Bidan Kita

Home Blog Page 27

Menilai Persalinanmu (Judging in Birthing), Mengapa Ini Penting? Baca Sekarang!

Menilai Persalinan

Malam ini saya akan membahas sedikit tentang “menilai persalinan” lebih tepatnya “Judging in Birthing”… kenapa saya menulis ini? karena seringkali saya mendengar keluhan di ruang persalinan bahwa kami (tenaga kesehatan) seringkali men-Judge seorang ibu saat dalam persalinan. Judge /menghakimi/menilai /memberi label bahwa “ibu A pintar” sedangkan “ibu B bodoh”.

Nah sebenarnya bagaimana sih?

Perilaku Bersalin

colorselama ini, perilaku seorang wanita telah dinilai dan dikendalikan sepanjang sejarah. ada banyak penilaian atau label yang di sandang. dan para wanita sebaiknya menjadi ‘gadis baik’ yang mana artinya dia melakukan seperti yang dikatakan dan tidak menciptakan masalah bagi orang lain. begitu juga dalam proses persalinan, Anda akan dinilai sebagai “gadis baik” atau “ibu pintar” jika Anda menurut dengan apapun yang dikatakan orang lain kepada Anda. dan orang lain disini bisa saja pendamping persalinan Anda (suami, orang tua, dokter/bidan)

Padahal sebenarnya, dalam proses persalinan, tindakan atau perilaku yang dilakukan saat melahirkan adalah primal dan ‘liar’. dimanaPerilaku saat melahirkan pada seorang wanita sebenarnya berasal dari sistem limbik, area otak yang dimiliki oleh semua mamalia.

Seperti Apa Proses Persalinan Yang Baik?

Untuk mendapatkan sebuat proses persalinan yang baik kita perlu mematikan  neo-cortex  (bagian otak manusia yang berfungsi untuk berpikir dan menganalisa serta melogika). Hasilnya adalah perilaku naluriah menjadi perilaku melahirkan yang ‘kebinatangan’ atau sangat naluriah.

Saat seorang wanita melahirkan, dia bisa saja tenang, terfokus, namun bisa juga diluar kendali. sama seperti perilaku saat bercinta (yang juga dikendalikan oleh sistem limbik) ada kesamaan antara manusia, tapi karena kita merupakan makhluk yang unik, maka perilaku setiap orang sedikit berbeda.

Pendapat yang berkembang di masyarakat saat ini adalah melahirkan dengan tenang dan dikendalikan dianggap sebagai cara atau perilaku yang terbaik dan paling benar dalam proses persalinan. artinya kalau sang ibu itu “manut” dengan aba aba dan arahan petugas berarti dia dianggap “ibu pintar”, namun jika tidak, maka dia dianggap “bodoh”.

Ketika seorang ibu menjerit saat melahirkan, maka sang bidan-pun ikut menjerit bahkan memarahi si ibu agar ibu tersebut tidak menjerit saat melahirkan. seorang ibu yang mengeluh atau melenguh dan sedikit menjeritpun di anggap sebagai ibu yang tidak bida mengendalikan diri, padahal mereka sedang mengendalikan diri mereka dnegan sangat baik, hanya saja…cara mereka “sedikit keras”.

Seorang dokter Obsgyn, Michel Odent menunjukkan bahwa rasa takut yang intens dan rasa ‘kehilangan itu sering dialami oleh ibu bersalin menjelang pembukaan lengkap atau menjelang proses mengejan” dan inilah yang memfasilitasi refleks janin.

Bukan hanya bidan yang men-judge, tetapi juga ibu-ibu yang menilai diri mereka sendiri bahwa mereka ‘kehilangan kontrol dan membuat kebisingan.’ walaupun  Memang ada program persiapan melahirkan bertujuan belajar bagaimana menjadi tenang dan terkendali selama kelahiran, seperti program kelas saya yang juga mengajarkan para ibu agar tetap tenang dan menikmati proses persalinan dengan nyaman.

Namun Sayangnya, beberapa ibu yang telah menjalani pelatihan ini merasa gagal ketika naluri mereka mengambil alih dan mereka menjadi sedikit ‘berisik’ atau bahkan ‘teriak’. padahal sebenarnya itu bukan berarti dia gagal.

Karena pada dasarnya saat melahirkan Anda tidak dilarang berteriak kok, hanya saja… bukankah lebih nyaman tenang daripada berteriak. dan berteriak disini bukan berarti berteriak tidak terkontrol selama proses persalinan dan panik. namun berteriak sesekali sesuai dengan insting Anda.

Contoh Seorang Ibu Melahirkan Secara Naluriah

Berikut ini adalah contoh  dari seorang ibu melahirkan secara naluriah, alami dan bersuara keras:

Jadi, mari kita menghormati perilaku melahirkan kita apa pun itu. Apakah Anda melahirkan dengan sangat tenang, diam, bahkan tertawa, atau Anda sedikit berteriak? karena semuanya adalah menakjubkan.

Bidan perlu belajar untuk membedakan antara seorang wanita yang mengekspresikan naluri melahirkan nya dengan liar/keras, dengan seorang wanita yang benar-benar teriak panik dan membutuhkan untuk ditenangkan.

mengkomunikasikan dengan ibu sebelum sebelum proses persalinan tentang apa yang akan dia katakan jika dia benar-benar membutuhkan ‘bantuan’ akan sangat berguna. Selain itu pastikan ibu tahu bahwa Anda sebagai bidan/dokter tidak akan menghakimi dia  selama persalinan.

Pilihan  dan pengalaman melahirkan 

seorang wanita juga dinilai (dan menilai diri sendiri) pada bagaimana pilihan kelahiran mereka.  Jika Anda memilih bagian-operasi sesar  tanpa alasan medis – Anda akan dinilai. Jika Anda memilih untuk melahirkan bayi normal bahkan di rumah Anda – Anda akan dinilai. Dan untuk setiap pilihan melahirkan  akan memiliki pendapat dan penilaian tentang apa yang Anda lakukan, atau tidak lakukan. seolah Tidak ada cara yang tepat untuk melahirkan.

Bagaimana proses kelahiran yang terlihat dan terdokumentasi di atas kertas mungkin sangat berbeda dengan bagaimana hal itu dirasakan oleh ibu. Saya belajar banyak ketika mulai menyelami dan menjalin hubungan intens dengan para ibu di komunitas laskar gentle birth yang ternyata ‘laporan kelahiran’ tidak memiliki hubungan dengan persepsi seorang ibu/wanita tentang kelahirannya.

Seorang ibu yang memiliki pengalaman seperti gagal induksi dan kemudian harus dilakukan operasi sesar emergency merasa tetap diberdayakan dan lebih dari senang dengan pengalaman mereka. Di sisi lain, seorang ibu yang memiliki berpengalaman melahirkan ‘normal’ melalui vagina tanpa intervensi malah bisa saja trauma.


Setiap pengalaman melahirkan dan kelahiran itu sangat berharga – bahkan ketika proses  tidak berjalan seperti yang diharapkan atau direncanakan. karena pada dasarnya bagaimana pengalaman persalinan seorang wanita bisa menjadi landasan bagi mereka untuk bertumbuh dan memberdayakan diri.

Jadi Tidak ada cara yang benar untuk melahirkan, atau berperilaku selama proses melahirkan. yang terpenting adalah bagaimana Anda memberdayakan diri, mempersiapkan diri, sehingga anda lebih siap, lebih percaya diri dengan kekuatan naluriahmu, kekuatan tubuhmu, kekuatan bayimu. sehingga Anda mendapatkan pengalaman yang positif saat melahirkan.

salam hangat

yesie

Monitoring Detak Jantung Janin Secara Berkala Dalam Persalinan

Yang Wajib Anda Ketahui

Ketika mendalami tentang Gentle Birth, lalu kemudian perlahan lahan mengamati segala tindakan dan asuhan yang diberikan kepada ibu bersalin dalam setiap pertolongan persalinan, kembali saya belajar dan belajar lagi.

Banyak sekali hal yang harus di sempurnakan. banyak sekali issue yang harus di bahas dan banyak sekali asuhan yang seharusnya bisa di berikan lebih baik lagi. sehingga bisa meningkatkan hasil.

Sering Terjadi Saat Ini

Terus terang sudah lama saya merasakan sebuah “kekonyolan” dalam proses persalinan di Indonesia ini.

“Semakin banyak tenaga kesehatan, semakin canggih fasilitas kesehatan dan tehnologi dalam kebidanan. Namun mengapa justru semakin sedikit ibu yang berhasil melahirkan dengan NORMAL ALAMI tanpa TRAUMA melalui Vagina Mereka?”

Hmmm…unik kan? cenderung konyol.

Nah kali ini saya akan coba bahas sedikit tentang Intermittent Auscultation (IA) atau Monitoring Detak Jantung Janin Secara Berkala.

Intermittent Auscultation (IA) atau Monitoring Detak Jantung Janin Secara Berkala dalam persalinan adalah standar untuk asuhan kebidanan berbasis masyarakat. Metode berbasis bukti berteknologi rendah ini diakui sebagai berkhasiat oleh ACOG, AWWOHN dan penyedia layanan kebidanan konvensional lainnya. Karena hanya membutuhkan Dopler dan  jam tangan atau dinding yang ada detikannya.

Metode ini sederhana sebenarnya. Segera setelah kontraksi rahim / uterine contraction (UC) , maka detak jantung janin (DJJ) didengarkan selama satu menit penuh. Kuantitas dan kualitas dari aktivitas jantung janin kemudian direkam. Metode ini awalnya dijelaskan oleh Dr Joseph DeLee pada tahun 1924 di  buku obstetri nya “The Principles and Practice of Obstetrics”. auskultasi intermiten (IA) dianggap merupakan aspek penting dari asuhan kebidanan bagi perempuan selama persalinan ‘risiko rendah’. bagaimana caranya ada disini

Harapan surveilans bayi tercermin dalam pedoman dan kebijakan rumah sakit. Frekuensi yang dianjurkan IA umumnya setiap 15-30 menit selama kala satu persalinan dan setelah setiap kontraksi (atau lebih sering jika kontraksi yang lebih lama dari 5 menit sekali) selama tahap kala dua.

Tahap Dalam Persalinan

Tentu saja hal ini menimbulkan pertanyaan tentang konsep ‘tahap’ dalam persalinan, seperti yang di ungkapkan dalam artikel ini.  Ada anggapan bahwa pedoman ini berdasarkan bukti didasarkan pada bukti penelitian. Namun ternyata tidak ada penelitian sampai saat ini, apakah praktek memeriksa DJJ janin benar benar bermanfaat.

Nah, artikel saya tentang Intermittent Auscultation (IA) atau Monitoring Detak Jantung Janin Secara Berkala dalam persalinan kali ini tidak akan membahas tentang apa dan bagaimana cara melakukan IA, namun lebih untuk merefleksikan bagaimana supaya tindakan AI ini tetap berpusat pada sayang ibu.

Beberapa kekhawatiran tentang preskriptif IA

Di satu sisi, dengan mendengarkan detak jantung janin ini dapat meyakinkan ibu dan bidan / tenaga kesehatan tentang kondisi kesejahteraan janin. tapi disisi lain, ini juga melibatkan  sesuatu yang mana apa pun yang Anda lakukan dapat mengganggu proses persalinan secara fisiologi  (yaitu merangsang neokorteks), dimana seorang ibu mungkin harus bergerak atau diatur posisinya senyaman Anda (tenaga kesehatan) agar Anda dapat melakukan pemeriksaan IA ini, walaupun mungkin posisi yang di anjuran atau di haruskan ini tidak terasa nyaman bagi sang ibu.

Dan ketika Anda sulit menemukan ? yang terjadi adalah ini justru dapat membuat  kecemasan dan kekhawatiran jika denyut jantung sulit untuk menemukan atau tidak ‘normal’. Pada tahap kedua persalinan 75% dari bayi akan memiliki denyut jantung ‘normal’ karena proses fisiologis normal seperti kompresi kepala (Sheiner et al. 2001). pola abnormal pada tahap kedua hanya signifikan jika ada pola abnormal pada tahap pertama persalinan (Sheiner et al, 2001;. Loghis et al 1997;. Wu, Chen & Wang 1996).

Nah lalu bagaimana dong sebaiknya?

Di satu sisi, IA penting untuk kita sebagai penyedia layanan kesehatan untuk memastikan kondisi janin sejahtera, namun disisi lain IA pun berpotensi untuk mengganggu proses persalinan karena neocortex bisa saja terangsang dan ini bisa justru membuat hormon oksitosin menurun, dan tentu akan mengganggu kontraksi.

Asuhan Kebidanan

Asuhan kebidanan itu butuh ART. butuh Science…dan Spiritual. jadi jangan pernah tinggalkan ke tiga pilar itu. maka saran saya:

  1. Sebelum persalinan membahas IA dengan ibu:Menguatkan dan menyemangati ibu bahwa dia adalah ahli dalam menjaga kesejahteraan bayinya . Dorong dia untuk terhubung dengan bayinya dan percaya naluri nya tentang / nya kesehatannya pada kehamilan, persalinan dan seterusnya.
  2. Cari tahu seberapa sering dia ingin Anda untuk mendengarkan detak jantung bayinya, dan apakah dia lebih suka Anda untuk menggunakan doppler atau pinnard/stetoskop khusus untuk mendengarkan DJJ? Jelaskan bahwa dia bisa berubah pikiran setiap saat selama persalinan tentang kapan dan bagaimana Anda mendengarkan bayinya.
  3. Jelaskan bahwa sementara dia mendorong bayinya keluar (mengejan) akan ada beberapa perubahan pada pola denyut jantung (deselerasi) dan bahwa ini adalah normal.
  4. Jelaskan bagaimana jadwal atau rencana Anda untuk mendengarkan DJJ janin dan memastikan bahwa ibu merasa nyaman dengan asuhan yang Anda berikan.

Selama persalinan:

  • Hindari merangsang neokorteks nya dengan mengajukan pertanyaan ‘bisa saya mendengarkan…..?’ Sebaliknya dengan lembut bergerak ke arahnya dengan doppler / pinnard. makanya sebaikya Anda sudah Memiliki perjanjian dengan ibu, kapan Anda akan mendengarkan DJJ.
  • Jika denyut jantung normal sdi kala I, dan tidak ada faktor risiko , maka tidak perlu meningkatkan freluensi IA pada kala dua.
  • Ketika kepala sudah crowning akan bisa sangat sulit dan tidak nyaman untuk menemukan jantung janin  karena posisi bayi ada di panggul. jadi tidak perlu melakukan IA ketika kepala crowning, Sebaliknya amati saja warna kulit kepala bayi untuk menilai oksigenasi – kulit kepala merah muda yang bagus = bayi cukup oksigen.

Anda dapat men-download poster (kajian literatur) tentang sejumlah praktik kebidanan rutin dilakukan selama kelahiran sini

referensi:

  1.  Albers, LL 1999, ‘The duration of labor in healthy women’, Journal of Perinatology, vol. 19, no. 2, pp.114-9.
  2. Cesario, SK 2004, ‘Reevaluation of Friedman’s labor curve: a pilot study’, JOGNN, vol. 33, pp. 713-22.
  3. Lavender T, Alfirevic Z & Walkinshaw S 2006, ‘Effect of different partogram action lines on birth outcomes: a randomized controlled trial’, Obstetrics & Gynecology, vol. 108, no. 2, pp. 295-302.
  4. Neal JL, Lowe NK, Ahijevych KL, Patrick TE, Cabbage LA & Corwin EJ 2010 ‘”Active labour” duration and dilation rates amongst low-risk nulliparous women with spontaneous labor onset: a systematic review’, Journal of Midwifery and Womens Health, vol. 55, no. 4, pp. 308-318.

