalinan sampai kelahiran bayinya.
Poin yang ini saya rasa sangat penting sekali.
3. Keterlibatan penolong persalinan selama proses persalinan & kelahiran dengan cara : (a) Memberikan dukungan dan semangat kepada ibu dan keluarga. (b) Menjelaskan tahapan dan kemajuan persalinan. (c) Melakukan pendampingan selama proses persalinan dan kelahiran.
Nah ini yang mutlak harus dilakukan oleh nakes, walaupun kenyataan dilapangan seringkali tanpa sadar nakes justru memberikan sugesti sugesti yang negatif disini, untuk itulah sebenarnya mengapa para nakes itu harus belajar hypnobirthing adalah supaya di fase ini para nakes mampu memberikan sugesti positif kepada ibu, karena ini yang sangat ibu butuhkan dan karena pada fase inilah kondisi emosi ibu sangatlah intens dan mudah sekali di sugesti.
4. Membuat hati ibu merasa tenteram selama kala II persalinan dengan cara memberikan bimbingan dan menawarkan bantuan kepada ibu.
5. Menganjurkan ibu meneran bila ada dorongan kuat dan spontan umtuk meneran dengan cara memberikan kesempatan istirahat sewaktu tidak ada his.
Poin ini yang sering menjadi salahkaprah di lapangan, dan poin ini yang membuat ruang persalinan serasa lapangan sepakbola karena suara nakes yang seperti supporter sepak bola saat memimpin ibu meneran. Padahal sebenarnya tanpa perlu nakes teriak teriak memimpin ibu meneran, tubuh ibu sebenarnya tahu kapan dia harus mengejan/meneran.
Nah cilakanya, adalah seringkali pada fase ini sang bidan/dokter memberikan aba-aba berupa sugesti yang salah sehingga secara otomatis terekam di bawah sadarnya sang ibu. Contohnya
Bidan/dokter: “Ayo ibu, ngejannya yang kuat!”
Klien akhirnya mengejan kuat
Bidan/dokyter: “Ayo mengejannya jangan dileher!”
Klien justru mengejan di leher karena pada dasarnya pikiran bawah sadar tidak bisa menerima kata “jangan” sehingga ketika nakes mengatakan hal itu justru secara otomatis sang ibu malah mengejan di leher.
Bidan/dokter : ” Ayo bu mengejannya kayak orang mau poop”
Klien justru kebingungan karena selama ini sepanjang hidupnya, jika poop posisinya adalah jongkok atau duduk. Tidak pernah dia poop dengan posisi tidur terlentang (kecuali saat masih bayi), padahal saat itu posisi ibu di kondisikan terlentang dengan kedua paha ngangkang. Dan ibupun semakin bingung karena selama hidupnya kalau poop adalah sendiri tidak di lihatin orang banyak. Padahal di ruang berasalin tersebut minimal ada 4 pasang mata yang memandangnya. Hehehe….nah bingunglah dia akhirnya.
Semakin bingung semakin lama dan semakin bidan/dokternya tidak sabar sehingga mimicu intervensi demi intervensi dilakukan.
– Nah mari koreksi kembali, di bagian mana yang harusnya di perbaiki baik dari sisi nakes maupun klien –
6. Mencukupi asupan makan dan minum selama kala II.
7. Memberika rasa aman dan nyaman dengan cara : (a) Mengurangi perasaan tegang. (b) Membantu kelancaran proses persalinan dan kelahiran bayi. (c) Memberikan penjelasan tentang cara dan tujuan setiap tindakan penolong. (d) Menjawab pertanyaan ibu. (e) Menjelaskan apa yang dialami ibu dan bayinya. (f) Memberitahu hasil pemeriksaan.
Disinilah saatnya seorang nakes bisa memberikan informasi yang jelas tentang apa yang terjadi hingga rencana tindakan apa yang akan dilakukan, juga memberikan informasi tentang untuk ruginya setiap tindakan. Tentunya harus dengan bahasa yang informatif, ramah dan sopan.
8. Pencegahan infeksi pada kala II dengan membersihkan vulva dan perineum ibu.
9. Membantu ibu mengosongkan kandung kemih secara spontan.
## di asuhan sayang ibu di kala II ini masih ada poin yang saya rasa kurang yaitu membimbing, memfasilitasi dan mendukung ibu untuk memilih posisi yang terbaik dan ternyaman bagi ibu saat melahirkan bayinya.
Inilah yang masih sangat kurang. Karena hampir semua ibu yang bersalin di faskes “dipaksa” untuk melakukan posisi litotomi dengan alasan supaya bidan/dokter yang menolong merasa nyaman. Jadi bukannya nyaman untuk ibu namun nyaman untuk nakesnya.
Nahkan di Asuhan Persalinan Normal yang digunakan sebagai strandart pertolongan persalinan secara nasionalpun para bidan dan dokter dilatih “Hanya” dengan posisi litotomi atau maksimal setengah duduk saja. Padahal tidak menutup kemungkinan sang ibu lebih merasa nyaman berada dalam posisi jongkok, nungging, merangkak, duduk atau bahkan berdiri saat melahirkan bayinya. Dan ekstrimnya adalah jika ibu meminta untuk posisi selain posisi terlentang/litotomi/setengah duduk, maka dianggap tidak sesuai dengan prosedur karena tidak sesuai dengan APN. Padahal seharusnyatidak tidak boleh terlalu kaku dalam menerapkan standart tersebut. Ada ART (Seni) yang harus dilakukan karena manusia itu unik.
Nah mungiin kurasa inilah yang musti di koreksi kembali.
