Bidan Kita

Home Blog Page 56

Pre-Eklampsia Fakta vs mitos

0

Apakah preeklampsia itu?

Preeklampsia atau sering juga disebut toksemia gravidarum adalah suatu kondisi yang bisa dialami oleh setiap wanita hamil. Penyakit ini ditandai dengan meningkatnya tekanan darah yang diikuti oleh peningkatan kadar protein di dalam urine. Wanita hamil dengan preeklampsia juga akan mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Preeklampsia umumnya muncul pada pertengahan umur kehamilan, meskipun pada beberapa kasus ada yang ditemukan pada awal masa kehamilan.

Apakah eklampsia itu?

Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.

Apa yang menyebabkan preeklampsia dan eklampsia?

Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim.

Apa saja faktor resiko terjadinya preeklampsia?

Preeklampsia umumnya terjadi pada kehamilan yang pertama kali, kehamilan di usia remaja dan kehamilan pada wanita diatas 40 tahun. Faktor resiko yang lain adalah :

  • Riwayat tekanan darah tinggi yang khronis sebelum kehamilan.
  • Riwayat mengalami preeklampsia sebelumnya.
  • Riwayat preeklampsia pada ibu atau saudara perempuan.
  • Kegemukan.
  • Mengandung lebih dari satu orang bayi.
  • Riwayat kencing manis, kelainan ginjal, lupus atau rematoid arthritis.

Apa saja gejala preeklampsia yang patut di waspadai?

Selain bengkak pada kaki dan tangan, protein pada urine dan tekanan darah tinggi, gejala preeklampsia yang patut diwaspadai adalah :

Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan dalam tubuh.

  • Nyeri perut.
  • Sakit kepala yang berat.
  • Perubahan pada refleks.
  • Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali.
  • Ada darah pada air kencing.
  • Pusing.
  • Mual dan muntah yang berlebihan.

Apakah setiap wanita hamil yang kaki tangannya bengkak menderita preeklampsia?

Beberapa wanita hamil yang normal dapat mengalami pembengkakan pada kaki dan tangan. Tetapi jika bengkak yang timbul tidak mengecil saat istirahat dan ditambah dengan gejala yang saya sebutkan diatas, maka sebaiknya anda segera ke dokter untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Bagaimana efek preeklampsia pada bayi?

Preeklampsia dapat menyebabkan gangguan peredaran darah pada plasenta. Hal ini akan menyebabkan berat badan bayi yang dilahirkan relatif kecil. Selain itu, preeklampsia juga dapat menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dan komplikasi lanjutan dari kelahiran prematur yaitu keterlambatan belajar, epilepsi, sereberal palsy, dan masalah pada pendengaran dan penglihatan.

Bagaimana mengobati preeklampsia dan eklampsia?

Pengobatan preeklampsia dan eklampsia adalah kelahiran bayi. Preeklampsia ringan (tekanan darah diatas 140/90 yang terjadi pada umur kehamilan 20 minggu yang mana wanita tersebut belum pernah mengalami hipertensi sebelumnya) dapat dilakukan observasi di rumah atau di rumah sakit tergantung kondisi umum pasien.

Jika umur bayi masih prematur, maka diusahakan keadaan umum pasien dijaga sampai bayi siap dilahirkan. Proses kelahiran sebaiknya dilakukan di rumah sakit dibawah pengawasan ketat dokter spesialis kebidanan. Untuk preeklampsia berat lebih baik dilakukan perawatan intensif di rumah sakit guna menjaga kondisi ibu dan bayi yang ada di dalam kandungannya. jadi bagi wanita hamil ingat untuk selalu waspada atas apa yang terjadi atas kehamilan anda

Relaksasi hypnobirthing ternyata juga sangat membantu mengatasi pre eklamsia. Karena terbukti dengan relaksasi hypnobirthing banyak ibu hamil yang menderita tekanan darah tinggi bisa normal kembali. Jadi bagi Anda yang hamil sebaiknya laukan relaksasi hypnobirthing untuk menjaga fisik dan mental Anda tetap sehat.

Saat ini, Saya ingin posting daftar mitos pra-eklampsia semoga ini bermanfaat:.

1. Mitos: Setiap tahun 585.000 ibu meninggal saat melahirkan, sebagian besar di negara berkembang. 13% (atau 50-70,000) dari kematian diketahui disebabkan oleh eklampsia saja.

Fakta: Namun Penelitian menunjukkan bahwa lebih banyak ibu yang  meninggal karena preeklamsia daripada karena eklampsia. Di Amerika Serikat 18% dari kematian terkait kehamilan adalah karena penyakit ini. (Sekitar 180 wanita per tahun atau 3 wanita seminggu)

2. Mitos : Preeklamsia sebanarya adalah penyakit langka.

Fakta : Preeklamsia terjadi pada 5-10% dari seluruh kehamilan. Secara internasional jumlah ini berarti selama 6-8 juta kelahiran per tahun, di Amerika Serikat-sekitar 200-400,000 kehamilan. Ibu dengan pre eklamsia memiliki Risiko bayi dengan Sindrom Downs 1:250. Risiko ibu menderita preeklampsia adalah 1:20. Preeklamsia adalah yang paling berbahaya dari komplikasi umum terkemuka kehamilan.

3. Mitos :Preeklamsia hanya terjadi sekali dan hanya pada kehamilan pertama.

Fakta : Faktor risiko utama untuk preeklamsia sebenarnya merupakan pengalaman hamil sebelumnya dengan preeklamsia. Meskipun jarang, preeklamsia dapat terjadi pada kehamilan kedua, bahkan jika itu tidak terjadi dalam pertama. Hal ini dapat terjadi pada kehamilan pertama, kemudian tidak pada kehamilan kedua  dan bisa terulang kembali di kehamilan ketiga.

4. Mitos: Anda dapat mencegah preeklamsia dengan “x” (diet, olahraga, sikap, bekerja / tidak bekerja di luar rumah).

Fakta : Preeklamsia terjadi di setiap negara di dunia terlepas dari pola makan, ukuran tubuh gaya hidup, dan. Tidak ada penelitian yang signifikan telah menunjukkan bahwa salah satu faktor penyebab atau obat untuk preeklamsia.