Mengenal Lebih Dekat Dengan Air Ketuban: Ibu-ibu Jangan Sampai Salah!

Apa Itu Air Ketuban?

Beberapa bulan terakhir ini, yang saya amati adalah: banyak sekali kasus intervensi dalam proses persalinan yang disebabkan karena adanya issue atau masalah yang berkaitan dengan air ketuban.

Ada yang “di bilangin” ketuban kurang, ketuban kering, ketuban keruh, ketuban rembes, ketuban bocor. ada juga yang ketuban pecah.

nah apa sebenarnya ketuban dan apa pentingnya ketuban sehingga sebegitu paniknya Anda ketika Anda mengalami issue issue di atas.

Cairan Ketuban / Amniotic Fluid

Janin di dalam kandungan hidup di dalam air (jadi selama 40 minggu atau lebih, kita adalah makhluk air). 

Selama kehamilan, bayi ini dikelilingi oleh cairan yang disebut cairan ketuban. cairan ketuban membantu melindungi bayi dari trauma perut ibu. Ketuban bantal cairan tali pusar, melindungi bayi dari infeksi, dan menyediakan cairan, ruang, nutrisi, dan hormon untuk membantu bayi tumbuh (Brace 1997).

Selama paruh kedua kehamilan, cairan ketuban terdiri dari urin dan paru-paru sekresi bayi. Cairan ini awalnya berasal dari ibu, dan kemudian mengalir melalui plasenta, untuk bayi, dan keluar melalui kandung kemih dan paru-paru (Brace 1997) bayi.

cairan ketuban yang sama ini kemudian ditelan oleh bayi dan kembali diserap oleh lapisan plasenta. Karena tingkat cairan ibu adalah sumber asli dari cairan ketuban, perubahan status cairan ibu dapat mengakibatkan perubahan jumlah cairan ketuban. tingkat cairan ketuban meningkat hingga ibu mencapai sekitar 34-36 minggu, dan kemudian tingkat secara bertahap menurun sampai kelahiran (Brace 1997).

Nah apa tujuan dari adanya cairan ketuban itu sebenarnya?

    1. Manfaat air ketuban adalah sebagai cairan yang memberi perlindungan bagi janin yang masih berada dalam proses tumbuh dan berkembang. Sehingga, janin di dalam rahim tidak terlalu mendapatkan gangguan dari luar yang berupa benturan yang mungkin tidak sengaja terjadi. Sehingga dia berperan sebagai pelindung yang akan menahan janin dari trauma akibat benturan
    2. Air ketuban juga dapat menjadi sebuah bantalan bagi janin di dalam rahim dari berbagai bahaya infeksi yang dapat menyebabkan terganggunya tumbuh kembang janin juga menyebabkan adanya trauma dari luar.
    3. Fungsi air ketuban bagi janin adalah air ketuban dapat menstabilkan suhu di dalam rahim. Suhu yang stabil membuat janin akan merasa aman dan nyaman. Hal ini disebabkan karena air di dalam ketuban di daur ulang secara sistematis sehingga tetap menjaga kestabilan suhu di dalam rahim.
  1. Air ketuban juga berfungsi sebagai cairan yang dapat membuat janin di dalam rahim lebih leluasa dalam bergerak. Pada usia kehamilan 18 minggu janin sudah dapat melakukan gerakan-gerakan kecil. Untuk mempermudah janin melakukan gerakan diperlukan cairan ketuban.
  2. Fungsi air ketuban bagi janin adalah dalam proses pembentukan paru-paru. Air ketuban memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan tubuh janin terutama paru-paru yang memiliki fungsi sebagai alat pernafasan kelak.
  3. Janin yang aktif bergerak akan sangat bermanfaat bagi proses pembentukan tulang. Air ketuban ini adalah sebagai media bagi janin agar lebih mudah bergerak di dalam rahim ibunya. Semakin aktif janin bergerak maka janin tersebut menunjukkan kesehatan yang baik.
  4. Fungsi air ketuban bagi janin adalah sebagai media pelapis dari sisi membran timpanik, hal ini berdampak bagi pendengaran janin. Dengan adanya air ketuban maka janin akan dapat mendengarkan bunyi-bunyian dari luar tubuh ibunya. Air ketuban sebagai media perantara bunyi yang berasal dari luar sehingga bisa masuk ke bagian telinga dalam janin.
  5. Melindungi dan mencegah tali pusat dari kekeringan, yang dapat menyebabkannya mengerut sehingga menghambat penyaluran oksigen melalui darah ibu ke janin.
  6. Berperan sebagai cadangan cairan dan sumber nutrien bagi janin untuk sementara.
  7. Memungkinkan janin bergerak lebih bebas, membantu sistem pencernaan janin, sistem otot dan tulang rangka, serta sistem pernapasan janin agar berkembang dengan baik.
  8. Menjadi inkubator yang sangat istimewa dalam menjaga suhu dan lingkungan Rahim agar tetap ideal bagi janin
  9. Selaput ketuban dengan cairan ketuban di dalamnya merupakan penahan janin dan rahim terhadap kemungkinan infeksi.
  10. Pada waktu persalinan, air ketuban dapat meratakan tekanan atau kontraksi di dalam rahim, sehingga leher rahim membuka dengan mudah.
  11. Dan saat kantung ketuban pecah, air ketuban yang keluar sekaligus akan membersihkan jalan lahir.
  12. Pada saat kehamilan, air ketuban juga bisa digunakan untuk mendeteksi kelainan yang dialami janin, khususnya yang berhubungan dengan kelainan kromosom.
  13. Kandungan lemak dalam air ketuban dapat menjadi penanda janin sudah matang atau lewat waktu.

Selain air ketuban, yang terpenting adalah selaput ketuban. atau disebut membran amnion. membran amnion membentuk lapisan lingkungan janin selama masa kehamilan. membaran ini yang mengisolasi janin sehingga dia hidup dalam  kantung membran yang mengelilingi bayi dari titik di mana itu berdekatan dengan plasenta pada lempeng korionik.

Membran amnion terdiri dari sejumlah lapisan yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Jadi, selaput atau membran amniotic tidak hanya satulapis saja. bahkan berlapis lapis. yang paling jelas adalah bahkan selaput itupun bisa kita pisahkan dengan mudah karena di antara lapisan itu ada semacam lapisan jelly yang sangat jelas sebagai pemisah antar lapisan.

Lapisan Membran

Nah..berapa lapis sebenarnya? silahkan lihat di gambar berikut:

773578-fig1

Jika Anda mengamati dan melihat gambarannya seperti ini:

 

SONY DSC
photo credit : @bidankita

Tipis…tapi berlapis lapis. dan tidak sedikit ibu yang mempunyai selaput ketuban yang unik, dimana antar lapisan sangat terpisah dengan jelas. sehingga saat persalinan dia bisa mengalami pecah ketuban beberapa kali. artinya ketuban pecah lalu saat persalinan ternyata selaputnya masih utuh.

Kasus yang sering terjadi yang seringkali membuat para ibu galau adalah, ketuban kurang dan ketuban pecah dini. nah bagaimana solusinya agar anda tidak terlalu galau? bisa Anda baca disini ya.

dan, pagi ini ada kisah persalinan yang sangat menarik dan sayapun sudah mendengar kisah ini beberapa kali dan sebenarnya cukup membuat saya geli. berikut ini kisahnya:

13653055_10206915212144869_7443045431425155623_o

 

“Bu Yessie….terimaksih yaa ilmu yoga balance dan gentle birth nya. Mau dicurhatin juga sebelum sy persalinan.. Ibu baik sekaliii, smg Tuhan selalu melindungi dan membalas kebaikan Ibu 😊😊

Jadi, sya sempat panik krna sdh mendkati HPL Jumat, 17.06.2016 blm ada tnda2 gelombang cinta, sesekali udah ada sejak 38-39w tp cm lemah. Akhirnya kamis tgl 16, dibuat havefun unt jln2 ke bidankita di Klaten ikut akupuntur dan moxa, sma terapis yg super baik2. Bikin lbih rilex..
Sabtu, 18.06.2016 jadwal kontrol di J**. Langsg shock dibilang ketuban tgl sedikit dan harus CS bsk pagi unt keselamatan baby, sempat curhat sma Bu Yessie disarnkan cri 2nd opinion dan minum kangen water. Langsg cri dokter yg prktek saat itu jg, dpt di RS** SI. Hasil periksa bkin lbh shock, ketuban kering! Hrus CS sore itu jg. Sambil trus coba tenang dan banyak minum, ttp afirmasi positif yakin tbuh dan debay baik2 aja. Krn 2 dr nyaanin CS akhirnya putusin unt balik J**. Masuk ruang periksa, di usg lagi. Langsung takjub, yg tdi pgi dan siang hasilnya bkin shock. Dokter bilang ketuban masih banyak dan lahir normal aja, tp disaranin dr langsg ambil kamar dn akan dibntu induksi dg dosis rendah 1/8. Tiba2 langsg sumringah!! Persiapan rwt inap minggu siang pembukaan 2, malam 4, masuk ruang bersalin..
Di ruang bersalin ttp bisa santai smbil terapin nafas yoganya Bu Yess, smbil lemesin ajaa saat kontraksi. Sempat keganggu, sebelah triak2 kesakitan. Sampe bidan heran say bisa ttp santai atur nafas dan gak bikin “berisik”. Alhamdulillah Senin pagi 20.06.2016 09.40 WIB si baby boy lahir normal dgn BB 3.09 kg , TB 50 cm. Masih gak percaya afirmasi dan saran Bu Yessie manjur semuaa. Afirmasi lahir normal dan BB 3kg. Dan saran unt minum bntu air ketuban dan tetep “lemesinnn tsaaayyyy” berhasil… 
Melhirkan itu menyenangkan, terimakasih Bu Yessie, Umi dan Aldric bisa kerjsama dan lahir gentle😚😚😚

Apa kasus menarik dan pelajaran yang di dapat dari kisah persalinan ibu X di atas?

  1. pagi dan siang hari 2 dokter menyatakan ketuban kurang dan ketuban kering
  2. Sore harinya ternyata ketuban normal dan cenderung banyak

Mungkinkah ketuban menghilang begitu saja?kemudian muncul lagi? (seperti sulapan yach?!)

atau mungkinkah sang dokter salah diagnosa? lalu apa jadinya jika salah diagnosa, dan sang ibu percaya, lalu langsung setuju untuk melakukan intervensi?

Okay, kita abaikan dulu kemungkinan tentang salah diagnosa, tapi saya akan mencoba untuk membahas tentang issue ketuban yang kurang.

selama ini, yang terjadi di lapangan adalah standart praktek kebidanan di Indonesia sangat berkiblat dengan standart praktek di AS. buktinya, Standar praktek di AS adalah untuk menginduksi persalinan aterm jika seorang ibu memiliki cairan ketuban yang rendah atau kurang dalam kehamilan yang sehat. Bahkan, 95% dari dokter menyatakan bahwa ini-merupakan indikasi untuk induksi persalinan pada 40 minggu (Schwartz, Sweeting et al. 2009).

Tapi apakah ada Evidance Based yang mendasari standart praktek kelahiran  ini? Mari kita lihat bukti bersama-sama.

Pertama-tama, apa yang di maksud ketuban kurang? oligohidramnion?

Oligohidramnion berarti jumlah cairan yang rendah dalam kantung ketuban.

(Oligo = sedikit, hydr = air, amnios = membran di sekitar janin, atau kantung ketuban).

Tidak yakin bagaimana cara mengucapkan oligohidramnion? Klik disini.
Apa yang bisa menyebabkan cairan ketuban rendah /berkurang?

ada banyak faktor yang bisa berkontribusi mengakibatkan jumlah air ketuban menjadi kurang, dan faktor tersebut bisa dari Ibu maupun bayi

Faktor ibu:

  1. ibu yang mengalami dehidrasi, ini dapat menurunkan kadar cairan ketuban. (Patrelli, Gizzo et al. 2012) itulah kenapa ibu hamil harus minum banyak air putih, bahkan saat proses persalinan.
  2. Jika seorang ibu hamil dengan kadar cairan ketuban rendah mau minum  minimal 2,5 Liter cairan per hari, kemungkinan iadapat meningkatkan volume cairan ketuban dan akan kembali normal pada saatpersalinan. (Patrelli, Gizzo et al. 2012)
  3. Jika selaput ketuban pecah, ini akan menyebabkan penurunan cairan ketuban. (Brace 1997)
  4. Jika plasenta ibu tidak berfungsi dengan baik, ini dapat menyebabkan penurunan cairan ketuban. Ketika ini terjadi, mungkin karena ibu memiliki kondisi serius seperti pre-eklampsia atau pembatasan pertumbuhan intrauterin. (Beloosesky dan Ross 2012)

Faktor Bayi

  1. Jika bayi memiliki masalah dengan saluran kemih atau ginjal, ini dapat menurunkan aliran urin. (Brace 1997). Dalam 14 hari sebelum dimulainya persalinan spontan, urin bayi mulai menurun. (Stigter, Mulder et al. 2011)
    bayi juga menelan cairan  ketuban lebih banyak, sehingga mengarah ke penurunan kadar cairan. (Brace 1997)
  2. Jika bayi post mature (setelah 42 minggu), dia mulai menelan secara signifikan lebih banyak cairan, memberikan kontribusi untuk penurunan cairan ketuban. (Brace 1997)
  3. Jika bayi memiliki cacat lahir, ia mungkin menelan air ketuban secara signifikan lebih banyak lagi, yang bisa memngarahkan ke diagnosa ketuban kurang. (Beloosesky dan Ross 2012)

Apa cara terbaik untuk mengukur tingkat cairan ketuban?

Metode standar emas adalah dengan menyuntikkan kantung ketuban dengan pewarna dan kemudian mengambil sampel cairan ketuban untuk memeriksa pengenceran. Namun, metode ini sangat invasif. Jadi metode yang paling umum digunakan sebagai pengganti adalah dengan dua teknik ultrasound:  amniotic fluid index (AFI) dan thesingle deepest pocket  (Gilbert 2012).

Untuk menghitung AFI, dokter akan membagi uterus/rahim menjadi 4 daerah/bagian. kandungan cairan di masing-masing daerah/bagian diukur, kemudian 4 angka-angka ini ditambahkan membentuk AFI. Nilai AFI 5 cm atau kurang dianggap oligohidramnion. Dengan metode ini, dokter mencari daerah atau bagian yang cairan ketubannya di dalam rahim. Jika bagian terbesar kurang dari 2 cm dengan 1 cm, maka yang dianggap diagnosis oligohidramnion (Nabhan dan Abdelmoula 2009).

Yang penting untuk dipahami bahwa tingkat cairan ketuban ada pada kontinum dan bahwa tidak ada kesepakatan di antara para peneliti tentang cut-off value yang memprediksi hasil-tingkat AFI yang rendah sehingga angka 5  dipilih untuk menentukan oligohidramnion (Nabhan dan Abdelmoula 2009).

Selain itu, beberapa penelitian terbaru menyatakan bahwa pemeriksaan AFI dengan metode thesingle deepest pocket  adalah prediktor yang buruk dari volume cairan ketuban yang benar. Sebagai contoh, AFI menangkap hanya 10% dari semua kasus oligohidramnion benar (10% sensitivitas) (Gilbert 2012).