Kala III Kala III adalah kala dimana dimulai dari keluarnya bayi sampai plasenta lahir. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1. Memberikan kesempatan kepada ibu untuk memeluk bayinya dan menyusui segera.
2. Memberitahu setiap tindakan yang akan dilakukan.
3. Pencegahan infeksi pada kala III.
4. Memantau keadaan ibu (tanda vital, kontraksi, perdarahan).
5. Melakukan kolaborasi/ rujukan bila terjadi kegawatdaruratan.
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7. Memberikan motivasi dan pendampingan selama kala III.
Ke-7 poin ini semuanya bagus sekali, manun poin 1 yang pelaksanaannya masih sangat jarang dilakukan. Masih banyak ibu yang akhirnya harus menelan “pil Pahit” karena tidak bisa melakukan IMD padahal kondisi bayinya stabil, hanya karena alasan prosedur. Nah inilah mengapa poin IMD harus benar benar Anda tekankan dan tanyakan saat masa kehamilan saat melakukan ANC bahkan tidak ada salahnya saat masa kehamilan Anda sudah bertemu dengan dokter anak yang akan anda percayai untuk membantu merawat bayi baru lahir Anda. Jangan sampai Anda merasa “terjebak” dan tidak bisa berbuat apa apa saat bayi lahir hanya karena prosedur tetap yang berlaku di RS tersebut. Kala IV Kala IV adalah kala dimana 1-2 jam setelah lahirnya plasenta. Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan normal.
2. Membantu ibu untuk berkemih.
3. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan melakukan massase uterus.
4. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
5. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya post partum seperti perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit dalam menyusui bayinya dan terjadi kontraksi hebat.
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7. Pendampingan pada ibu selama kala IV.
8. Nutrisi dan dukungan emosional.
Semua poin di atas adalah bagus sekali hanya mungkin perlu di tambahi poisn pemberdayaan keluarga baru dan penyadaran akan pentingnya ASI Eksklusif. Disinilah justru persan nakes untuk memberikan edukasi kepada klien dan keluarganya tentang pentingnya ASI Eksklusif.
Nah…tentang asuhan sayang ibu dan apakah provider Anda melakukan dan menerapkannya dalam praktek pelayanannya, haruslah Anda observasi, dan amati serta tanyakan.
Posisikan Anda sebagai klien dan pengguna jasa. Jadi jangan takut atau ragu untuk berpindah provider (mencari nakes lain) jika dirasa Anda tidak sreg dan tidak mendapatkan hak-hak Anda sebagai seorang klien.
Ingat proses persalinan dan kelahiran adalah Fondasi awal dalam kehidupan ini, jadi ciptakan pengalaman persalinan dan kelahirnan sepositif mungkin. Karena ini layak diperjuangkan.
Nah untuk itulah pentingnya pemberdayaan diri, mari kita bersama menyadari bahwa proses persalinan dan kelahiran itu adalah diperlukan kerjasama TEAM. jangan hanya memasrahkan diri Anda total begitu saja (pasrah bongkokkan) dengan nakes, tapi justru ayo berdayakan diri, karena ini tubuhmu, ini hidupmu, ini bayimu, ya berupayalah.
Gentle birth akan terwujud jika ada kerjasama antara Anda dan provider. Anda: ya ayo berdayakan diri dulu, kita dikasih waktu 40 minggu sama Tuhan YME itu sebenarnya untuk mempersiapkan diri, untuk siapkan body, mind, soul demi menyambut manusia suci yang hadir di bumi. lha kalau calon ortunya saja gak siap, bagaimana dengan pengasuhannya nanti? bagaimana dengan bumi ini kelak? makanya mengapa kok Tuhan kasih waktu yang cukup longgar bagi kita yaitu 40 minggu. jadi gak ada alasan jika ada seorang ibu yang menyatakan : “aduh aku gak sempat bu bidan, relaksasi, aku gak sempat olahraga, aku gak sempat makan sehat…waktunya tak cukup…bla..bla..bla…” nah pertanyaannya adalah…”kemana aja dan ngapain aja semakan 40 minggu x 24 jam? masak iya sich gak sempat ngapa-ngapain karena waktu yang tidak cukup? masak iya sich Anda mau di perbudak waktu? sehingga mengabakan hal yang justru sangat penting? …hayo….makanya ayo belajar…di group ini adalah sarat akan pembelajaran kok, asal niat dan komitmen saja dech… Nakes: Ya nakes musti harus menghormati hak klien, menyadari bahwa kita adalah “pelayan” masyarakat, nbahwa posisi kita adalah sebagai pemberi jasa atau penjual jasa, jadi hormatilah klienmu…apapun itu masalahnya bisa kok di diskusikan, bikinlah hubungan yang harmonis kepada klien…tanggalkan senioritas = “merasa paling tahu, merasa paling pinter dll karena sebenarnya kita tu gak tau apa-apa. karena yang tahu bagaimana rasa tubuh seorang ibu ya ibu sendiri, bukan kita, makanya ayo rubah cara pandang dan paradigmanya. karena kita melayani manusia, otomatis ya perlakukan klien selayaknya manusia. bukan mesin. nah jadi….Gentle Birth akan tercipta jika masing masing pihak saling memberdayakan, saling bekerjasama dalam mewujudkannya. Gentle Birth itu sebuah filosofi kok…filosofi yang sangat mendasar tentang CINTA dan KASIH. nah penerapannya di lapangan akan sangat bervariasi, dan tidaklah kaku. makanya ayo sama-sama bahu membahu menyebarkan virus ini, untuk mewujudkan Indonesia yang DAMAI
Salam hangat
YESIE APRILLIA
www.bidankita.com