5. Mitos: Setelah bayi tersebut dilahirkan-maka ibu akanbaik-baik saja. Fakta : Meskipun benar bahwa setelah persalinan banyak yang mengalami proses pemulihan, namun ternyata kebanyakan kematian ibu terjadi dalam 24-48 jam setelah kelahiran bayi. Preeklamsia, eklamsia dan komplikasi dari itu dapat terjadi hingga enam minggu pasca melahirkan. Waspada pasca melahirkan,  perawatan yang baik pasca melahirkan dapat mencegah kematian.

Nah untuk itu mari kita jaga kesehatan Anda selama masa kehamilan.

Siapkan fisik, mental dan spiritual

Semoga bermanfaat

Salam Hangat

Bidan Kita

Senam Hamil

Senam hamil adalah terapi latihan gerak untuk mempersiapkan ibu hamil, secara fisik ataupun mental, untuk menghadapi persalinan yang cepat, aman dan spontan.

Senam hamil biasanya dimulai sejak usia dini, namun biasanya di lakukan saat kehamilan memasuki trisemester ketiga, yaitu sekitar usia 28-30 minggu kehamilan. Selain untuk menjaga kebugaran, senam hamil juga diperlukan untuk meningkatkan kesiapan fisik dan mental calon ibu selama proses persalinan.

Berikut beberapa tujuan senam hamil:

Menguasai teknik pernapasan. Latihan pernapasan sangat bermanfaat untuk mendapatkan oksigen, sedangkan teknik pernapasan dilatih agar ibu siap menghadapi persalinan. Memperkuat elastisitas otot.Memperkuat dan mempertahankan elastisitas otot-otot dinding perut, sehingga  dapat mencegah atau mengatasi keluhan nyeri di bokong, di perut bagian bawah dan keluhan wasir. Mengurangi keluhan. Melatih sikap tubuh selama hamil sehingga mengurangi keluhan yang timbul akibat perubahan bentuk tubuh. Melatih relaksasi. Proses relaksasi akan sempurna dengan melakukan latihan kontraksi dan relaksasi yang diperlukan untuk mengatasi ketegangan atau rasa sakit saat proses persalinan. Menghindari kesulitan. Senam ini membantu persalinan sehingga ibu dapat melahirkan tanpa kesulitan, serta menjaga ibu dan bayi sehat setelah melahirkan. Memperkuat dan mempertahankan kelenturan otot-otot dinding perut dan dasar panggul yang penting dalam proses persalinan. Mengurangi kecemasan dan ketegangan selama kehamilan Melatih berbagai tehnik pernafasan yang penting agar persalinan dapat berjalan lancar dan lebih cepat Memperlancar persalinan normal secara fisik dan mental Meningkatkan mood dan pola tidur ibu Mempercepat penurunan berat badan ibu setelah melahirkan

Berikut adalah tips dalam melakukan senam hamil:

  1. Latihan yang teratur, setidaknya tiga kali dalam seminggu
  2. Selama tri-semester kedua dan ketiga, hindari gerakan berbaring terlentang karena akan mengurangi aliran darah ke janin.
  3. Hindari latihan yang menguras tenaga hingga anda terengah-engah. Ini adalah tanda bahwa janin anda dan anda kekurangan oksigen.
  4. Jagalah keseimbangan tubuh selama latihan.
  5. Hindari gerakan atau latihan yang menimbulkan trauma atau desakan pada perut anda.
  6. Minumlah banyak cairan sebelum dan selama latihan untuk mengurangi resiko dehidrasi atau overheating.
  7. Lakukan relaksasi dan peregangan sebelum dan sesudah latihan.
  8.  Makanlah makanan sehat seperti buah-buahan, sayuran dan karbohidrat kompleks.

Berikut beberapa petunjuk dalam melakukan senam hamil:

Latihan Otot Kaki

1. Duduklah dengan posisi kedua lutut diluruskan, tubuh bersandar pada kedua lengan yang diletakkan di belakang pantat. Atau sandarkan punggung pada bantal dengan kemiringan sekitar 50° sedangkan kedua tangan diletakkan di samping badan.

2. Tegakkan kedua telapak kaki dengan lutut menekan kasur. Kemudian tundukkan kedua telapak kaki bersama jari-jarinya. Ulangi beberapa kali.

3. Hadapkan kedua telapak kaki satu sama lain dengan lutut tetap menghadap ke atas, kembalikan ke posisi semula. Ulangi terus sebanyak beberapa kali.

4. Kedua telapak kaki digerakkan turun ke arah bawah, lalu gerakan membuka ke arah samping, tegakkan, kembali, dan seterusnya.

5. Kedua telapak kaki buka dari atas ke samping turunkan, hadapkan, kembali ke posisi semula, dan seterusnya.

Kegunaan: Memperlancar sirkulasi darah di kaki dan mencegah pembengkakan pada pergelangan kaki.

Latihan Otot Panggul

1. Tidur terlentang, kedua lutut dibengkokkan.

2. Letakkan kedua tangan di samping badan. Tundukkan kepala dan kerutkan pantat ke dalam hingga terangkat dari kasur.

3. Kempeskan perut hingga punggung menekan kasur. Rasakan tonjolan tulang panggul bergerak ke belakang.

4. Lemaskan kembali dan rasakan tonjolan tulang bergerak kembali ke depan. Ulangi gerakan ini 15-30 kali sehari.

Kegunaan: Mengembalikan posisi panggul yang berat ke depan, mengurangi dan mencegah pegal-pegal, sakit pinggang dan punggung serta nyeri di lipat paha.