Ada beberapa faktor yang membuat sulit untuk mendapatkan pengukuran ultrasound akurat. karena ketika cairan ketuban jumlahnya menurun, maka hasil USG menjadi kurang akurat. Pengalaman pemeriksa juga dapat mengurangi keakuratan hasil tes, serta jumlah tekanan pemeriksa saat menempatkan  probe ultrasound.

Posisi bayi juga dapat mempengaruhi keakuratan hasil. (Nabhan dan Abdelmoula 2009; Gilbert 2012). artinya hampir sama seperti tehnik dalam fotografi, ketika sang photografer memotret dengan “angle” yang berbeda, tentu hasil foto juga akan berbeda.

Jadi apa cara terbaik untuk mengukur cairan ketuban?

Dalam review Cochrane, peneliti menggabungkan hasil dari 5 percobaan terkontrol acak dengan lebih dari 3.200 wanita. Dalam studi ini, ibu hamil secara acak baik dengan metode AFI atau metode thesingle deepest pocket.

Para peneliti menemukan bahwa ketika AFI digunakan untuk mengukur cairan ketuban, perempuan 2,4 kali lebih mungkin didiagnosis dengan oligohidramnion, 1,9 kali lebih mungkin untuk diinduksi, dan 1,5 kali lebih mungkin untuk dilakukan caesar untuk diagnosa gawat janin tanpa perbaikan yang sesuai pada hasil bayi.

Para peneliti menyimpulkan bahwa pengukuran thesingle deepest pocket, memiliki risiko yang lebih sedikit dan harus menjadi cara yang lebih disukai untuk mengukur cairan ketuban (Nabhan dan Abdelmoula 2009).

Apa arti klinis nya apabila seorang ibu mengalami atau terdiagnosa ketuban kurang atau ketubannya sedikit di usia  37 minggu atau lebih?

Pada tahun 2009, 91% dari dokter percaya bahwa oligohidramnion , atau cairan ketuban rendah di kehamilan sehat, merupakan faktor risiko untuk hasil yang buruk dan 95% akan merekomendasikan induksi persalinan.(Schwartz, Sweeting et al. 2009).

  1. Locatelli et al. (2003) mempelajari 3.049 wanita hamil sehat yang antara 40 dan 41,6 minggu . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah rendah cairan ketuban (didefinisikan sebagai AFI ≤ 5) menyebabkan hasil yang buruk. Sebelas persen wanita memiliki cairan ketuban rendah, dan wanita memiliki tingkat induksi yang lebih tinggi  (83% vs 25%), caesar lebih tinggi (15% vs 11%). Bayi yang lahir dari ibu dengan cairan amnion rendah lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat lahir di bawah rata rata (13% vs 6%). Tidak ada perbedaan antara kelompok dengan pewarnaan mekonium, aspirasi mekonium, pH arteri umbilikalis <7, atau skor Apgar. Hanya ada satu yang lahir mati (dalam kelompok cairan normal) karena terdapat simpul dalam tali pusat.
    Setelah melakukan kontrol,  fakta yang terjadi bahwa beberapa ibu yang diinduksi dan beberapa ibu yang melahirkan pertama kali, para peneliti tidak menemukan hubungan antara sesar  dan cairan ketuban. Ini berarti bahwa induksi mungkin bertanggung jawab untuk tingkat caesar lebih tinggi pada kelompok cairan ketuban rendah. Namun, ketika para peneliti melakukan kontrol pada usia kehamilan, mereka menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara berat badan lahir rendah dan cairan ketuban yang rendah. Ini berarti bahwa ibu hamil dengan cairan amnion rendah adalah 2 kali lebih mungkin untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah.
  2. Manzaneres et al. (2006) membandingkan hasil dari 206 wanita hamil yang sehat yang diinduksi karena didiagnosa ketuban kurang dan 206 wanita hamil yang sehat dengan tingkat cairan ketuban yang normal yang melahirkan spontan. Para wanita di kedua kelompok melahirkan antara 37 dan 42 minggu. Para peneliti menemukan bahwa kelompok dengan cairan ketuban rendah lebih mungkin untuk memerlukan forceps atau  vakum saat melahirkan (26% vs 17%), bedah caesar (16% vs 6%), dan status janin tidak baik selama persalinan (8% vs 2%). status janin tidak baik (DJJ meningkat/ mengarah ke fetal destres) mungkin telah disebabkan oleh obat induksi, tapi penjelasan ini tidak diusulkan oleh penulis. Tidak ada perbedaan antara kelompok dengan berat lahir, skor Apgar, pewarnaan mekonium, atau pH tali pusat. Singkatnya, penulis menemukan ibu yang ketubannya kurang dan dilakukan induksi cenderung memiliki resiko yang lebih tinggi untuk operasi Sesar.
  3. Ada satu studi percontohan kecil dilakukan di mana peneliti secara acak meneliti ibu dengan ketuban kurang namun tidak dilakukan induksi. ternyata Tidak ada perbedaan antara kelompok dalam hasil apapun, termasuk berat lahir, persalinan caesar, maupun skor Apgar.(Ek, Andersson et al. 2005).

Jadi apa bukti untuk melakukan  induksi dengan alasan cairan ketuban rendah (tanpa komplikasi lain)?

Tidak ada bukti bahwa menginduksi persalinan pada ibu dengan ketuban yang kurang dapat memiliki dampak menguntungkan pada hasil ibu atau bayi. Berdasarkan kurangnya bukti, maka setiap rekomendasi untuk dilakukan induksi untuk kasus ketuban yang kurang sebenarnya akan menjadi rekomendasi yang lemah berdasarkan pendapat klinis saja.

semoga bisa menjadi bahan perenungan

salam hangat

Referensi:

  1. http://www.medscape.com/viewarticle/773578_8
  2. https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/002220.htm
  3. http://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/pregnancy-week-by-week/expert-answers/low-amniotic-fluid/faq-20057964
  4. Ross MG, Ervin MG, Novak D. Placental and fetal physiology. In: Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL, at al, eds. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. 6th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2012:chap 2.
  5. Schwartz, N., R. Sweeting, et al. (2009). “Practice patterns in the management of isolated oligohydramnios: a survey of perinatologists.” J Matern Fetal Neonatal Med 22(4): 357-361.
  6. Beloosesky, R. and M. G. Ross. (2012). “Oligohydramnios.”   Retrieved 8/20/12, 2012, from www.UpToDate.com
  7. Brace, R. A. (1997). “Physiology of amniotic fluid volume regulation.” Clin Obstet Gynecol40(2): 280-289
  8. Chamberlain, P. F., F. A. Manning, et al. (1984). “Ultrasound evaluation of amniotic fluid volume. I. The relationship of marginal and decreased amniotic fluid volumes to perinatal outcome.” Am J Obstet Gynecol 150(3): 245-249.
  9. Chauhan, S. P., M. Sanderson, et al. (1999). “Perinatal outcome and amniotic fluid index in the antepartum and intrapartum periods: A meta-analysis.” Am J Obstet Gynecol 181(6): 1473-1478.
  10. Ek, S., A. Andersson, et al. (2005). “Oligohydramnios in uncomplicated pregnancies beyond 40 completed weeks. A prospective, randomised, pilot study on maternal and neonatal outcomes.” Fetal Diagn Ther 20(3): 182-185.
  11. Feldman, I., M. Friger, et al. (2009). “Is oligohydramnios more common during the summer season?” Arch Gynecol Obstet 280(1): 3-6
  12. Gilbert, W. M. (2012). Amniotic Fluid Disorders. Obstetrics: Normal and Problem Pregnancies. S. G. Gabbe. Philadelphia, PA, Elsevier. 6.
  13. Locatelli, A., P. Vergani, et al. (2004). “Perinatal outcome associated with oligohydramnios in uncomplicated term pregnancies.” Arch Gynecol Obstet 269(2): 130-133.
  14. Nabhan, A. F. and Y. A. Abdelmoula (2009). “Amniotic fluid index versus single deepest vertical pocket: a meta-analysis of randomized controlled trials.” International journal of gynaecology and obstetrics: the official organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics 104(3): 184-188.
  15. Patrelli, T. S., S. Gizzo, et al. (2012). “Maternal hydration therapy improves the quantity of amniotic fluid and the pregnancy outcome in third-trimester isolated oligohydramnios: a controlled randomized institutional trial.” J Ultrasound Med 31(2): 239-244.
  16. Schwartz, N., R. Sweeting, et al. (2009). “Practice patterns in the management of isolated oligohydramnios: a survey of perinatologists.” J Matern Fetal Neonatal Med 22(4): 357-361.
  17. Stigter, R. H., E. J. Mulder, et al. (2011). “Fetal urine production in late pregnancy.” ISRN Obstet Gynecol 2011: 345431.
  18. Ulker, K., I. Temur, et al. (2012). “Effects of maternal left lateral position and rest on amniotic fluid index: a prospective clinical study.” J Reprod Med 57(5-6): 270-276.

 

Tips Bagaimana Mengatakan ke Keluarga, Jika Memilih Lahiran Dirumah

Tips Lahiran Dirumah

“Kamu mau ngapain? kamu mau melahirkan dimana katamu? melahirkan di rumah?  Apa? ….kamu gila??? Kamu nggak bercanda kan??? “

Ya, kalimat kalimat itulah yang seringkali muncul ketika seorang ibu hamil menyatakan keinginan mereka untuk melahirkan di rumah.

Sebut saja mbak Anggi dan mas Theo, beliau adalah klien saya dari Jakarta. dan beliau berhasil melahirkan dirumah dengan sangat nyaman saat itu. saat kami berbincang bincang, mas Theo bercerita dengan menggebu nggebu tentang respon keluarga mereka ketika mas Theo menyatakan kepada keluarganya tentang keinginannya untuk mendukung istrinya melahirkan di rumah. tentu dengan berbagai pertimbangan dan perdebatan yang alot alhasil mas Theo dan mbak Anggi mendapatkan lampu hijau dari keluarga untuk melahirkan di rumah.

Dan kejadian menarik yang diceritakan mas Theo kepada saya adalah:

saat itu di ruang tengah, disitu ada mama, papa, kakak, dan ada nenek juga.  ketika kami mengutarakan keinginan untuk melahirkan di rumah, semua orang menentang kecuali nenek saya. saat kami berdebat seru hingga Anggi nangis nangis, tiba tiba nenek bilang begini : “Dulu Nenek juga melahirkan semua anak nenek termasuk papa kamu di rumah juga kok.” dan seketika itu juga papa yang semula sangat keras menentang usul kami tiba tiba diam membisu. dan ketika “suhu” udah mulai menurun, papa akhirnya bertanya kepada kami tentang apa alasan kami untuk memilih melahirkan di rumah. dan ketika kami menjelaskan tentang semuanya dari A sampai Z, tentang Birth Plan kami, alhasil semua keluarga setuju dan akhirnya mendukung keinginan kami. dan…lahirlah Kheiza….anak kami yang cantik ini di Rumah Kami yang Indah ini.

Ya…ketika Anda berniat untuk melahirkan di rumah, seringkali tantangan terbesar adalah, BAGAIMANA CARA NGOMONG nya kepada orang tua?

Bayangan bakalan di tolak, tidak disetujui, bahkan di marahin serta di tentang habis habisan seakan sudah terpampang nyata di depan mata, bahwa respon itu yang akan terjadi, begitu Anda mengutarakan keinginan Anda kepada orang tua.

Dan, banyak sekali klien saya yang akhirnya harus melahirkan di RS maupun klinik, karena keluarga tidak mendukung pilihan mereka untuk melahirkan di rumah.

Alasan Menolak Lahiran Dirumah

Berikut ini berbagai alasan yang muncul mengapa keluarga menolak usulan Anda untuk melahirkan di rumah:

  1. Takut terjadi apa apa pada diri Anda (komplikasi)
  2. Takut Repot
  3. (mungkin Anda bisa menambahkan lagi alasan selain itu?)

Begini Tipsnya

Lalu bagaimana tips untuk mengutarakan keinginan Anda tentang Melahirkan di RUMAH kepada keluarga?

  1. Mengenali diri sendiri . Tahu alasan Anda mengapa Anda memilih melahirkan di rumah. karena tentu orang-orang akan bertanya mengapa, dan sangat bagus jika Anda dapat mengartikulasikan alasan Anda dengan jelas dan penuh percaya diri. Jika Anda tidak dapat mengkomunikasikan alasan Anda, maka itu akan dianggap sebagai tanda ketidakpastian/ kebimbangan  dan tentu orang-orang akan sangat menentang keras pilihan Anda.
  2. Ada banyak cerita tentang birth trauma  di luar sana. Ketika Anda berbicara tentang keinginan untuk melahirkan di rumah, mungkin saja Anda akan mendengar semua cerita horor tentang melahirkan. “_______ Hampir mati karena ______. Untung dia di rumah sakit.” Ya, Tentu saja, banyak cerita-cerita horor yang disebabkan oleh intervensi yang hanya terjadi di rumah sakit, tetapi orang-orang tidak mengerti tentang hal ini. atau mungkin Anda akan mendapatkan respon demikian: “Syukurlah si_____ ditangani seorang dokter yang terampil seperti dokter _____! coba kalau tidak?”. Nah bagaimana Anda berargument dengan hal hal ini, itu sangat penting sekali. karena sebagian besar orang menganggap bahwa proses persalinan adalah proses yang gawat darurat dan beresiko apabila tidak dilakukan di rumah sakit.
  3. Pertimbangkan audiens Anda. Memahami bahwa orang akan sudah merasa dihakimi karena pilihan mereka berbeda dari Anda. artinya begini, jangan mengutarakan kalimat kalimat yang seolah olah menghakimi orang lain karena pendapat dan pilihan mereka berbeda dengan anda. Misalnya, jika adikmu melahirkan semua anaknya dengan melalui operasi SC , walaupun Anda tahu bahwa Adik Anda melahirkan SC karena faktor ketidaktahuan (pengetahuan yang rendah) bahkan karena mereka adalah korban “bussines being born”, jangan pernah  mengatakan sesuatu seperti “bayi yang lahir dengan operasi SC tidak ikatan dengan ibu mereka seperti bayi yang lahir melalui vagina.” atau mengungkapkan pendapat bahwa “kalau belum melahirkan melalui vagina, belum bisa dikatakan sebagai ibu sejati”. Sebaliknya, ketika Anda tahu bahwa Anda akan mendiskusikan keinginan Anda ini dengan orang yang Anda pikir akan merasa sangat diasingkan atau dihakimi, mungkin ada baiknya Anda memilih kata kata dan kalimat yang halus dan tidak menyinggung mereka, atau mungkin Anda hanya mengungkapkan gambaran besar tentang alasan Anda. karena mungkin mereka akan lebih menghargai itu.
  4. Di kota besar, sebagian besar orang melahirkan di fasilitas kesehatan. sedangkan di desa, sebagian besar orang melahirkan di rumah mereka atau di rumah bidan mereka. Kota dan NDESO. ya banyak sekali anggapan bahwa kota itu lebih baik dari pada Desa. dan tentunya orang kota lebih baik dari orang desa. bahkan tidak sedikit orang menjadi malu karena mereka lahir dan besar di desa (kalau bagi saya pribadi saya bangga jadi orang desa) sehingga ketika anda mengungkapkan keinginan untuk melahirkan dirumah, seringkali anda akan di cap sebagai orang Ndeso. ==> Ndeso berarti Kuno/ Udik (dalam artian negatif). Anda mungkin akan mendapatkan tanggapan seperti ini: “kayak kagak ada dokter dan rumah sakit aja!” 
  5. Jika Anda merasakan permusuhan/perdebatan yang tidak sehat, mundur.  Tidak peduli dengan apa yang mereka katakan, Anda tidak mengubah rencana Anda, dan tidak peduli apa yang Anda katakan, mereka tidak mengubah pendapat mereka. yang mana dalam situasi ini tidak ada yang menang dan kalah, maka jangan melanjutkan pembicaraan pada saat ini karena ini tidak akan produktif, dan hanya akan menimbulkan perasaan yang tidak nyaman di kedua belah pihak. Tunjukkan niatan baik Anda dengan mengakhiri diskusi,  Jangan justru mengambil umpan untuk perdebatan sengit selanjutnya.
  6. Menawarkan informasi, tetapi tidak memaksakan sebuah informasi. Ini bukan tugas Anda untuk mendidik dunia tentang melahirkan dirumah. karena Jujur, tak ada yang peduli.
  7. Hargai pendapat mereka. seandainya mereka tidak sependapat dengan Anda, hargailah.
  8. Ungkapkan birth plan Anda. artinya selain mengutarakan keinginan dan alasan anda untuk melahirkan di rumah, tentu saja Anda harus mengutarakan juga berbagai pilihan yang lain, tentang birth plan Anda? plan A, plan B, plan C dan bahkan Anda harus mengutarakan dan menunjukkan tentang apa saja yang anda upayakan untuk bisa sukses melahirkan di rumah. siapapun tidak ingin  Anda “celaka” bukan? Artinya jika Anda ingin melahirkan di rumah ya bukan BONEK aliyas Bondo Nekad/ modal nekad.
  9. Selalu kirim salam damai dan cinta kepada keluarga Anda. dan niatkan bahwa keluarga Anda akan mendukung pilihan Anda ini.

Pilihan melahirkan dirumah tentu tidak bisa sembarangan. Ada banyak hal yang harus Anda pertimbangkan. jadi Bijaklah menyikapinya.

semoga bermanfaat

salam hangat

yesie

 

Pentingnya Microbiome Manusia

Apa Itu Microbiome?

Film ini adalah salah satu film yang sangat saya rekomendasikan selain beberapa film dokumenter yang lain seperti “birth into being” dan “business being born

Film ini mengeksplorasi korelasi antara microbiome dan kesehatan manusia dan penyakit. dikaitkan dengan, obesitas , kanker, gangguan kesehatan mental, asma, dan autisme. nah karena saya bidan, maka saya akan mencoba mengkaitkan dengan kesehatan ibu dan anak serta kualitas generasi berikutnya.

Apa Microbiome Manusia?

silahkan lihat cuplikan video ini:

Kemudian coba amati dan cermati infografi berikut:

johnsoncash_human_microbiome_copy_pdf__page_5_of_13_-2

 

Pra-konsepsi dan Kehamilan

Kepercayaan umum diterima dan diyakini saat ini adalah bahwa bayi dalam rahim adalah steril (apabila ketuban belum pecah). padahal sebenarnya tidaklah demikian. karena  mikrobiota usus ibu mungkin dapat mentranslokasi ke bayi / plasenta melalui aliran darah (Jiménez et al 2008;.. Metamoros et al 2013;. Rautava et al 2013;. Zimmer 2013). Dan ekosistem yang unik dari bakteri dalam plasenta mungkin berasal dari bakteri di mulut ibu.

Karena ada perubahan mikrobiota perempuan selama kehamilan dan berdampak pada metabolisme (Prince et al 2014). itulang mengapa para ibu hamil harus semakin aware dengan kehamilanya dengan microbiome yang sehat dan mempertahankannya.

Sayangnya gaya hidup modern kita sangat tidak ramah dengan microbiome, dan banyak dari kita memiliki dysbiosis (ketidakseimbangan dalam bakteri usus). Dysbiosis dan terlalu banyak bakteri ‘salah’ telah dikaitkan dengan ketuban pecah dini dan kelahiran prematur (Fortner et al 2014). Penyakit gusi (bakteri) juga telah dikaitkan dengan pra jangka kelahiran. Saran:

  1. Anda adalah apa yang Anda makan … dan  mikrobiota ada di makanan yang Anda makan. Makanlah makanan yang memelihara microbiome Anda: tidak makan racun; makan banyak serat difermentasi – sayuran bertepung seperti kentang manis – mereka mikrobiota makanan; makan makanan fermentasi dll – mereka mengandung probiotik. makanan probiotik  juga dapat membantu menyeimbangkan mikrobiota vagina (Hantoushzadeh et al 2012;. Rautava et al 2013.).
  2. Jika usus Anda bermasalah, maka sembuhkan dan kembalikan keseimbangan mikrobiota. Anda bisa mengkonsumpsi makana yang mengandung probiotik.
  3. Meminimalkan stres. Stres akan berpengaruh dengan mikrobiota usus Anda – Chris Kresser menjelaskan bagaimana – dan ibu dapat lulus dari efek stres untuk bayi mereka melalui bakteri (Bailey et al 2011; Zijimans 2015.). Mungkin perawatan antenatal harus melibatkan sugesti yang positif dan pijat santai daripada melakukan tindakan uji klinis yang konstan dan diskusi tentang risiko?
  4. Hindari produk kulit yang mengandung antimikroba (misalnya sabun pencuci tangan.), Dan produk untuk membersihkan rumah – Anda dapat menonton youtube menjelaskan kekhawatiran FDA tentang produk tersebut.
  5. Hindari obat yang tidak perlu  (Bengmark 2012) terutama antibiotik (Cotter et al. 2012). Lihat Chris Kresser untuk lebih jelasnya kembali. antibiotik dan apa yang harus konsumsi jika memang benar benar Anda membutuhkannya.
  6. Berhenti merokok (Biedermann et al. 2013).

Kelahiran

Menurut penelitian, Ada perbedaan antara microbiome antara bayi yang lahir melalui vagina dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan operasi  SC (Azad, et al 2013;. Penders et al 2006;. Prince et al 2014.). Selama proses persalinan per vagina bayi terpapar dengan banyak bakteri di vagina dan feses ibu.

Koloni bakteri manusia awal menyerupai mikrobiota vagina ibu – didominasi Lactobacillus, Prevotella dan Sneathia. Seorang bayi lahir dengan c-section terpapar oleh bakteri di lingkungan rumah sakit dan kulit ibu – didominasi Staphylocci dan C difficile.

Mereka juga memiliki tingkat signifikan lebih rendah dari Bifidobacterium dan keragaman bakteri lebih rendah daripada bayi yang lahir melalui vagina. Perbedaan-perbedaan ini dalam microbiome mungkin menjadi alasan untuk terjadinya peningkatan risiko penyakit tertentu bagi bayi yang lahir dengan Operasi SC dalam jangka panjang.

Lingkungan di mana bayi lahir juga mempengaruhi kolonisasi awal mereka. Sebuah studi oleh Penders et al. (2006) menemukan bahwa bayi yang lahir melalui vagina di rumah dan kemudian ASI eksklusif memiliki mikrobiota yang paling ‘menguntungkan’ usus.

Sampai saat ini belum ada yang telah meneliti bagaimana dengan waterbirth dan microbiome. Mungkin Kesempatan kolonisasi dan infeksi streptokokus grup B (GBS) dikurangi dengan waterbirth (Cohain 2010; Neugeborene et al 2007.).

Hal ini mungkin karena dilusi dari GBS atau kolonisasi tambahan bayi dengan bakteri menguntungkan. topik penelitian lain di masa depan adalah hubungan antara kelahiran caul (ketuban utuh) dan microbiome tersebut. Apakah bayi lahir yang lahir caul yang kehilangan kolonisasi melalui vagina?

Apa yang kita tahu adalah bahwa paparan antibiotik mengubah microbiome pada orang dewasa (lihat gambar di atas). Sebuah studi pada tahun 2011 menemukan bahwa antibiotik yang diberikan saat proses persalinan meningkat kejadian resistensi antibiotik ketika digunakan untuk mengobati infeksi bakteri serius pada bayi (Ashkenazi-Hoffnung 2011).

Sebuah studi yang lebih baru menemukan bahwa antibiotik diberikan selama persalinan atau c-section berhubungan dengan mikrobiota dysbiosis pada usus bayi  (Azad et al. 2016). namun bukan berarti pemberian antibiotik tidak diperbolehkan, karena kita harus mempertimbangkan pemberian antibiotik apabila terjadi ketuban pecah dini dan demam, maupun ibu yang melakukan operasi SC tentunya dengan proporsi yang signifikan.

  • Dari berbagai penelitian di atas, lalu film dokumenter tersebut, bisa disimpulkan bahwa proses persalinan pervaginam dan di lakukan do lingkungan ibu sendiri merupakan proses yang paling menguntungkan karena ini adalah “benih” dari microbiome yang sehat untuk bayi (Penders et al. 2006).
  • Dari penelitian penelitian yang ada, ternyata yang terbaik adalah meminimalkan kontak fisik dari provider (bidan/dokter) di vagina ibu, perineum dan bayi saat dilahirkan, jadi minimal melakukan VT.
  • Hindari pemberian antibiotik yang tidak perlu selama persalinan. Jika antibiotik diperlukan untuk ibu dan bayi setelah lahir.
  • Nah ini ada hal yang menarik : Apabila bayi lahir dengan c-section … Penelitian saat ini adalah dengan penggunaan penyeka vagina. Hasil awal yang ditemukan bahwa microbiome dari bayi yang diusap (walaupun lahir SC) sangat mirip dengan bayi yang lahir per vagina. Protokol para peneliti yang digunakan adalah:
    – mengambil sepotong kain kasa yang dibasahi cairan normal saline, kemudian dilipat seperti tampon dan dimasukkan ke dalam vagina ibu, lalu di biarkan selama 1 jam, kemudian keluarkan sebelum operasi dan simpan di wadah yang steril. lalu segera setelah bayi lahir, kasa ini di swab / di usapkan ke mulut, wajah dan tubuh  bayi (Anda dapat melihat foto dari proses ini di sini) anda juga bisa lihat artikelnya disini  dan disini juga disini (ternyata banyak ya)
  • Apabila Seorang  bayi lahir dengan operasi SC sangatlah penting untuk mendorong dan mendukung ibu untuk menyusui. karena bayi akan mendapatkan asupan probiotik tambahan.

* Ada sedikit perdebatan tentang keamanan vagina swab pada operasi SC di media. nah coba buka artikel ini dan silahkan berpendapat.

Setelah proses kelahiran

Setelah lahir, kolonisasi bayi dengan mikrobiota terus terjadi melalui kontak dengan lingkungan dan menyusui. Ada perbedaan yang signifikan dalam mikrobiota bayi yang minum ASI dibandingkan dengan bayi yang minum susu formula (Azad, et al 2013;. Guaraldi & Salvatori 2012).

Bakteri menguntungkan secara langsung diangkut ke usus bayi dengan ASI dan oligosaccarides dalam ASI yang mendukung pertumbuhan bakteri ini. Perbedaan dalam microbiome usus bayi susu formula dapat mendukung risiko kesehatan yang berhubungan dengan pemberian susu formula. Dalam jangka pendek, kolik bayi dapat dikaitkan dengan Proteobacteria tingkat tinggi  dalam usus bayi.

Nah ada baiknya sarannya adalah:

  • Segera setelah lahir, dan pada hari-hari pertama, bayi harus menghabiskan banyak waktu dengan telanjang di dada  ibunya.
  • Hindari memandikan bayi selama setidaknya 24 jam setelah lahir, dan kemudian hanya menggunakan air biasa selama minimal 4 minggu (Tollin et al. 2005).
  • Jika di rumah sakit, cobalah untuk ijin dengan pihak rumah sakit agar Anda dapat menggunakan linen Anda sendiri dari rumah untuk bayi.
  • Meminimalkan penanganan bayi oleh anggota non-keluarga selama minggu pertama – terutama kontak kulit ke kulit.
  • Menyusui secara eksklusif. Jika hal ini tidak mungkin mempertimbangkan dukungan probiotik.
  • Jangan memberi antibiotik yang tidak perlu. Sekali lagi, jika antibiotik diperlukan, maka tambahan probiotik perlu dipertimbangkan.
  • Probiotik juga dapat bermanfaat untuk bayi menderita kolik.

Ringkasan

Paparan microbiome selama proses Kehamilan, kelahiran dan menyusui ternyata sangat penting karena itu memiliki efek jangka panjang pada kesehatan. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengeksplorasi cara terbaik untuk mendukung pembibitan/pengembangbiakan dan pemeliharaan microbiome yang sehat selama periode kunci ini.

Apabila Anda tertarik untuk memahami lebih lanjut, Anda bisa lihat di beberapa ling ini:

  1. http://www.oneworldbirth.net/microbirth/
  2. https://www.scienceandsensibility.org/the-healthy-birth-dyad-or-triad-exploring-birth-and-the-microbiome/
  3. http://www.bellybelly.com.au/birth/seeding-baby-vaginal-swabbing/
  4. https://blogs.crikey.com.au/croakey/2014/08/28/is-society-being-reshaped-on-a-microbiological-and-epigenetic-level-by-the-way-women-give-birth/

salam hangat

Yesie

Pemeriksaan Vagina dalam persalinan : Haruskah?

Perlukah Pemeriksaan Vagina?

Setiap kali ngobrol dengan para ibu yang pernah melahirkan, baik saat itu dia datang ke kelas saya di hamil kedua atau berikutnya, maupun ketika kami bertemu saat kunjungan paska persalinan (kunjungan nifas), saat saya bertanya seputar pengalaman yang tidak menyenangkan selama proses persalinan (berkaitan dengan tindakan atau intervensi), sebagian besar mengatakan = Pemeriksaan Vagina/ Pemeriksaan Dalam/ Vaginal Toucher (VT) adalah hal yang paling dirasa tidak nyaman.

Bahkan tindakan VT ini sering kali menjadi salah satu tindakan yang traumatic.

Kalau dilihat dari kacamata klien (ibu) tentu nya klien akan sangat senang sekali apabila selama proses persalinan normal mereka tidak ada intervensi apapun termasuk pemeriksaan vagina (VT). Namun di sisi lai VT sangat berguna bagi kami (provider) dalam beberapa situasi. Namun sebenarnya penggunaan VT secara rutin dalam upaya menentukan kemajuan persalinan mulai dipertanyakan saat ini.

Menurut Penelitian

Ada banyak penelitian yang mulai mempertanyakan asuhan dengan pendekatan yang terpusat pada pembukaan servik / Cervix centris. Nah saya berharap postingan artikel ini menginspirasi Anda untuk mempertimbangkan kembali keyakinan dan praktek Anda mengenai pemeriksaan VT secara rutin ini.

Sejarah VT

Terkadang sayapun dibuat heran, mengapa kita bisa sangat terpaku pada sebuah area atau organ yang sangat kecil di tubuh wanita? Saat berkaitan dengan proses persalinan yang sebenarnya begitu komplek dan multidimensi?

Saat saya membaca sebuah artikel yang di tulis oleh Dahlan et al. (2013) yang membahas tentang VT, tampaknya tindakan VT ini sudah dilakukan sejak dahulu kala, namun, tindakan ini biasanya dilakukan untuk kasus patologi atau kelainan, misalnya pada saat persalinan, di duga ada presentasi janin yang tidak biasa (sungsang/kepala tidak optimal.

Misalnya presentasi muka, puncak kepala, dahi dll) artinya VT digunakan untuk melakukan penilaian terhadap sebuah komplikasi. sebuah buku kebidanan dari prancis mengatakan demikian: “Too much vaginal meddling is bad too: the best thing is to wait patiently, alert to all cues” – French midwife Madame du Coudray [1563-1636] yang artinya terlalu banyak campur tangan di vagina akan berakibat buruk juga, jadi ada baiknya kita bersabar. ini dikutip  dalam artikel Dahlen et al 2013.