Latihan Otot Betis

1. Berdiri sambil berpegangan pada benda yang berat dan mantap.

2. Posisikan ibu jari dan jari-jari lain menghadap ke atas.

3. Regangkan kaki sedikit dengan badan lurus dan pandangan lurus ke depan.

4. Tundukkan kepala seraya berjongkok perlahan sampai ke bawah tanpa mengangkat tumit dari lantai.

5. Setelah jongkok, lemaskan bahu. Kempeskan perut, kemudian perlahan kembalilah berdiri tegak, lepaskan kerutan. Lakukan enam kali dalam sehari.

Kegunaan: Mencegah kejang di betis.

Latihan Otot Pantat

1. Tidur terlentang tanpa bantal, kedua lutut dibengkokkan dan agak diregangkan.

2. Dekatkan tumit ke pantat dengan kedua tangan di samping badan.

3. Kerutkan pantat ke dalam sehingga lepas dari kasur, angkat panggul ke atas sejauh mungkin.

4. Turunkan perlahan (pantat masih berkerut), lepaskan kerutan, dsb. Ulangi enam kali sehari.

5. Kegunaan: Mencegah timbulnya wasir saat mengejan.

Latihan Anti Sungsang

1. Ambil posisi merangkak, kedua lengan sejajar bahu, kedua lutut sejajar panggul dan agak diregangkan.

2. Kepala di antara kedua tangan, tolehkan ke kiri atau ke kanan.

3. Letakkan siku di atas kasur, geser siku sejauh mungkin ke kiri dan ke kanan hingga dada menyentuh kasur. Lakukan sehari 2 kali selama 15 – 20 menit/kali.

Kegunaan: Mempertahankan dan memperbaiki posisi janin agar bagian kepala tetap di bawah.

Salam Hangat

Bidan Kita

Tehnik Relaksasi Saat Persalinan

0

Tujuan Teknik Relaksasi.

Relaksasi tidak hanya kegiatan pasif, tapi sebuah kegiatan yang secara sadar dan aktif merilis ketegangan. Melakukan teknik relaksasi fisik yang melepaskan/ merilekskan otot-otot membantu untuk mengurangi ketegangan fisik, mengurangi rasa sakit. Hal ini juga dapat menyebabkan rasa aman dan kesejahteraan emosional, yang akhirnya akan mengurangi kecemasan, yang mengurangi kepekaan kita terhadap rasa sakit.

Kapan Gunakan Teknik Relaksasi.

Selama persalinan awal, sangat ampuh untuk menjaga Anda tetap santai. Ini adalah saat yang tepat untuk mulai secara sadar untuk merilakskan tubuh Anda. Pendamping Anda dapat membantu Anda untuk mengidentifikasi ketegangan awal sehingga Anda dapat melepaskan dan bukannya bertambah tegang. Dan Teknik ini dapat digunakan di seluruh proses persalinan.

Tegangkan, Tahan dan Lepaskan.

Mulai dari jari kaki, dan naik ke kepala Anda, setiap otot di seluruh Anda tegangkan dahulu kemudian lepaskan ketegangan tersebut, Hal ini memungkinkan Anda untuk merasakan ketegangan, dan merasa lega ketika Anda melepaskan ketegangan tersebut. Mulailah dengan menghirup, lalu menahan nafas sambil mengencangkan/menegangkan seluruh otot- otot, kemudian bersantai/ rilekskan sambil mengeluarkan nafas.

Passive Relaxation/ Relaksasi Pasif. Fokus perhatian pada jari-jari kaki dan kaki. Biarkan rileks. Pikirkan bagaimana hangat dan santainya jari dan kaki Anda. Fokuskan perhatian pada pergelangan kaki dan betis, pikirkan bagaimana longgar dan nyamannya mereka, dan seterusnya, sampai dengan kepala Anda, santai dan melepaskan ketegangan. Lakukan pernafasan perut saat melakukan tehnik relaksasi ini.

Periksa Seluruh Tubuh Anda. Tarik napas dalam, fokuskan perhatian Anda pada otot. Tarik Nafas lalu lepaskan semua ketegangan pada otot sambil hembuskan nafas. Tarik napas dalam, mulai perhatikan untuk otot lain. Buang napas dan rileks. (Dapat dilakukan dengan pasangan Anda untuk memandu Anda agar fokus pada napas berikutnya.) metode Relaksasi ini baik digunakan antara kontraksi.

Sentuhan Relaksasi. Selama persalinan, ini luar biasa jika pasangan Anda bisa melihat di mana Anda merasakan ketegangan (misalnya rahang, mata, tangan, atau bahu) dan menyentuh bagian yang tegang lalu memotivasi Anda untuk rileks bagian yang tegang tersebut: ia hanya bisa meletakkan tangan di sana, lalu menekannya dengan ringan, atau melakukan pijatan yang ringan. Hal ini paling efektif jika Anda telah berlatih sejak masa kehamilan.

Berlatih Teknik Relaksasi dan Teknik Pernapasan sebelum Persalinan di mulai

Ketika berlatih teknik ini beberapa kali, buat lingkungan Anda sekondusif mungkin: lampu redup, musik lembut, tidak ada gangguan. Ketika Anda menjadi lebih terbiasa dengan teknik ini, maka Anda mampu mencapai keadaan santai dengan mudah, coba latih dalam berbagai posisi yang berbeda, dan Anda bisa melakukan latihan ini secara aktif sambil melakukan kegiatan lainnya (misalnya mengemudi, memasak, berbicara di telepon) dan ketika merasa tertekan. Teknik ini bermanfaat tidak hanya selama persalinan, tetapi dalam semua kehidupan.

Untuk membantu diri Anda mengingat untuk mempraktekkan teknik ini, berikan waktu yang pasti. Misalnya Ketika terbangun di pagi hari, lakukan relaksasi pasif. Ketika pasangan Anda mengalami hari yang berat, gunakan relaksasi sentuh. Dan seterusnya.

Ayo Interview dengan Dokter dan Bidan Anda

Transparansi dalam perawatan kepada ibu bersalin berarti memberikan informasi tentang apa yang mereka butuhkan dan cara-cara untuk menafsirkan itu dalam rangka untuk mengevaluasi kualitas pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan dan lembaga.