Pemberian asuhan kebidanan bahkan intervensi medis yang dilakukan saat ini dipengaruhi oleh gagasan bahwa tubuh dapat dipahami seperti mesin, dengan bagian-bagian berbeda yang dapat dipelajari dan dipahami secara terpisah.

Tubuh ibu bersalin di bagi menjadi bagian-bagian fisik – rahim, leher rahim, bayi – dan tentunya dengan sangat sistematis, sebuah pemahaman tentang kemajuan proses persalinan di buat secara linear (McCourt 2010).

Sehingga dalam buku diktat kebidanan modern. sehingga pada 1970-an, berdasarkan pendekatan reduksionis dan linear ini, partogram  menjadi patokan dalam proses penilaian kemajuan persalinan secara medis.

Tujuan dari pembuatan partogram adalah untuk mengukur dan mengontrol kemajuan persalinan dengan memplot dilatasi serviks ke dalam sebuah grafik, bersamaan dengan pengukuran turunnya kepala bayi.

Jika serviks tidak membuka sepanjang waktu yang ditentukan (1cm per jam), maka proses persalinan dianggap “gagal” atau “tidak mengalami kemajuan” sehingga intervensi untuk memicu agar terjadi kemajuan dalam persalinan diberikan, yaitu. dipercepat dengan ARM (Artificial Rupture Membran/ pemecahan selaput ketuban) atau pemberian induksi dengan oksitosin sintetik.

Update Ilmu Terkini : pemahaman baru dan kontradiksi

Dalam beberapa tahun terakhir, pengetahuan baru tentang fisiologi proses persalinan dan penelitian terbaru telah menantang asuhan kebidanan dengan pendekatan yang berpusat pada serviks atau disebut (the cervical-centric approach) untuk penilaian kemajuan persalinan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pola /pattern dalam proses persalinan seorang wanita tidak selalu  sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh partogram. A Cochrane Review (2013) yang meneliti tentang penggunaan partograms di persalinan normal menyimpulkan bahwa:

we cannot recommend routine use of the partogram as part of standard labour management and care

Yang artinya Atas dasar temuan ulasan dari penelitian tersebut, kita tidak bisa merekomendasikan penggunaan rutin partogram sebagai bagian dari standart asuhan dan management dalam asuhan kebidanan.

Partograms dan VT akan saling berkaitan – mengisi partogram membutuhkan pemeriksaan vagina rutin untuk “dimasukkan” dan dinilai dan dituangkan ke dalam  grafik. Namun, tidak ada bukti bahwa VT secara rutin dalam persalinan meningkatkan hasil bagi ibu maupun bayi.

A Cochrane Review (2013) menyimpulkan bahwa: “Kami mengidentifikasi ada bukti yang meyakinkan untuk mendukung, atau menolak, penggunaan pemeriksaan vagina rutin dalam proses persalinan …” (Downe et al 2013.). Studi terbaru lain (Ferrazzi et al. 2015) menemukan bahwa dilatasi serviks selama persalinan alami spontan adalah non-linear dan tak terduga.

Tanpa bukti yang cukup untuk penggunaan partogram, atau VT rutin pasti akan ada perdebatan di kalangan akademisi hal ini. karena bagaimanapun juga penggunaan partogram sudah dilakukan sejak lama dan diyakini menjadi sesuatu yang benar oleh kalangan tenaga kesehatan, dan Sayangnya kita sangat serviks-centric yang mana solusi yang diusulkan dalam asuhan persalinan masih melibatkan pengukuran serviks. maka, Zhang et al. (2015) dalam penelitian mereka  mengatakan demikian :

Forcing a deceleration phase to be part of the labor curve may have artificially raised the speed of progression in the active phase with a particularly large impact on earlier labor between 4 and 6 cm. Finally, any labor curve is illustrative and may not be instructive in managing labor because of variations in individual labor pattern and large errors in measuring cervical dilation. With the tools commonly available, it may be more productive to establish a new partogram that takes the physiology of labor and contemporary obstetric population into account.

Dan Pada Konferensi ICM di Praha (2014) dan di hasil penelitian dari Universitas California (silahkan buka link disini ) itu diusulkan bahwa pencatatan kedalam partogram (yaitu. jam) harus dimulai saat pembukaan 6 cm. bukan pembukan 4 cm ini bertujuan untuk menghindari intervensi yang tidak perlu.

Memang, diakui setelah mengerti tentang banyaknya penelitian ini, tentu akan ada juga keengganan untuk mengubah kebijakan rumah sakit, didukung oleh kebutuhan untuk mempertahankan norma-norma budaya.

Dis sisi lain The Cochrane review pada penggunaan partograms  menyatakan bahwa mereka tidak dapat direkomendasikan untuk digunakan selama ‘perawatan persalinan standar’: “Mengingat fakta bahwa partogram saat ini digunakan secara luas dan berlaku umum, tampaknya wajar, sampai bukti kuat tersedia, bahwa penggunaan partogram harus ditentukan secara lokal. “karena Sekali lagi, intervensi dilaksanakan tanpa bukti memerlukan bukti ‘kuat’ sebelum dihapus.

Kenyataannya adalah bahwa kita tidak mungkin untuk mendapatkan apa yang dianggap sebagai ‘bukti kuat’ (yaitu. penelitian dengan sistem randomised controlled trials) karena etika penelitian dan budaya dalam proses bersalin.

Dan sampai saat ini Pedoman untuk perawatan asuhan persalinan yaitu terus melakukan VT setiap 4 jam sekali dan referensi satu sama lain daripada setiap penelitian yang sebenarnya untuk mendukung ini (NICE, Queensland Health).

Hal yang menarik adalah sejauh ini proses persalinan tidak selalu dapat diprediksi lama nya. tidak selalu setelah seorang ibu mengalami pembukaan 6cm lalu akan selalu mengalami pembukaan lengkap 4 jam kemudian.

Karena sebenarnya ada banyak sekali faktor yang mempengaruhi kecepatan dan lama proses pembukaan persalinan antara lain seperti konsisi kematangan serviks itu sendiri, kekuatan , durasi dan frekuensi kontraksi tu sendiri serta bagaimana perilaku serta mind set seorang ibu bersalin.

Bisa saja jam 10.00 wib seorang ibu di VT dan dinyatakan pembukaan 6 cm, lalu ternyata 1/2 jam kemudian pembukaan lengkap. Nah yang menimbulkan pertanyaan “mengapa repot-repot melakukan VT”?

Wacana serviks-centric begitu tertanam pada mindset kita. Meskipun seorang bidan selalu mengedukasi dan mendukung seorang ibu serta mengatakan pada mereka untuk ‘percaya diri’ dan ‘mendengarkan tubuh mereka, tetap saja bidan mendefinisikan proses persalinan mereka melalui berapa centimeter.

Walaupun tidak jarang ketika seorang bidan menyatakan : “ibu ini belum dalam persalinan, dia baru mbuka 2cm”. tapi tau tau setengah jam kemudian si ibu tersebut tiba tiba ingin mengejan dan saat di vcek lagi ternyata kepala bayi sudah mau keluar. di sisi lain, tidak sedikit juga seorang ibu yang saat dilakukan pemeriksaan vagiba (VT) di nyatakan telah mengalami pembukaan 8 cm namun selama berjam jam (lebih dari 2 jam) tetap saja 8 cm dan tidak ada kemajuan.

Bahkan pengalaman saya sendiri, jam 21,00 saya pembukaan 7 cm (yang mana dokter SPOG menyatakan 3 jam lagi saya diperkirakan melahirkan dan prematur) ternyata meleset. karena saya baru melahirkan sekitar 8 minggu kemudian.

Pada beberapa ibu ibu yang memilih “anti mainstream” kemudian melahirkan dirumah atau bahkan melahirkan sendiri biasanya tidak memikirkan atau memusingkan seberapa lebar serviks saya membuka. namun terlepas dari pengetahuan dan keyakinan sebelumnya, saat ini sudah membudaya bahwa seorang ibu bersalin selalu “kepo” atau ingin tahu seberapa besar proses pembukaan nya karena ada keyakinan bawah sadar yang mendalam bahwa leher rahim dapat memberikan jawabannya.

(Machin & Scamell 1997). bahkan selama beberapa tahun kemaren, sebagian besar VT saya lakukan karena desakan para ibu bersalin, karena mereka ingin tahu kemajuan proses persalinan mereka.

Melakukan VT atau pemeriksaan dalam tentu tidak sembarangan. seorang wanita butuh informasi yang jelas, tentang konsekuensi potensial dari VT dan Andapun butuh persetujuan dari mereka sebelum melakukan VT.

Nah berikut ini beberapa hal yang seringkali dipikirkan tentang VT:

  • VT adalah tindakan invasif dan sering kali terasa menyakitkan bagi ibu (terutama yang pertama kali): Ada penelitian tentang pengalaman dilakukan VT yaitu (surprise). Kebanyakan ibu menyatakan sakit, beberapa melaporkan  ‘puas’ dengan pengalaman VT mereka, bahkan beberapa ada yang merasa trauma (Dahlen et al. 2013). dan saya sangat  tertarik dengan pendapat Anda tentang pengalaman dilakukan VT
  • Temuan hasil pemeriksaan bisa saja menyesatkan: hasil pemeriksaan servik yang di lakukan  tidak selalu signifikan dengan apa yang akan terjadi di masa mendatang. Oleh karena itu, temuan tidak dapat secara efektif menginformasikan keputusan tentang obat penghilang rasa nyeri atau intervensi lain (meskipun hal ini sering alasan diberikan untuk melakukan intervensi tersebut).
  • Pengukuran yang subjektif dan tidak konsisten antara praktisi: Ketepatan antara praktisi kurang dari 50% (Buchmann & Libhaber 2007). ini bener banget. karena hasil pemeriksaan antara satu petugas dengan petugas lain belum tentu sama. saat melakukan VT, bisa saja saya menyatakan bahwa sang ibu saudah pembukaan 3cm. namun ketika diperiksa ulang oleh orang lain, DSOG misalnya bisa saja menurut beliau masih pembukaan 1 cm longgar. Nah …mana yang benar?
  • VT seringkali membuat kita mengabaikan pengetahuan wanita itu sendiri dan memperkuat ‘ahli eksternal’ yaitu pendapat kita: Seringkali temuan tidak cocok dengan pengalaman para wanita dan hasilnya dapat melemahkan. misalnya seorang ibu datang ke RS dan saat dilakukan pemeriksaan dalam dinyatakan pembukaan 2 cm. sehingga ibu tersebut diminta untuk tiduran saja di kamar perawatan, namun setengah jam kemudian sang ibu merasakan dorongan yang sangat kuat serasa ingin mengejan. ketika melaporkan sensasi tersebut kepada bidan jaga, seringkali bidan jaga tidak percaya bahkan tidak memperbolehkan ibu tersebut mengikuti insting mereka. nah karena dorongan terlalu kuat sang ibu tidak bisa menahan baru bidan tersebut benar benar melakukan check ulang dan yang terjadi adalah ibu ini sudah pembukaan lengkap dan kepala sudah di pintu vagina. jadi..bagaimana dengan hasil VT 2 cm di setengah jam sebelumnya tadi?
  • VT dapat mengakibatkan pecah  membran/ selapt ketuban:  ini mengubah proses kelahiran dan meningkatkan risiko untuk bayi.
  • VT dapat meningkatkan kemungkinan  infeksi (Dahlen et al. 2013).

lalu jika tidak melakukan VT, darimana kita bisa menentukan kemajuan proses persalinan? berikut ini cara lain untuk mengetahui

Yang benar adalah bahwa tubuh seorang wanita sangatlah kompleks, unik dan beragam. Kelahiran adalah pengalaman multidimensi yang tidak dapat didefinisikan secara akurat oleh siapa pun di luar dari pengalaman.

Kami – mereka yang melahirkan dan / atau mendampingi proses kelahiran – pasti tahu persis mengenai ini. untuk melihat sebuah proses persalinan kita sebenarnya harus sangat peka dengan bagaimana cara dia (ibu bersalin) bergerak,  “Penelitian lain juga dijelaskan pendekatan ini dilakukan juga  untuk melakukan penilaian persalinan.

Dixon et al. (2014) dipetakan penelitian mereka tentang perjalanan emosional tenaga kerja dengan temuan dari studi sebelumnya, dan terintegrasi dengan fisiologi. Duff (2005) mempelajari perilaku ibu bersalin selama persalinan dan menciptakan alternatif ‘partogram’ berdasarkan temuannya.

Ada juga perubahan fisik yang terjadi pada tubuh ibu selama persalinan yang dapat dilihat dan menunjukkan kemajuan persalinan (misalnya tentang purple line). dan  serviks bukan satu-satunya indikator kemajuan persalinan.

memang, menilai perilaku ibu bersalin sangatlah individual dan membutuhkan pengalaman dan kepekaan yang tinggi, dan  mengandalkan metode ini mungkin menyesatkan dalam beberapa kasus. Tapi hanya mengandalkan VT saja  juga bisa jadi tidak akurat dan menyesatkan.

Saran 

  1. Berhati-hati dalam berbahasa dan cara kita berkomunikasi tentang proses persalinan kepada ibu hamil dan bersalin. Berhenti berbicara “hanya”tentang berapa centimeter dan mulai berbicara tentang perilaku dan tanda-tanda lain dari kemajuan persalinan (fisik maupun psikologis).
    Selama kehamilan: memberikan informasi yang jujur tentang VT ini, keterbatasan mereka dan potensi konsekuensi; dan alternatif. Ini juga harus mencakup informasi tentang kebijakan dalam pengaturan proses kelahiran yang mereka pilih, dan hak mereka untuk menolak rekomendasi tindakan.
    Misalnya, rumah sakit mungkin memiliki kebijakan ‘tiap 4 jam dilakukan VT ‘ – dan sebagai karyawan Anda wajib mengikuti kebijakan. Namun, kewajiban Anda adalah untuk menawarkan VT kepada ibu, tidak memaksa untuk melaksanakannya. karena melakukan VT tanpa persetujuan adalah pelanggaran standar profesional. Jika Anda memberikan wanita dengan informasi yang memadai , dan membuat jelas bahwa ini adalah sebuah ‘tawaran’ berdasarkan kebijakan (bukan kebutuhan Anda sendiri), lalu ibu menolak untuk di lakukan VT. Anda dapat dokumen keputusannya.
  2. Ketika mengkomunikasikan hasi temuan dari VT anda juga harus mengkomunikasikan yang jelas termasuk perubahan lain – misalnya “kepala bayi telah turun, posisi ubun ubun dimana” – dan posisi dan kondisi serviks – “itu melar, lembut, membuka, medial atau posterior atau anterior, melunak berapa persen”. Jika dia membutuhkan angka, sebutkan, tetapi tunjukkan bahwa Angka sebenarnya tidak terlalu penring. Jangan menggunakan temuan ini untuk mendikte perilakunya misalnya. mengejan sekarang atau jangan mengejan sekarang.

semoga bermanfaat

salam hangat

Yesie

Gentle Birth is About Faith (Birth Story)

Awal Cerita

Menjelang subuh, rabu 4 mei 2016, saya merasa nyeri datang dan pergi di perut bawah. seperti nyeri haid tapi jauh lebih kuat. sudah hampir tiga minggu si mbak mudik jadi seperti hari-hari sebelumnya, pagi itu saya beberes meja makan dan dapur, cuci piring, masukin pakaian kotor ke mesin cuci, nyapu, dan menyiapkan bekal naila sekolah.