Nah penting bagi Anda untuk pintar dan bijak memilih dan memilah provider yang akan melayani Anda saat bersalin:

Memilih rumah sakit

  1. Berikut ini Pertanyaan kepada perawat jaga di ruang bersalin:
  2. Apakah rumah sakit memiliki satu kamar yang tersedia untuk bersalin dan nifas? Berapa banyak? Apa yang terjadi jika kamar tersebut penuh oleh pasien lain?
  3. Apakah selalu ada staf perawat yang mendampingi pasien?
  4. Berapa rasio perawat dengan pasien? (Pedoman ACOG adalah 1 banding 2 saat persalinan dan 1 banding 1 saat mengejan).
  5. Berapa tarif yang ditentukan bagi persalinan normal maupun tindakan termasuk induksi, vakum, forceps dan SC
  6.  Berapa persen pasian di RS tersebut yang melahirkan dengan cara SC dan juga tindakan (induksi, vakum forcep)? (seharusnya tidak lebih tinggi dari 15% dari jumlah pasien)
  7. Demi kenyamanan klien apakah RS tersebut menyediakan bidan yang selalu mendampingi klien selama melewati proses persalinan dan apakah bidan tersebut menguasai hypnobirthing?
  8. Jika Saya akhirnya dilakukan bedah caesar berapa banyak orang yang bisa hadir di ruang operasi, apakah suami atau keluarga yang saya tunjuk bisa mendampingi saya selama proses operasi?
  9. Apakah saya diperbolehkan untuk merekam proses jalannya operasi nanti?
  10. Dan apakah setelah bayi lahir saya bisa melakukan IMD segera?
  11. Apakah Anda (dokter)  melakukan pertoloangn untuk VBAC? Seberapa banyak ibu yang berhasil anda tolong untuk melahirkan normal setelah sebelumnya SC?
  12. Apakah Anda melayani epidural? Dan seberapa banyak klien yang ditolong menggunakan epidura?
  13. Apakah dalam proses persalinan nanti saya diperbolehkan menentukan posisi senyaman mungkin? Seperti jongkok, berjalan, berlutut? duduk di toilet? berendamdi bak mandi? mandi? jika tidak diperbolehkan, Mengapa tidak?
  14. Apakah Anda memiliki konsultan laktasi? kelas / instruktur Menyusui di lingkungan bersalin?
  15. Apakah Anda memiliki fasilitas rawat gabung?
  16. Dapatkah bayi tinggal bersama saya setiap waktu? Apakah saya tetap bisa tidur dengan bayi di tempat tidur yang sama? Dapatkah pasangan saya bermalam juga?
  17. Dapatkah anak-anak saya yang lebih tua hadir atau melihat proses kelahiran? Kapan mereka boleh mengunjungi saya?
  18. Bagaimana dengan kebijakan pemasangan monitor pemantauan janin? Dan Dalam keadaan apa yang diperlukan pemantauan secara konstan?Apakah pemantauan intermiten diterima?
  19. Seberapa sering anda akan melakukan VT (vaginal Toucher) selama proses persalinan?
  20. Bagaimana kebijakan Anda tentang pemasangan infus pada saat melahirkan?
  21. Bolehkah saya minum dan makan selama proses persalinan dan apakah Anda menyediakan es batu atau jus jeruk maupun minuman isotonik untuk saya?
  22. Bolehkah saya meminta untuk dilakukan lotus birth? Atau minimal penundaan pengekleman dan pemotongan tali pusat? Jika boleh berapa lama ditundanya?

Berikut ini Pertanyaan yang dapat diajukan untuk memilih dokter kandungan:

  • Apakah Anda memiliki perawat atau bidan dalam praktek Anda?
  • Dengan siapa saya akan di tolong apabila kebetulan Anda berhalangan ketika saya hendak melahirkan?
  • Berapa banyak pasien Anda per bulan?
  • Jika ada persalinan yang berbarengan dan jika saat saya memanggil Anda, ternyata Anda sedang menolong persalinan lain, maka siapa yang akan menggantikan peran Anda?
  • Berapa banyak waktu yang Anda habiskan dengan saya dalam persalinan? Selama saya mengejan, selama kala 1, atau ketika kepala hendak keluar saja?
  • Berapa persen dari pasien Anda telah menyewa Tenaga Kerja Profesional sebagai pendamping persalinannya? Apa pendapat Anda tentang mereka?
  • Bagaimana pendapat  Anda jika saya datang ke rumah sakit hanya bila saya di berada di fase aktif (pembukaan 5-8 cm.) dan sebelumnya saya memilih tetap tinggal di rumah? Bagaimana jika saya adalah orang yang VBAC?
  • Seberapa tingkat Cesear yang Anda tangani ? (Harus Tidak lebih tinggi dari 15% dari total pasien yang pernah dia tolong).
  • Seberapa banyak klien Anda yang dilakukan induksi? Biasanya dnegan alasan apa Anda memutuskan untuk melakukan induksi?
  •  Apa protokol anda jika kehamilan melewati tanggal perkiraan lahirnya? Di titik manakah Anda menuntut atau mengharuskan dilakukan  induksi? Mengapa?
  • Berapa persen dari pasien Anda yang di lakukan :
  • epidural?
  • pitocin?
  •  Infus?
  • Pembatasan gerak?
  • pemantauan janin yang terus menerus?
  • Episiotomi?
  • Apakah Anda memiliki pembatasan waktu untuk persalinan? mengejan?
  • Seberapa sering anda menggunakan ekstraktor vakum? Forceps?
  • Apa protokol yang Anda terapkan  untuk ketuban pecah dini?
  • Apakah menurut Anda kelas persiapan melahirkan itu bermanfaat? Siapa yang anda rekomendasikan? Mengapa?

Pertanyaan untuk bertanya ketika  Anda melakukan wawancara di Rumah Bersalin, Bidan Praktek Swasta

Apakah di RB Anda memiliki Obsgyn sebagai penanggung jawab?

Apakah Anda bekerjasama dnegan rumah sakit tertentu untuk rujukan pasien Anda?

Dalam situasi apa Anda akan merujuk pasien ke Rumah Sakit?

Seberapa besar pasien yang dilakuakn SC di RB Anda atau Anda rujuk untuk dilakukan SC (jika bentuknya Bidan Praktek Swasta)?

Apakah Anda mempunyai dokter Anak?

Apakah tersedia kelas persiapan melahirkan, dan kunjungi postpartum termasuk dalam paket biaya persalinan? Metode apa yang Anda ajarkan untuk persiapan melahirkan? Siapa yang mengajar  dikelas?

Siapa yang akan bersama saya selama persalinan dan melahirkan?

Apakah Anda memiliki asisten dan atau siswa magang? Kapan saya akan bertemu mereka?

Apa saja Tes pralahir yang Anda tawarkan? Anda lakukan di sini atau mengirim klien ke lab?

Apakah Anda menggunakan USG doppler atau fetoscope? Mengapa?

Ketika Anda harus merujuk pasien ke rumah sakit, bagaimana dengan transportasinya?

Apakah Anda  melayani waterbirth?

Apa filosofi Anda tentang persalinan? Mengapa Anda menjadi seorang bidan? Mengapa Anda membuka RB/BPS?

Jika ada persalinan yang berbarengan dan jika saat saya memanggil Anda, ternyata Anda sedang menolong persalinan lain, maka siapa yang akan menggantikan peran Anda?

Siapa saja yang diijinkan masuk di ruang bersalinuntuk mendampingi saya?

Berapa hari saya harus menginap di sini setelah melahirkan? Apakah Anda melakukan kunjungan post partum?

Apakah Anda memiliki layanan dukungan menyusui? Nah mari kenali Dokter dan bidan yang aan merawat Anda. Tentukan  pilihan dengan bijak

Salam hangat Bidan Kita

Apa dan Bagaiman Ketika Kepala Bayi Belum Masuk Panggul ?

0

Dalam beberapa minggu ini di FB dan Fanpages Bidan Kita, maupun di Fb Group Gentle Birth Untuk Semua, para bunda menanyakan dan mengungkapkan tentang kondisi kehamilannya dimana kepala janin belum masuk panggul padahal umur kehamilan mereka sudah memasuki trimester ke tiga. Karena memang pada trimestrer ketiga akhir, seharusnya kepala janin sudah masuk panggul.

Saat kepala janin turun ke dalam panggul Anda, seberapa jauh ia telah turun diukur dengan istilah  ‘stasiun/stage ( level spina ischiadica )” mulai dari 0 sampai 5. “0 Station” (“Zero Station”) berarti bahwa puncak kepala telah mengalami desensus atau penurunan setinggi spina ischiadica.

Keadaan ini umumnya disebut sebagai engage oleh karena diameter terbesar kepala sudah masuk pintu atas panggul. Bila puncak kepala masih belum mencapai ketinggian spina ischiadica maka keadaan ini ditandai dengan angka ( – ) , seperti station -2 berarti bahwa puncak kepala masih berada 2 cm diatas spina ischiadica

images** Lihat Gambar Panggul

Bila puncak kepala sudah berada dibawah ketinggian spina ischiadica maka keadaan ini ditandai dengan ( + ), seperti station +2 berarti bahwa puncak kepala sudah berada 2 cm dibawah spina ischiadica. Station -3 menunjukkan bahwa kepala masih “mengapung” dan station yang lebih besar dari +3 menunjukkan bahwa kepala sudah mengalami “crowning” dan siap untuk dilahirkan.

Pada primigravida, engagemen ( station 0 atau +1 ) umumnya sudah berlangsung beberapa hari ( atau beberapa minggu ) menjelang persalinan ; pada multigravida, station -2 atau -3 sering terjadi sampai menjelang persalinan atau bahkan saat dilatasi servik sudah hampir lengkap.

images-2

** Lihat panggul dan kepala janin

Kapan sebenarnya kepala janin bisa masuk panggul? Hal ini sepenuhnya terserah pada janin atau bayi Anda. Ya, janin dapat aja kepalanya masuk panggul lebih cepat atau lebih lambat dari biasanya, dan ini tidak berarti bahwa jika kepala janin Anda tidak masuk panggul sebelum persalinan dimulai, berarti ada masalah.

Bahkan untuk pertama kalinya bagi ibu, kepala janin baru masuk panggul ketika persalinan dimulai, dengan kontraksi yang membantu membawa kepala janin turun ke bawah panggul secara perlahan.  Jadi sebenarnya tidak ada rumus yang menyatakan bahwa kepala janin harus masuk panggul terlebih dahulu supaya Anda bisa melahirkan secara normal.

Karena pada dasarnya kepala janin akan masuk panggul ketika janin Anda sudah siap. Dan ini tak ada hubungannya dengan kemampuan tubuh Anda yang kurang atau janin Anda nakal. Karena pada dasarnya tubuh seorang wanita mempunyai pengetahuan yang sempurna untuk dapat melahirkan secara normal alami. Karena wanita di ciptakan untuk melahirkan.

Janin Anda tahu kapan waktu yang tepat baginya untuk menurunkan kepalanya – jadi percayai tubuh Anda dan janin Anda. Percayai bahwa mereka akan bekerja serentak secara harmonis ketika waktunya sudah tepat.

Ingat Tubuh Anda dirancang untuk melahirkan alami, jadi janga khawatir. Jika Bayi saya tidak masuk panggul apakah berarti panggul saya terlalu sempit dan kecil untuknya? Tidak sama sekali.

Hanya sejumlah kecil kasus dimana kepala janin tidak masuk panggul bahkan pada umur kehamilan 41-42 minggu, itu lebih mungkin bahwa janin Anda telah mengadopsi posisi yang sulit di panggul Anda daripada janin Anda yang terlalu besar untuk panggul, mengingat bahwa itu hanya masih Mungkin janin Anda hanya belum siap untuk masuk panggul.