Masih bisa saya lakukan sambil sesekali gerak dan goyang sana-sini saat nyeri datang.

jam 08:00 setelah naila berangkat sekolah, gelombang cinta dari rahim itu mulai rutin datang. saya tidak lepas dari apps kontraksi nyaman di hp yang sudah saya pasang sejak dua hari sebelumnya. setiap rasa itu muncul, saya berjalan mondar mandir, goyang-goyang, ataupun naik ke gym ball lalu memutar. saya lakukan pernafasan dalam ketika menjelang siang rasa itu semakin kuat.

Suami sengaja tidak ke mana-mana hari itu. di kamar sambil memijit, ngelap keringat, dan memantau saya. hospital bag sudah dia siapkan di mobil jikalau sewaktu-waktu harus ke rumah sakit. dia tampak santai dan tidak panik karena setiap kali bertanya ‘gimana, udah berasa sakit mi?’ saya jawab ‘biasa aja’ sambil masih ketawa-ketawa.


Jam 12.00 saya merasa ada flek-flek yang diikuti darah segar. kami memutuskan berangkat ke rumah sakit untuk mengecek pembukaan. saya diturunkan di pintu igd dan suami memarkir mobil. saya berjalan sendiri ke petugas dan di sana menunggu untuk dirujuk ke ruang bersalin. ‘mau pakai kursi roda atau jalan bu?’ ‘mau jalan sendiri aja’, kata saya. bergerak akan membuat rasa gelombang rahim tidak terlalu kuat.

Di ruang bersalin di lantai 3, saya dicek sana-sini. vt dan sudah pembukaan 1. ‘aaah lega, tinggal sembilan lagi,’ pikirku. saya perkirakan diperbolehkan pulang dulu.

Kemudian alat rekam jantung bayi dipasang di perut buncit saya. setiap kontraksi tiba, alat itu berbunyi lebih keras. berisik sekali. raut wajah bu bidan tidak terlihat gembira. ‘kita ulang lagi ya bu. setiap kontraksi denyut jantung janin selalu turun atau naik drastis di bawah 120 dan di atas 160’, katanya menjelaskan. ‘kalau kita ulang nanti hasilnya masih sama, ada kemungkinan harus caesar.’ saya terkejut sebentar.

Saya masih santai sambil sesekali melatih pernafasan setiap kali kontraksi datang. usai rekam jantung kedua, tiba-tiba masuk whatsap dari dr. adi: ‘bu harum, maaf ya. hasil ctg kurang menggembirakan walau sudah diulang’. adik tidak kuat dengan kontraksi sehingga gak bisa nunggu lebih lama lagi, yang berarti kontraksi lebih intens dan lebih kuat. akan sangat bahaya untuk adik.

Ditambah info dari bidan bahwa dr. adi merencanakan segera melakukan cito caesar karena emergency: fetal distress. sesaat saya ingat ilmu dari workshop bu yesie bahwa salahsatu alasan harus sc adalah fetal distress, selain plasenta previa dan pre eclampsia. deg! saat itu juga saya langsung switch otak ke plan b: operasi caesar.

Whatsapan dengan bu yesie sejak tadi diakhiri dengan ‘njenengan harus tetap rileks dan tenang ya mbak harum agar kondisi adik bayi tetap baik. karena kalo stress dan panik tidak akan membantu proses’.

Mama dan adik saya tiba di rs sebelum jam 3, waktu yang ditentukan untuk menjalani operasi. mereka datang sambil senyam-senyum tanpa khawatir sama sekali. ‘tenang aja..cuma sebentar kok,’ kata mama. segala macam prosedur saya ikuti. cek darah, hb, tensi, alergi, pasang infus, pasang kateter, ganti baju rs. saya ikuti semua sambil tetap tenang, dan mendengarkan musik relaksasi dari hape. asli…saya berasa nyantai banget! tanpa rasa khawatir sedikit pun.

Memasuki lobi ruang operasi dengan kondisi sudah digeledek di atas tempat tidur, saya lihat dr. adi berlari tergopoh-gopoh untuk menemui saya dan suami. kami mengobrol sebentar dan beliau menjelaskan grafik hasil ctg. beliau juga mengijinkan suami saya nanti masuk menemani. ah legaaa…

Di ruang operasi, saya tidak merasa takut sama sekali. apalagi dr ratih, spesialis anestesi menyambut saya dengan ramah ‘halo bu…saya dr ratih yang akan melakukan anestesi’ dan beliau menjelaskan prosedurnya serta efek yang akan saya rasakan setelah itu. suntikan di tulang belakang tidak terasa sakit sama sekali. perawat (atau asisten dokternya ya?) di sebelah kanan merangkul dan menggenggam tangan saya dengan nyaman saat anestesi dilakukan. tak lama kedua kaki saya tak bisa digerakkan.

‘kita mulai ya bu..’ kata dokter adi di sebelah kiri bawah saya. ‘naaaah ini dia obat paling manjurnya datang…’ kata dr ratih bercanda saat suami saya dengan pakaian steril lengkap duduk di sebelah kanan saya. sepanjang operasi, sesekali saya mengobrol dengan para nakes yang berada di ruang itu, sambil tangan saya digenggam dan dahi dielus-elus oleh suami. saya tidak merasa asing berada di ruang itu.

Sesaat sebelum ada rasa tidak nyaman sedikit di perut, dr adi dan dr ratih bergantian mengatakan kepada saya ‘tenang ya bu, setelah ini akan terasa agak tidak nyaman sedikit’ dan tak lama kemudian….’oeeeeeeek!!!’ tangis bayi mungil itu terdengar dan wajah gembilnya terlihat diarahkan ke saya. ‘ketuban bagus, plasenta bagus, tidak ada lilitan’ kata dr adi memberi laporan pandangan mata. ‘selamat ya pak..bu. lahirnya jam 15:45’

Tak lama kemudian adik didekatkan ke saya. tapi karena kasusnya emergency, fetal distress…maka dr adi menjelaskan bahwa dokter anaknya tidak mengijinkan saya melakukan imd saat itu karena harus segera di-oksigen dan diobservasi. suami saya keluar untuk mengikuti adik ke kamar bayi, dan mengadzani Abizhar Naeem Nugroho.

Tinggallah saya di situ menanti jahitan selesai dilakukan. saya mulai menggigil kedinginan. sangat dingin. dr ratih menjelaskan bahwa itu salahsatu efek anestesi. beliau genggam tangan saya sambil berkata ‘yuk alihkan rasa dinginnya ke hal lain yang enak-enak, hangat-hangat’ saya pun pejamkan mata, nafas panjang buang nafas panjang, dan alihkan rasa dingin itu. berhasil!

Selesai penjahitan, dr adi pamit. saya ucapkan terima kasih. kembali ke kamar setelah beberapa saat di recovery room…alhamdulillah tidak ada rasa pusing, mual, dan rasa tak nyaman lainnya. keluarga terdekat sudah berkumpul semua: suami, naila, mama, mama mertua, kedua adik saya dan keponakan. hari-hari berikutnya mereka bergantian menemani saya.

Paginya, saya sudah bisa miring kiri kanan untuk menyusui Izhar. dan dua hari setelah operasi saya sudah bisa duduk dan belajar jalan.

Saya bersyukur, persiapan fisik dan mental yang saya lakukan selama ini membuahkan hasil. gentle birth is not about vaginal vs caesarian birth. it’s about preparation. it’s about mindfulness, self consciousness.

~~~

Seperti pernah dikatakan oleh pak dokter obgyn, persiapan melahirkan itu seperti persiapan mengikuti marathon. perlu kesiapan mental, melatih fisik, mindset positif, dan memahami seluk beluk tubuh. oya, dan yang tak kalah penting, memilih tenaga dan fasilitas kesehatan yang baik, serta menentukan pendamping melahirkan yang tepat.

Untuk saya, analogi ini jelas sangat signifikan. saya lalu membayangkan bagaimana persiapan saya dua tahun lalu ketika akan mengikuti lomba lari half marathon sepanjang 21 km dan mendaki gunung rinjani setinggi 3726 mdpl.

Tidak hanya latihan fisik, tapi mental saya digembleng untuk mampu mengikis segala pikiran negatif yang nantinya akan muncul dan menggerogoti usaha menuju ke puncak rinjani atau garis finish half marathon itu. saya beruntung menemukan coach yang sangat paham kebutuhan saya, yang menggembleng fisik dan mental sesuai porsinya.

Juga teman-teman yang mendukung sesi latihan, yang pada akhirnya membawa sukses pada pendakian 17 jam (belum turunnya) dan pelarian selama 3,5 jam itu. dan…banyak juga pengalaman mendaki dan kegiatan alam terbuka lain yang sudah melalui persiapan matang, namun harus berubah rencana karena Tuhan berkata lain.

Proses itu jugalah kira-kira yang terjadi selama sembilan bulan mengandung. setelah menikah pada akhir mei 2015, sembari beradaptasi dengan keluarga baru, lingkungan baru, kota baru, tempat tinggal baru, kebiasaan baru, saya masih disibukkan dengan bolak-balik jakarta-jogja untuk urusan kerja.

Satu dua bulan sekali saya berangkat ke jakarta untuk ‘setor muka’ ke kantor yang sangat baik hati memperbolehkan saya bekerja remotely alias working from home. di akhir bulan agustus, saya merasa ada perubahan di tubuh: ada rasa tidak nyaman berkepanjangan di perut dan makin gak bisa ngampet pipis.

Beser terus :-p. tapi di awal september saya harus berangkat ke jakarta untuk mengikuti sebuah workshop, maka dengan badan lemes dan perut gak enak, saya ikuti kegiatan selama seminggu di sana, dengan menyelipkan jadual periksa ke obgyn langganan di rumah sakit siloam semanggi. jreeeeng…hasilnya, saya positif hamil empat minggu!

Terus terang, bukannya otomatis heboh seneng seperti seharusnya dilakukan seorang calon ibu, saya justru terdiam. bingung, bengong, dan bingung. nah lho…apalagi sedang berada jauh dari suami dan keluarga di jogja. makin makin deh mellow melanda.

Berbagai pikiran berkecamuk: ‘ini adaptasi dengan keluarga baru aja belum kelar…gimana kalau saya mudah terpicu stress saat hamil?”, “gimana kalau bayi saya kenapa-kenapa karena saya gak enjoy saat hamil?” dan lain-lain yang pokoknya bikin pikiran gak konsen di sisa-sisa hari saya bekerja di jakarta.

Kembali ke jogja, ditemani suami, saya periksakan lagi kandungan untuk memastikan kehamilan. dan memang betul hasilnya positif. “okay…now what?” proses adaptasi dengan segala yang baru harus saya perpendek waktunya, penuh perjuangan memang, tidak mudah sama sekali.

Tapi…demi segera mempersiapkan kehadiran adik baru diantara kami, saya kabari kantor tentang kondisi ini dan memohon ijin untuk tidak terbang bolak-balik dulu ke jakarta. dan sekali lagi, Tuhan memang baik sekali, bos mengijinkan.

Tapi saya jadi punya konsekuensi berat untuk tetap bekerja 8 jam sehari di rumah, di tengah mual-mual yang kadang singgah, ngurusin kakak, dan…tidak adanya mbak ART yang tiba-tiba mudik gak balik lagi. belum lagi ‘yang lain-lain’. pheeew..asik banget!

Dan…yang agak mengganggu adalah keganjilan ini: sejak hamil saya jadi sangat sensitif! padahal, selama hidup saya biasanya cuek bebek dengan omongan orang lain, luweh bleh ama pikiran orang tentang saya, gak gampang (jarang, malah susah) nangis.

Lhaaa…ini kok tiba-tiba saya jadi gampang mellow, gampang sedih, gampang nangis. anak demam dikit…nangis, suami dikatain ama orang lain…nangis, tikus ngotorin lemari yang barusan saya rapihin…kesel, abis bersih-bersih diberantakin lagi…kesel.

Dan lain-lain banyaaaak sekali. belum lagi kalau lagi beres-beres rumah trus mual melanda, jadinya sebel karena trus harus istirahat. belum lagi kalau pengen nemenin anak main tapi badan lemes. huh sebel banget. kok gini? saya yang biasanya tangguh bisa ngapa-ngapain sendiri tanpa terlalu dipikir jadi berasa lemah banget.

Tapi beruntung, segala curhat ke mama selau ditimpali dengan jawaban spiritual. saya selalu diingatkan untuk ‘kembali ke dalam’, ‘balik lagi’, ‘ke dalam lagi’, ‘ingat…ingat..ingat’, ‘let the Light guide you’…dan ‘lepaskaaaaan’ di saat-saat merasa sedih dan lemah.

Untuk melepaskan semua yang tidak penting, untuk hanya memikirkan yang baik-baik, dan tidak perlu mendengarkan yang kurang baik. cukup berhasil. hari-hari saya selanjutnya tidak terasa begitu berat.

Saya lebih cuek, banyakan pasang telinga panci dan muka badak, kerjaan rumah semampunya saya kerjakan kalau bisa. kalau gak kuat yaudah…biarin berantakan aja :-p. di tengah malam ketika sedang nyenyak dan lelah tapi harus menemani naila pipis, ya saya dengan semangat turun tempat tidur menemaninya ke belakang. pagi-pagi di saat badan masih remek tapi harus nyiapin bekal sekolah dan lain-lain…ya saya tetep melakukan dengan sebaik-baiknya.

Alhamdulillah tidak pernah ada drama kepanikan di pagi hari dan bahkan sepanjang hari karena saya ngeset diri menjadi laid back mom.

Segala rasa mual pun alhamdulillah tiba-tiba hilang sama sekali di akhir bulan kedua setelah diajak suami jalan-jalan dan trekking kecil-kecilan ke kaliurang. ajaib! semoga adik nanti suka jalan-jalan liat gunung ama hutan ya :-p.

Lalu kami pun beberapa kali main ke ‘desa’ melihat-lihat pemandangan hijau. memasuki usia kehamilan 13 minggu (alias sudah lewat trimester pertama), saya mulai merencanakan untuk kembali ke berbagai aktivitas sebelum hamil untuk mengalihkan dari hal-hal yang membuat saya mellow: olahraga lagi, merajut lagi, membaca buku-buku yang belum sempat dibaca, menulis lagi, nyortir foto-foto traveling yang belum tersentuh, masak-masak kue lagi, selain tentu saja kerja dengan khusuk. dan horeeee! saya sudah boleh traveling lagi bolak balik jogja-jakarta.

Kegiatan baru pun bertambah dengan belajar shibori, melukis, dan hand lettering. selain kembali bertemu dengan teman-teman lama dan nambah teman baru, juga tambah banyak skill baru. tambah banyak waktu bermanfaat dan ‘me time’ yang menyenangkan.

Dan…di situlah takdir mempertemukan saya dengan bu yesie. saat sedang mencari tempat yoga yang nyaman di jogja, tanpa sengaja saya melihat mind body balance studio di demangan. telponlah saya untuk menanyakan jadual yoga dan disarankan oleh mas di seberang sana untuk mengikuti kelas selasa pagi setelah usia kandungan minimal 20 minggu karena itu dikhususkan bagi ibu hamil.

Maka, pada 22 desember 2015 bertepatan dengan hari ibu, untuk pertama kalinya saya ikut kelas prenatal gentle yoga dengan bu bidan Yesie Aprilia.

Di kelas ini ternyata saya tidak hanya belajar prenatal yoga, tetapi banyak ilmu yang diberikan bu yesie tentang hamil dan melahirkan. banyak kisah-kisah kliennya yang diceritakan untuk memberi semangat positif ke kami.

“kenapa kita diberi Tuhan waktu 40 minggu untuk mengandung anak kita? karena Dia memberi kita waktu mempersiapkannya sebaik mungkin”. “kita mempersiapkan pernikahan saja bisa setahun sebelumnya dengan biaya dan upaya sebesar-besarnya, lha kok mau menyambut kelahiran anak justru kita cuek saja?”. “kalau ditanya sudah persiapan apa saja? jawabnya malah beli box, beli stroller, beli ina ini itu :-P”. bukaaaan…bukan itu yang terpenting.

Saya merasakan manfaat positif seketika setelah mengikuti kelas itu. abis yoga badan berasa enteng, gak pegel-pegel, seger. aura dari bu yesie dan teman-teman di kelas itu memancar positif ke sekitar. dan saya cocok sekali dengan obrolan-obrolan yang beliau sampaikan di kelas…tentang cakra, tentang keseimbangan mind body and soul, tentang olah jiwa, tentang nafas, tentang kebaikan, tentang melepaskan kebencian dan rasa lelah, tentang memberi maaf, tentang alam semesta.

Maka setiap selasa pagi saya menyempatkan mengikuti kelas ini. mas suami pun selalu bersemangat menanyakan dan mengingatkan setiap menjelang hari selasa. sehari-hari di sela hari selasa, saya paksakan badan bergerak mengikuti rangkaian prenatal yoga soft form dari youtube bidankita. kalau lagi rajin bisa sehari dua kali saya lakukan.

Sekali-kali untuk mengobati rasa kangen lari, saya berjalan cepat antara 2-3 km keliling kompleks. “kalau mau jalan, jangan yang model nggliyat nggliyut glendhotan suami itu. harus jalan cepat minimal 3km!,” begitu kata beliau. dan benar…saya rasakan manfaatnya. badan berasa enerjik dan seger selalu!

Di awal februari, bu yesie mengadakan workshop seharian tentang gentle birth. saya ajak mama ikut karena beliau saya harapkan menjadi pendamping ketika saya melahirkan kelak, bergantian dengan suami saya seandainya tidak bisa selalu standby.

Di sini kami belajar banyak sekali! banyak wow moment yang membuat kami menganga sepanjang hari itu. mama sebagai peserta tertua di ruangan, mendapat waktu menceritakan pengalaman ketika melahirkan saya dulu. cerita yang gak terlalu asik itu sudah sering saya dengar berkali-kali: kontraksi lama, nunggu tiga hari gak keluar-keluar, perineum digunting, dijahit, dll.

Teori yang bu yesie katakan bahwa seorang ibu akan selalu ingat sedetail apapun saat melahirkan anaknya memang benar. mama bisa menceritakan detik per detik proses kelahiran saya. “maka, jika pengalaman itu buruk dan tidak menyenangkan, akan menjadi trauma seumur hidup” ya, trauma itu nyata adanya. dan ternyata gak cuma ke si ibu lho, si bayi juga merasakan trauma itu.

“dan jika pengalaman melahirkan itu nyaman, senang, senyum, dan tenang…maka akan menjadi kenangan indah seumur hidup”. bayangkan kalau kita selalu diberi informasi bahwa melahirkan itu menyakitkan, maka itulah yang akan kita percayai. seperti yang saya percayai sejak kecil karena cerita-cerita dan adegan-adegan melahirkan di film yang begitu dramatis sampai nyakar-nyakar dan teriak-teriak.

Nah, mulai hari itu otak saya distimulasi dengan kata-kata afirmasi positif, kami diperlihatkan beberapa video proses melahirkan yang tenang tanpa teriak-teriak, kami belajar cara mengalihkan rasa sakit dengan cubitan dan merendam tangan di es batu, kami belajar womb breathing, kami belajar relaksasi dan hypnobirthing, kami belajar massage untuk mengurangi rasa sakit, kami belajar membuat birth plan, hingga belajar belly mapping alias menentukan letak posisi bayi di rahim.

Semakin hari, semakin banyak ilmu baru yang saya dapatkan dari bu yesie. entah dari bertemu langsung saat sesi yoga, dari tulisan-tulisan di website www.bidankita.com, dari artikel, dari postingan di instagram, dari dvd relaksasi yang diberikan gratis di goody bag workshop, maupun dari buku ‘gentle birth balance’ karangannya.

Jujur, setelah mengikuti berbagai ilmu dan pelajaran dari bu yesie, proses kehamilan saya menjadi jauh lebih nyaman. tidak ada lagi kekhawatiran, saya lebih santai, tenang, happy, dan terhubung dengan bayi saya di rahim. saya belajar berkomunikasi dengan bayi saya, kembali ke mindfulness dan balance.

Bahkan dengan bonus saya lebih sabar dan fokus, penuh dengan mindfulness sehingga dalam kegiatan parenting saya sehari-hari kepada naila pun tidak pernah emosi sama sekali.

Di akhir maret, bu yesie mengadakan sesi workshop lagi dan kali ini mengambil tema ‘posisi menentukan prestasi’. di sana kami belajar lagi ilmu-ilmu baru yang lebih banyak berkutat masalah fisiologi tubuh. bahwa ternyata posisi bayi sungsang pun bisa dibalik denngan gerakan yang benar, bahwa ternyata jalan naik turun tangga adalah salah satu cara memperlancar proses kelahiran, bahwa nanti saat kontraksi seharusnya jangan tiduran aja tapi gerak. gerak! gerak! gerak! dan bahwa ketakutan dan kepanikan justru akan menghentikan proses yang sedang terjadi.

Di situ juga saya belajar bahwa jika kita sudah mempersiapkan sebaik mungkin tapi di akhir nanti ternyata harus sc, kita harus ikhlas. pasrah. tetap tenang. dan tidak boleh menyesal. karena emosi negatif itu akan memperburuk kondisi. ya ke ibu ya ke bayi.

It’s all about knowledge. and knowledge is power.

Kami juga belajar teknik rebozzo untuk mempercepat bayi masuk ke panggul, kami diajari untuk ‘mendeteksi’ apakah posisi bayi sudah optimal untuk lahir normal alami, yaitu posisi left occiput anterior (LOA).

Dan yang paling sukses saya praktekkan langsung adalah gerakan yoga untuk menyembuhkan piriformis syndrome alias tusuk-tusuk pantat kanan yang seringkali muncul. beberapa hari saya lakukan gerakan itu, langsung hilang total! benar ternyata…gentle birth is all about balance and harmony.

Ditambah dengan adanya segambreng ibu-ibu gaul dan asik yang kemudian tergabung di grup wasap #laskargentlebirth…setiap hari saya membaca cerita-cerita indah yang positif, saling mendukung, sampai gojekan saru hahahaha! tapi itulah…saya merasa jadi punya support group yang sangat mengerti dan memahami masing-masing.

Saya pun makin percaya diri untuk berganti ke dokter yang lebih memahami konsep gentle birth. maka di usia kandungan 32 minggu saya beralih ke pak dokter adi. saat kontrol ke beliau dengan pedenya saya bisa berdiskusi dan bertanya: “gimana dok, posisi bayi saya udah LOA?” hyiiiish gaya bener hahaha.

Saya pun berdiskusi juga tentang birth plan seperti keinginan saya untuk hanya didampingi suami dan mama bergantian saat proses persalinan, untuk menghindari energi-energi dan komentar negatif yang kemungkinan keluar dari orang-orang selain mereka.

Dan terutama di bagian ‘jika terpaksa harus menjalani sc karena emergency…maka suami diperbolehkan mendampingi ke ruang operasi’. semua keinginan saya diiyakan oleh dr adi. top banget! bahkan di uk 38 minggu plus plus, beliau mengatakan “kalau bisa jangan sampai induksi bu, ini posisi bayi sudah baik.

Ketuban masih banyak. plasenta masih sehat. sudah mengikuti kelas hypnobirthing dan yoga kan? yakin saja ya bu.” alhamdulillah…mak nyeeeessss rasane mendengar energi positif beliau.

~~~

Ya, begitulah ceritanya. walaupun akhirnya saya harus menjalani operasi caesar karena faktor emergency…saya tidak merasa kecewa, kesal, sedih. saya bisa tetap santai dan tenang. alhamdulillah persiapan selama ini bermanfaat, ada dukungan para nakes yang baik, dan keluarga yang memahami keinginan saya.

Menoleh ke belakang, saya percaya Tuhan mempersiapkan saya sebaik-baiknya untuk tetap tenang selama sc, untuk cepat pulih setelah operasi, kok ya ndilalah tensi saya yang biasanya selalu rendah…bisa normal 120/80 saat operasi. hb saya yang biasanya di bawah 10 bisa mencapai 12 saat operasi, dan fisik saya pas sedang fit-fitnya karena latihan yoga dan jalan cepat yang rutin.

Saya, suami, dan keluarga sudah melakukan persiapan maksimal.
pada akhirnya, di injury time…kami ikhlas pasrah dan percaya pada apapun yang terbaik menurutNya.

Sekali lagi gentle birth is not about vaginal birth vs sectio caesarean
it’s about empowering yourself.
it’s about balance and harmony.
first, it’s all about good preparation. then it’s about faith

Dan sekarang…perjuangan berlanjut. breastfeeding! it’s a lot more challenging than climbing up any mountain tops! hihihi…:-)

Source: http://harumaniss.blogspot.co.id/2016/06/mendadak-caesar.html?m=1

Bersiap Untuk Menikmati Nyeri Persalinan

Apakah Persalinan Harus Nyeri?

Apakah benar melahirkan itu harus nyeri dan sakit? Saya tidak merasakan lho.

Lalu apakah benar melahirkan bisa tanpa rasa sakit? Saya merasakan namun banyak para ibu dan teman saya yang menyatakan bahwa melahirkan itu sakit sekali.

4Lalu yang benar yang mana?

dahulu saat saya belum mengenal ilmu Hypnobirthing dan Gentle Birth yang saya lihat di SEMUA ruang bersalin, baik di Rumah Sakit, di Klinik, maupun di tempat praktek saya sendiri, TIDAK ADA ibu bersalin yang bisa tersenyum saat merasakan kontraksi dan melahirkan. yang ada adalah mereka teriak teriak dan menangis penuh DRAMA.

Apakah Ini Sebuah Drama?

Namun, setelah belajar dan mendalami Hypnobirthing dan gentle birth, DRAMA itu tidak pernah terjadi pada Klien saya. dan saya sangat merasa beruntung. karena yang selalu saya lihat adalah ibu yang tersenyum penuh kebahagiaan saat merasakan kontraksi bahkan ibu yang bernyanyi saat kepala bayi keluar.

dari sinilah saya semakin mengerti bahwa Nyeri dan sakit pada saat proses persalinan sebenarnya sangat tergantung dari persepsi seseorang dan persiapan mereka.

Apa yang Anda rasakan ketika Anda dicubit manja oleh pacar Anda dahulu? Lalu apa yang Anda rasakan ketika Anda di cubit oleh Orang yang tidak Anda sukai  padahal dia mencubit dengan intensitas dan kekuatan yang sama dengan cubitan pacar Anda kala itu?

Kemudian apa yang Anda rasakan ketika Anda menderita sakit gigi dan saat itu Anda sedang bertengkar dan marah dengan suami?

Dan apa yang Anda rasakan ketika Anda menderita sakit gigi namun kali ini Anda di ajak pergi ke Mall dan Anda dibelikan tas, sepatu dan baju baru impian Anda?

Bukankan sama-sama sakit gigi? Namum mana yang terasa lebih sakit?

Persepsi

Nah itu adalah gambaran sederhana tentang “persepsi” nyeri pada setiap orang. Banyak wanita menyatakan bahwa melahirkan itu sakit dan nyeri luar biasa. Namun saya sangat beruntung karena di persalinan pertama saya tidak merasakan nyeri saat persalinan.

Karena kenyamanan adalah hal yang dicari oleh banyak orang, maka banyak upaya baik medis maupun alternatif yang bisa digunakan untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan rasa nyeri pada saat proses persalinan, sehingga tercipta berbagai obat dan intervensi yang ditujukan untuk mengurangi bahkan menghilangkan rasa sakit tersebut.

Balance in Birth Balance

Di program Balance in Birth Balance saya mencoba untuk mengajak klien saya untuk bersiap diri untuk menikmati rasa nyeri yang mungkin saja timbul ketika proses persalinan.

Mengapa justru menikmati, bukan menghilangkan? Bukankah konon kabarnya dengan hypnosis atau hypnobirthing rasa nyeri bisa hilang sama sekali?

Ya benar. Memang dengan hypnobirthing rasa nyeri bisa sama sekali hilang. Namun di dalam program Balance in gentle birth  ini saya tidak akan menjanjikan kepada Anda bahwa Anda bakalan tidak merasakan nyeri sama sekali saat menjalani proses persalinan. Karena saya yakin bahwa nyeri dalam proses persalinan adalah nyeri yang positif.

Artinya bahwa nyeri yang tercipta sebenarnya adalah nyeri yang memang dibutuhkan sebagai alarm tubuh bahwa Anda akan segera melahirkan. karena pada dasarnya nyeri ini adalah sarana komunikasi janin dan tubuh Anda kepada otak Anda. dehingga tercipta keselarasan dan sinergi dalam proses persalinan.

Ketika Anda mampu menikmati rasa nyeri tersebut. Maka ketika seharusnya Anda mengeluh akibat dari sensasi yang ditimbulkan saat melahirkan, justru Anda merasa nyaman dan tenang bahkan merasa santai walaupun rasa nyeri tersebut tetap ada. Namun sensasi yang Anda rasakan adalah berbeda.

Bahkan rasa nyeri yang Anda rasakan pun bisa berubah menjadi rasa nikmat karena memang pada dasarnya saat melahirkan ada hormon Oksitosin dan hormon Endorphin yang diproduksi oleh tubuh dengan luar biasa. dan ke dua hormon itu sebenarnya adalah hormon cinta dan hormon kenikmatan.

Mengapa tidak sekalian saja di hilangkan rasa nyeri tersebut?

Itu karena setiap orang mempunyai persepsi dan pengalaman yang berbeda terhadap proses persalinan. Dan semua orang mempunyai tingkat sugestibilitas yang berbeda terhadap proses hypnobirthing. Sehingga dalam program ini, saya berusaha untuk mengajak Anda mempersiapkan segala sesuatunya untuk bersiap menikmati segala sensasi yang ada saat menjalani proses persalinan:

Persiapan Fisik

  • Pentingnya belajar nafas dan menguasai nafas di setiap situasi
  • Pentingnya olahraga (prenatal gentle yoga) dan nutrisi yang seimbang dan bagus
  • Pentingnya kesadaran tubuh dan pengalaman tubuh terhadap pengatahuan dalam kehamian dan persalinan
  • Ketrampilan fisik untuk mengurangi dan menghilangkan ketegangan
  • Ketrampilan otot internal /dalam dan otot vagina untuk meregang dan menguat
  • Pengalaman fisik terhadap ketidaknyamanan dan bagaimana bertoleransi dengan hal itu

Persiapan Mental

  • Kesadaran tentang proses persalinan
  • Mengerti dan memahami sensasi sensasi yang dapat timbul dan dirasakan saat proses persalinan
  • Mampu fokus dan terhubung dengan tubuhnya
  • Penerimaan terhadap peran baru yang menantinya yaitu menjadi seorang ibu.