Bagi janin yang berada posisi sulit seperti posisi posterior atau lain, Anda juga dapat juga mencari terapi alternatif seperti hypnobirthing, chiropractic dan akupunktur untuk membantu memperbaiki posisi janin..

Untuk penjelasan lebih banyak tentang panggu sempit silahkan buka link di : https://www.bidankita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=299:cepalo-pelvic-disoroportion-cpd-ketidak-sesuaian-janin-dan-panggul-ibu&catid=44:natural-childbirth&Itemid=56

Bagaimana dengan induksi?

Melakukan induksi pada janin dengan posisi kepala belum masuk panggul dapat menjadi bencana dan bumerang bagi semuanya. tidak hanya meningkatkan resiko gawat janin dan caesar, tetapi jika ketuban pecah gara-gara tindakan induksi dan posisi kepala janin masih tinggi tinggi / unengaged, prolaps tali pusat adalah risiko terbesar.

Dimana tali pusat bisa turun terbawa arus air ketuban yang pecah dan bisa turun di bawah kepala janin dan bisa prolaps melalui vagina, sehingga ketika kepala janin turun besar kemungkinann tali pusat “tergencet” kepala sehingga secara otomatis bayi bisa kekurangan suplai darah dan oksigen, dan ini sangat fatal sekali.

Sebuah kehamilan cukup bulan adalah 38 minggu sampai dengan 42 minggu, sehingga ketika janin Anda sehat dan Anda sehat, tidak ada alasan untuk menjadwalkan induksi setidaknya sampai saat itu, untuk memberikan janin Anda kesempatan terbaik untuk dilahirkan pada hari yang ia / dia putuskan adalah waktu yang paling tepat.

Janin yang diinduksi pada  stasiun -5akan memberikan risiko 70-80% untuk operasi caesar. Jadi induksi sebaiknya dihindari, kepercayaan dan menunggu adalah obat terbaik. Apakah saya Perlu caesar? Posisi kepala janin belum masuk panggul bukan berarti bahwa akan terjadi sesuatu yang buruk dapal proses persalinan Anda.

Jadi ketika Anda melakukan pelmeriksaan kehamilan dan bidan atau dokter kandungan Anda menyatakan bahwa kepala janin Anda belum masuk panggul (padahal seharusnya sudah masuk panggul), maka langkah yang harus And lakukan adalah berdayakan diri untuk mencari informasi untuk mengupayakan posisi janin Anda lebih optimal seingga kepala janin Anda bisa segera masuk panggul.

Berjalan, berenang (gaya dada atau apa pun yang mana posisi perut ibu di bawah/telungkup!) naik turun tangga, goyang inul/ perlvic rocking, yoga, belly dance, hypnobirthing, dan masih banyak cara lain untuk mengupayakan hal ini seperti akupunktur atau chiropraktic.

Namun meskipun demikan, Jangan terlalu memaksakan diri! Ingat – banyak wanita dengan kepala janin belum masuk panggul pada saat persalinan tetap dapat melahirkan dengan normal alami melalui vaginanya.

Hal yang sangat disayangkan adalah dimana di dalam buku pelajaran kebidanan selalu menyebutkan bahwa kepala janin harus masuk panggul di umur tertentu yang mana akhirnya hal ini menjadi harga mati bahwa jika di umur tersebut kepala janin belum masuk panggul berarti ada sesuatu dan harus di siapkan untuk SC.

Terlebih lagi banyak buku yang menyatakan bahwa mayoritas ibu primigravisa (hamil pertamakali) maka kepala janin hars sedah masuk ke dalam panggul beberapa minggu sebelum persalinan dimulai.

Padahal sebenarnya tidak. Ketika Anda mampu memahami dan menggali akar masalahnya yang menyebabkan kepala janin belum mau masuk panggul maka Anda dapat menentukan pilihan dan langkah yang lebih bijak untuk memperbaikinya. Mari berdayakan diri Anda. Salam hangat Bidan Kita

Referensi: Diegmann EK, Chez RA, Danclair WG. “Station in early labor in nulliparous women at term.” J Nurse Midwifery. 1995 Jul- Aug;40(4):382-5. Takahashi K, Suzuki K. “Incidence and significance of the unengaged fetal head in nulliparas in early labor.” Int J Biol Res Pregnancy. 1982;3(1):8-9. Murphy K, Shah L, Cohen WR. “Labor and delivery in nulliparous women who present with an unengaged fetal head.” J Perinatol. 1998 Mar-Apr;18(2):122-5.

Prenatal Yoga untuk Gentle Birth

0

SONY DSC

Proses kelahiran adalah masa yang istimewa dalam kehidupan seorang wanita. Bahkan saking  istimewanya, seorang wanita berusia lanjut pun masih dapat mengingat proses kelahiran setiap anaknya. Kelahiran adalah masa yang istimewa dan penuh keajaiban, sehingga perlu dirayakan dan dipersiapkan sebaik-baiknya.

Merayakan Kehamilan Melalui Penguasaan Tubuh dan Napas

 

Ada banyak cara untuk mempersiapkan kelahiran, diantaranya dengan berlatih yoga di saat kehamilan. Yoga adalah sistem kesehatan menyeluruh yang hadir dari berabad masa lalu dan menjadi karunia di dunia modern kini. Tak hanya menciptakan kesehatan fisik, berlatih yoga juga dapat menghadirkan ketenangan pikiran dan ketentraman batin. Lebih dari sekedar aktivitas olahraga biasa, yoga merupakan gaya hidup sehat yang dapat menyeimbangkan fisik, mental, dan spiritual saat menjalani kehidupan modern yang “serba tidak seimbang”. Katakan saja, misalnya, jam kerja yang bertepatan jam istirahat tubuh, pola makan tidak seimbang (tinggi lemak,kurang serat), kurang berolahraga ( atau bahkan terlalu banyak berolahraga ), terpapar polusi lingkungan, merokok, dan lain sebagainya. Berlatih yoga dapat menjadi kebiasaan baik yang dapat menetralkan berbagai ketidaknyamanan fisik, mental, emosi, dan mengembalikannya pada keseimbangan, selaras dengan alam.

 

Khusus bagi ibu hamil, secara sederhana, praktik yoga untuk ibu hamil – Prenatal Yoga -  tidaklah jauh berbeda dengan praktik hatha yoga bagi orang dewasa pada umumnya. Prenatal yoga adalah modifikasi dari hatha yoga klasik yang telah disesuaikan dengan kondisi ibu hamil dan dipraktikkan dengan intensitas yang lebih lembut dan perlahan. Modifikasi ini sangat diperlukan untuk menghindarkan calon ibu dan cedera, dan juga demi kenyamanan dan keamanan janin yang dikandungnya.

 

Berikut ini adalah beberapa manfaat dari berlatih prenatal yoga:

Manfaat fisik melalui postur tubuh yoga ( asanas ) :

 

1.    Melatih postur tubuh yang baik, tegap dan kuat, di sepanjang kehamilan.

2.    Melancarkan aliran darah. Memperlancar supply oksigen, nutrisi dan vitamin dari makanan ke janin.

3.    Menguatkan otot punggung, membuatnya lebih kuat untuk menyangga beban kehamilan dan menghindarkan dari cedera punggung atau sakit pinggang.

4.    Melatih otot dasar panggul – perineum – yang berfungsi sebagai otot kelahiran, agar kuat menyangga beban kehamilan dan menyangga kandung kemih dan usus besar. Semakin elastis otot dasar panggul, semakin mudah untuk menjalani proses kelahiran dan semakin cepat pula proses pemulihan pasca melahirkan.

5.    Membantu mengurangi ketidaknyamanan fisik selama kehamilan, seperti morning sickness, sakit punggung, sakit pinggang, weak bladder, heartburn, sembelit dan lain – lain.

 

Manfaat mental melalui teknik-teknik pernapasan yoga ( Pranayama ), rileksasi, dan teknik-teknik pemusatan pikiran ( Dharana ) :

 

1.    Menggunakan teknik-teknik pernapasan yoga untuk menenangkan diri dan memusatkan pikiran. Sebagai media self help yang akan membantu saat dilanda kecemasan dan ketakutan, atau saat perhatian tercerai berai.

2.    Menggunakan teknik-teknik pernapasan yoga untuk beristirahat sejenak di saat jeda antara dua kontraksi, untuk mengumpulkan kembali energi dan prana.

3.    Menggunakan teknik-teknik rileksasi untuk menginduksi rasa nyaman dan rileks di sepanjang kehamilan dan saat melahirkan. Menjaga otot-otot tubuh tetap rileks saat melahirkan.

 

Manfaat spiritual melalui teknik-teknik berkontemplasi dan meditasi : 1.    Menggunakan teknik-teknik pemusatan pikiran dan meditasi yang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan sang buah hati dan meningkatkan keterikatan/bonding dengannya.

2.    Meningkatkan ketenangan dan ketentraman batin selama menjalani kehamilan.

3.    Memandang segala sesuatu secara apa adanya, membantu saat ketakutan melanda dan meningkatkan kemampuan untuk tidak terkuasai oleh rasa takut.

4.    Meningkatkan inner peace, penerimaan diri dan kepasrahan saat melewati semua kesulitan dalam proses kehamilan dan kelahiran.

5.    Meningkatkan kemampuan untuk merasa bahagia.

 

Gentle Birth, persalinan yang lembut dan alami

 

Gentle Birth adalah konsep persalinan yang santun, tenang, dan alami, yang bertujuan  untuk mempersiapkan ibu hamil agar tetap tenang dan rileks saat melahirkan. Konsep ini melibatkan praktik senam hamil, olah pernapasan, serta self hypnosis yang rutin dilakukan sejak awal masa kehamilan hingga menuju persalinan.  Biasanya proses persalinan yang disarankan dalam Gentle Birth adalah persalinan normal per vagina yang dapat dilakukan di atas tempat tidur, atau di dalam bak mandi air hangat ( water birth ), dengan atau tanpa bimbingan instruktur hypnobirthing yang akan membantu memandu proses persalinan menjadi lebih rileks, mudah, dan gentle.

 

Tentu saja, prinsip dari Gentle Birth bukanlah menghilangkan rasa sakit. Setiap proses persalinan pasti melibatkan ‘sensasi yang kuat’ pada fisik. Yang perlu dipersiapkan dalam persalinan Gentle Birth adalah  mengolah tubuh, pikiran, emosi selama masa kehamilan agar calon ibu siap menghadapi persalinan secara fisik, mental, dan spiritual.

 

Mungkin ada beberapa wanita sempat mengalami trauma dengan persalinan yang menyakitkan sebelumnya, atau calon ibu baru yang sangat terpengaruh dengan cerita-cerita tentang pengalaman ibu lainnya yang mengalami “sakit ini atau itu” saat melahirkan. Yang terpenting dalam mengatasi ketakutan pada proses kelahiran adalah mengubah persepsi tentang pengalaman yang tidak menyenangkan tentang kehamilan dan persalinan. Merubah persepsi menjadi positif secara langsung akan memperbaiki cara pandang seseorang terhadap pengalaman tersebut, dan membuatnya lebih siap secara mental untuk menghadapinya.

 

Namun dibalik semua alasan di atas, Gentle Birth menjadi sesuatu yang sangat “hebat” saat ini ( dan bahkan menjadikan Ibu Robin Lim, praktisi pendamping Gentle Birth, sebagai pahlawan dunia ) bukan karena akan menyelamatkan ibu dari rasa sakit akibat melahirkan. Ada alasan lainnya yang perlu dipertimbangkan oleh semua calon orang tua, bahwa Gentle Birth dilakukan semata-mata demi kesejahteraan bayi yang akan dilahirkan. Itulah tujuan utama dari Gentle Birth.