Persiapan Emosional

  • Mampu menyadari perubahan emosi yang terjadi dan mengatasinya
  • Mampu memanajemen emosi yang ada didalam hati dan pikirannya

Persiapan Historical

  • Mengeksplorasi pengalaman persalinannya yang lalu dan menemukan serta mengobati dan menghilangkan trauma yang mungkin timbul pada persalinan sebelumnya

nah mari siapkan

Mari berdayakan diri Anda

Ikuti kelas saya dan apabila Anda berada di luar kota dan tidak memungkinkan untuk ikut kelas saya di Klaten, jangan khawatir, karena Anda bisa mengikuti kelas saya secara on Line

Skype Call Registration

salam hangat

Yesie

Fear and Pain (Takut dan Nyeri) Dalam Persalinan (Birth Story)

Gentle Birth Adalah Pencapaian Terbaik

“Giving birth should be your greatest achievement not your greatest fear.”

~ Jane Weideman

_MG_2517Saya menikah di usia 20 tahun. Usia yang masih belia, saat itu saya adalah perawat. Sejak hamil tua, setiap hari saya melihat VCD lagu India yang bintangnya adalah artis Bollywood idola saya Shahrukh Khan, tiap sore saya menari india menirukan mereka menari. Yang saya rasakan adalah happy dan happy. Keluhan sakit pinggang di masa hamil tua hampir tidak pernah saya rasakan. Hingga suatu sore, Sabtu tanggal 24 Maret 2001 yang lalu saking gembiranya karena akan bertemu suami yang pulang dari kantor (kebetulan suami pulang satu minggu sekali karena dia kerja di Ungaran, sedangkan saya tinggal di Klaten) saya menari sepanjang sore. Jam 20;00 suami pulang dan kami makan malam, jam 22;00 saat kami hendak beranjak tidur, dan suami mencium perut saya, tiba-tiba “mak plethuq” ketuban saya pecah. Dan kami terkejut sekali. Saya langsung beranjak dari tempat tidur lalu pindah ke kamar ibu saya dis ebelah. Masih sempat menggelar perlak di atas tempat tidur, akhirnya jam 22;30 bidan baru datang lalu jam 23;00 sayapun menjadi Ibu. Sebuah proses yang sangat singkat, dan tidak menyakitkan sama sekali. Dan saya beruntung karena saya bisa melahirkan lancar dan nyaman tanpa rasa sakit di persalinan pertama saya.

Itulah sebabnya mengapa saya selalu mengatakan kepada klien saya bahwa melahirkan itu nyaman, asal Anda menikmatinya.

Mengapa kita percaya dan meyakini bahwa persalinan adalah menyakitkan? Karena sebenarnya proses persalinan adalah suatu proses yang bisa dilalui dengan tenang, nyaman dan membahagiakan.

Melahirkan Itu Menakutkan

Hingga detik ini, melahirkan dianggap sebagai hal yang harus ditakuti. Ada banyak sekali kecemasan yang muncul di benak setiap ibu hamil, apalagi ibu hamil tua atau ketika menjelang proses persalinan.

Dan sebagian besar ibu hamil takut akan rasa nyeri saat kontraksi dan bahkan sanksi pada dirinya sendiri bahwa dia tidak akan mampu mengelola dan melewati rasa sakit dari semua proses itu.

Apalagi pada ibu yang hamil anak pertama. karena mereka sama sekali tidak ada gambaran tentang rasa saat kontraksi.

Dalam program kelas Balance in Gentle Birth yang saya adalah di Bidan Kita, saya berusaha untuk merubah mind set para ibu dan ayah Bahwa rasa nyeri dalam proses persalinan adalah rasa yang istimewa karena rasa itu sangat bisa di nikmati.

Karena pada dasarnya Tuhan menciptakan kelahiran menjadi proses yang indah, untuk kemuliaan-Nya. Dia telah menciptakan tubuh seorang wanita sempurna untuk dapat melahirkan normal alami.

Mengapa Harus Menakutkan?

Lalu mengapa pada kenyataannya yang terjadi di kehidupan sehari-hari, proses melahirkan adalah proses yang menyakitkan bahkan menakutkan?

Pertama, Rasa sakit sebenarnya diakibatkan dari rasa takut dan kecemasan dan ketakutan disebabkan karena ketidak tahuan Anda dalam fase-fase persalinan dan bagaimana caranya memanajemen rasa nyeri dalam persalinan.

Menurut Christine Northrup, M.D dalam bukunya yang berjudul “Women Bodies, Women Wisdom” proses persalinan adalah sebuah proses alami yang mampu merubah hidup seorang wanita. Saat wanita bersalin dengan penuh dukungan dari orang-orang terdekatnya, maka dia akan mendapatkan kekuatan dan pengalaman yang sangat luar biasa.

Dalam bukunya, Christine Northrup,M.D juga mengungkapkan bahwa proses kelahiran bayi dirancang secara alami dan sedemikian rupa agar ibu dan keluarga mengalami puncak kegembiraan, kepuasan dan rasa penuh kasih.

Pada saat proses persalinan, di dalam tubuh seorang wanita secara otomatis memproduksi dan mengeluarkan hormon alami yang mampu memberikan rasa nyaman dan kepuasan.

Sedangkan menurut Dr. Dick-Read, rahim pada perempuan yang ketakutan secara kasat mata memang tampak putih. Rasa cemas dan takut menyebabkan rasa nyeri dan membuat rahim semakin keras kontraksinya

  • Kecemasan dan ketakutan memacu keluarnya adrenalin dan menyebabkan cerviks kaku dan membuat proses persalinan lebih melambat.
  • Kecemasan dan ketakutan menyebabkan pernafasan tidak teratur, mengurangi asupan sirkulasi oksigen bagi tubuh dan bagi bayi.

Suatu hari di sebuah acara seminar kesehatan, seorang nara sumber kami seorang dokter kandungan menegur saya, berkaitan dengan sebuah judul buku yang saya tulis yaitu “Gentle Birth melahirkan nyaman tanpa rasa sakit” beliau mengatakan kepada saya bahwa melahirkan itu memang sakit dan saya tidak boleh melakukan pembohongan publik dimana saya mengatakan bahwa melahirkan itu nyaman.

Sebuah klaim dari penelitian beliau ungkapkan bahwa Tubuh manusia dapat menanggung rasa sakit hanya sampai 45 del (unit). Padahal saat melahirkan, seorang ibu merasakan rasa sakit hingga 57 Del (unit). Jadi bisa digambarkan bahwa melahirkan ini mirip dengan 20 tulang yang retak pada waktu yang bersamaan.

Dan saat itu saya hanya tersenyum simpul, di dalam hati saya bernyata apakah saya yang salah? Karena 13 tahun yang lalu saya melahirkan dan tidak sakit, lalu banyak klien yang saya dampingi saat melahirkan juga tidak sakit bahkan ada juga yang melahirkan sambil tertidur bahkan bernyanyi saat kepala bayi crowning?

Rasa sakit atau nyeri adalah subyektif. Apa yang saya rasakan sakit, belum tentu Anda merasakan hal yang sama. seberapa intens rasa sakit yang saya rasakan, belum tentu sama dengan seberapa intens rasa sakit yang Anda rasakan.

Karena rasa sakit adalah persepsi. Bahkan ketika seorang wanita melahirkan, mereka tidak semua selalu mengalami rasa sakit yang sama, karena ada berbagai faktor yang berkontribusi terhadap keseluruhan ketidaknyamanan, seperti ukuran bayi, posisi itu di, ambang nyeri ibu, emosi atau kondisi psikologis, sampai ke jumlah rasa sakit yang menumpulkan hormon yang tubuh ibu produksi saat kelahiran anak.

Bahkan saya selalu mengatakan bahwa rasa sakit dalam kontraksi adalah rasa sakit yang sangat SOPAN. sehingga sangat memungkinkan bagi Anda untuk menikmati nya

Quotes

Lalu mengapa dokter tersebut dengan tegas mengatakan kepada saya bahwa melahirkan itu sakit. Dan tidak mungkin melahirkan tanpa rasa sakit? Inilah yang akan saya bahas di faktor kedua penyebab rasa sakit.

Kedua, sejak kecil sudah tertanam sebuah paradigma bahwa melahirkan itu menyakitkan.

Ketika saya berusia sembilan tahun, ibu saya melahirkan. Dan saat itu ibu saya melahirkan di rumah. Karena tidak ingin direpotkan oleh saya dan kakak saya, saat itu ibu saya mengungsikan saya di rumah nenek yang kebetulan hanya berjarak seratus meter dari rumah.

Malam itu perasaan saya tidak enak, sehingga saya nekat pulang kerumah dan saya dapati banyak orang berkerumun di rumah saya, saat itu saya baru tahu dan menyadari bahwa ibu saya sedang melahirkan adik saya. Saat itu saya di suruh duduk di balik tirai kamar tempat ibu saya melahirkan.

Dan sayup saya dengar ibu saya menangis dan mengaduh kesakitan. Saat itu diusia saya yang masih sembilan tahun, benar-benar terekam suara tangisan dan rintihan ibu saya yang menandakan bahwa dia kesakitan saat melahirkan adik saya. Dan satu hal yang tertanam dalam benak saya bahwa melahirkan itu sakit.

Ketika beranjak dewasa, dan garis hidup membawa saya untuk terjun di dunia kesehatan, membawa kapada sebuah keyakinan bahwa melahirkan memang menyakitkan.

Selama di bangku sekolah (sekolah perawat kesehatan) guru saya selalu mengatakan bahwa sakitnya melahirkan itu ibarat tangan kita terluka lalu luka di tangan kita di bubuhi air perasan jeruk nipis dan sakit melahirkan itu seribu kali lipatnya dengan rasa sakit yang ditimbulkan akibat luka yang dibubuhi perasan air jeruk nipis tersebut.

Wow! Saya tidak bisa membayangkan rasa sakitnya. Buku diktat atau buku pedoman yang saya gunakanpun hingga detik ini masih menyatakan bahwa melahirkan itu sakit dan nyeri. Tidak pernah saya temui kalimat di dalam buku pedoman ilmu kebidanan dan kandungan bahwa melahirkan itu nyaman atau bahkan melahirkan itu nikmat.

Belum lagi ketika saya praktek di rumah sakit, setiap hari hampir tidak pernah saya menemui seorang ibu yang melahirkan sambil tersenyum atau tertawa. Semua ibu melahirkan yang saya temui selalu menangis, merintih, mengeluh bahkan berteriak atau menjerit kesakitan. Tidak ada ibu bersalin yang cantik saat melahirkan, semuanya kusut, bau dan menunjukkan wajah yang tersiksa.

Tidak hanya itu saja, di kehidupan sehari-hari hampir tidak pernah saya menyaksikan acara televisi, entah itu sinetron, atau film yang menggambarkan bahwa melahirkan itu nyaman dan menyenangkan. Semua menggambarkan proses melahirkan sebagai proses yang penuh rasa sakit, penuh kecemasan dan ketakutan.

Dari cerita saya tersebut artinya bahwa tanpa kita sadari, paradigma bahwa melahirkan itu sakit sudah mendarah daging dan mengakar di dalam kehidupan kita. Sejak kita masih kecil bahkan sudah ditanamkan bahwa melahirkan itu sakit dan memang harus sakit. Bahkan hingga saat ini banyak bidan dan dokter yang menyatakan bahwa kalau tidak sakit berarti tidak melahirkan.

Apa jadinya jika sejak kecil paradigma itu tertanam kuat? Bahkan bidan dan dokter yang merawat Anda-pun menyatakan hal yang sama? Bukankah bagi Anda bidan dan dokter adalah publik figur yang mana setiap kalimat yang diucapkan selalu Anda anggap dan yakini kebenarannya? Otomatis pernyataan bahwa melahirkan itu sakit Anda imani kebenarannya. Dan tertanam di bawah sadar. Karena sebuah sugesti akan masuk dan ternatam di bawah sadar jika:

  • Sugesti tersebut masuk ketika Anda berada dalam kondisi rileks. Menonton TV adalah kondisi rileks, tentu sugesti melahirkan itu sakit mudah sekali terekam di bawah sadar karena semua sinetron atau film yang Anda lihat menggambarkan demikian.
  • Sugesti akan terekam di bawah sadar jika sugesti tersebut di ulang ulang. Seorang dokter atau bidan selama masa pendidikan selalu di ajarkan bahwa melahirkan itu sakit dan nyeri, di tempat praktek yang mereka lihat adalah gambaran bahwa memang melahirkan itu nyeri dan menyakitkan, bahkan proses persalinannyapun menyakitkan. Jika hal ini yang terulang-ulang selama hidupnya, bisa di pastikan rekaman bawah sadarnyapun menyatakan bahwa melahirkan itu sakit.
  • Sugesti akan terekam di bawah sadar jika disampaikan oleh figur/tokoh. Bidan dan dokter adalah tokoh atau figur bagi pasien-pasiennya, apa jadinya jika bidan dan dokter menyatakan kepada pasiennya bahwa melahirkan itu menyakitkan dan bahwa melahirkan itu harus sakit, bahwa jika tidak sakit berarti tidak melahirkan? Bukankah akan dengan sangat mudah pasien-pasien merekam sugesti negatif tersebut?
  • Sugesti akan terekam di bawah sadar jika diberikan di saat kondisi emosi sedang intens, dan ibu hamil juga ibu bersalin tentu emosinya sangat intens. Bisa Anda bayangkan, bagaimana perasaan mereka ketika saudara, orangtua, teman bahkan dokter atau bidannya menyatakan bahwa melahirkan itu menyakitkan?

Jadi bisa kita pahami bahwa sugesti atau keyakinan bahwa melahirkan itu sakit dan nyeri sudah tertanam dan terekam di bawah sadar Anda dan saya bahkan sejak kita di lahirkan ke dunia ini.

Beruntung sekali pengalaman persalinan saya begitu indah karena saya tidak merasakan sakit seperti yang saya yakini dan saya ketahui teorinya saat itu, dan lebih beruntung lagi ketika saya mendalami Hypnobirthing dan gentle birth yang membuat saya menyaksikan proses persalinan yang indah dan tanpa rasa sakit pada klien-klien yang saya dampingi hampir setiap hari.

Sehingga tanpa disadari rekaman dan sugesti melahirkan sakit itu terkikis dari benak dan pikiran saya.

Nah bagaimana dengan Anda?

apakah Anda masih beranggapan melahirkan itu sakit?

Tidak inginkah Anda merasakan melahirkan denga nyaman dan menyenangkan?

Mari berdayakan diri!

Ikuti kelas saya dan apabila Anda berada di luar kota dan tidak memungkinkan untuk ikut kelas saya di Klaten, jangan khawatir, karena Anda bisa mengikuti kelas saya secara on Line https://www.bidankita.com/skype-call-registration/

salam hangat

Yesie

Seminar Hypnobirthing & Prenatal Gentle Yoga di Banjarmasin

13254697_10206603404829881_198355244697937315_oBanjarmasin adalah salah satu kota istimewa. dimana saya pernah makan soto Banjar di atas perahu kecil di sungai yang besar. makan soto sambil melihat pemandangan  di pinggiran sungai. dan hari ini saya dan team hypnobirthing indonesia diberi kesempatan lagi untuk mengunjungi kota Banjarmasin dan berbagi cinta disana

ada lebih dari seratus bidan dan ada juga ibu hamil yang mau belajar bersama.

saya bersama rekan saya satu team Tantri Maharani Setyorini berbagi tentang Hypnobirthing dan Prenatal Gentle Yoga kepada mereka.

13268417_10206605287756953_5546846748544513156_o

dan berharap Gentle Birth semakin di kenal di Banjarmasin

sehingga ibu ibu di Banjarmasin bisa merasakan pengalaman persalinan yang positif dan merasakan nyamannya dilayani olah para bidan dan dokter atau tenaga kesehatan yang mengenal Gentle Birth.

13235476_10206602831855557_8236426157146603075_o