 

Sempatkah kita berempati, bahwa di saat ibu kesakitan ( bahkan trauma ) saat melahirkan, pada saat yang sama juga ada seorang bayi yang kesakitan ( juga bahkan trauma ) saat dilahirkan? Trauma akibat telah menjalani proses kelahiran yang tidak alami, dengan skema yang sudah diatur, dikejar target waktu, dikeluarkan secara paksa, segera dipisahkan dari ibunya setelah dilahirkan, atau mungkin karena tindakan medis yang tidak perlu? Intervensi-intervensi yang menentang alam ini dapat memberikan luka batin berupa rasa takut dan tidak aman pada diri anak, yang secara tidak disadari akan terbawa hingga anak dewasa, dan muncul dalam bentuk gangguan-gangguan mental yang ia sendiri bahkan tidak sadar apa penyebabnya.

 

Jadi, Gentle Birth bukan semata-mata tentang melahirkan tanpa rasa sakit, melainkan persalinan lembut yang bertujuan demi kesejahteraan bayi – manusia di masa depan – yang akan dilahirkan ke dunia. Diharapkan melalui proses persalinan yang lembut dan alami akan menciptakan bahagia dalam diri anak, yang memperkuat rasa penghargaan diri dan kesejahteraannya. Saat seseorang bahagia maka ia dapat mengajak orang-orang disekelilingnya turut bahagia. Kurang lebih itulah pesan yang disampaikan oleh Ibu Robin Lim dalam film semi dokumenter biografinya Guerilla Midwives, bahwa  Peace begins with each child ( damai dimulai dari diri setiap anak ), bahwa setiap anak berpeluang menjadi the agent of change menuju perdamaian di masa depan.

 

Prenatal Yoga untuk Gentle Birth

 

Bila jenis pelatihan persiapan Gentle Birth disebutkan meliputi senam hamil, latihan pernapasan, rileksasi, self hypnosis, dan hypnobirthing, maka dapat dipastikan prenatal yoga dengan modified asanas nya, pranayama ( teknik pernapasan ), yoga nidra ( relaksasi ), dan meditasi juga memenuhi seluruh kriteria tersebut. Atau, prenatal yoga dapat dijadikan sebagai pelatihan pelengkap menuju Gentle Birth, bersama-sama dengan jenis pelatihan lainnya ( hypnobirthing, senam hamil, taichi hamil, dll ).

 

Berlatih prenatal yoga secara teratur akan menjaga kesehatan calon ibu dan menciptakan lingkungan  yang terbaik bagi janin. Ya, LINGKUNGAN TERBAIK! Karena selama dalam kandungan, janin yang belum mampu bernapas dengan paru-parunya ini sangat bergantung pada tali pusat dan plasenta yang mengalirkan oksigen, nutrisi makanan, dan semua reaksi kimiawi hormonal ( emosi ) dari sang ibu.  Janin  akan mengalami persis apa pun yang sedang dialami oleh ibunya. Saat ibu merasa bahagia dan sejahtera, hanya memakan makanan sehat, sirkulasi darah lancar maka kondisi itulah yang akan dirasakan janin. Begitu pula dengan kondisi sebaliknya. Kesimpulannya, berlatih yoga dapat menciptakan lingkungan terbaik bagi jiwa ibu, dan jiwa bayi yang dikandungnya.

 

Tapi tentu saja, jenis yoga yang dimaksud adalah berlatih yoga secara menyeluruh – sesuai 5 prinsip yoga: berolah tubuh cukup, bernapas benar, beristirahat cukup, makan dengan pola makan yang baik, dan berpikir baik dengan bantuan meditasi. Bila semua itu dipraktikkan secara seimbang, kita semua akan setuju bahwa yoga memang mengajarkan kebiasaan-kebiasaan baik untuk hidup sehat.

 

Berikut ini adalah definisi Gentle Birth melalui praktik prenatal yoga, yang dapat menjadi pilihan calon ibu untuk menjalani kehamilan yang lebih nyaman, mempersiapkan persalinan yang alami, fase pemulihan pasca bersalin yang lebih cepat, dan bayi yang dilahirkan sehat dan bahagia :

1. Menguatkan organ-organ tubuh yang berkaitan dengan kehamilan dan kelahiran untuk mempersiapkan fisik dan stamina ibu hamil menuju persalinan: Asanas ( postur yoga ) yang telah dimodifikasi untuk ibu hamil.

2. Mengatasi rasa sakit persalinan  :  Birthing room yoga, pranayama, visualisasi.

3. Mengatasi keluhan fisik selama kehamilan dan pasca kelahiran.    Postur yoga restorative, pranayama

Mengatasi kelelahan mental selama kehamilan dan pasca melahirkan :Postur yoga restorative,teknik pernapasan yoga yang telah dimodifikasi ( pranayama ).

4. Memusatkan perhatian agar tidak mudah terpecah, mengatasi kecemasan, ketakutan.: Teknik – teknik memusatkan perhatian ( dharana ), meditasi.

5. Memberikan waktu untuk memperbaharui energi dan menghilangkan rasa lelah saat kehamilan dan pasca melahirkan :  Yoga Nidra ( guided relaxation dalam posisi berbaring ), postur yoga restorative.

Berkoneksi dengan buah hati sejak berada di dalam kandungan.    Teknik memusatkan perhatian ( dharana ), dan meditasi.

6. Memberi sugesti positif dan meningkatkan kemampuan untuk rileks: Yoga Nidra, meditasi.

7. Mengembangkan rasa pasrah dan berserah diri saa t persalinan: Meditasi.

( Untuk detil praktik yoga untuk kehamilan dapat dibaca di buku + dvd berlatih’ Yoga untuk Kehamilan Sehat, Bahagia, Penuh Makna ‘ karya Pujiastuti Sindhu ).

 

Demikian, Selamat berlatih Prenatal Yoga !

Untuk jadwal Yoga di Bidan Kita

Setiap Hari Selasa pukul 05.30 s.d 07.00

Setiap Hari Kamis pukul 16.00 s.d 18.00

 

Sumber :

http://www.yogaleaf.com/

Kehamilan, Spiritual dan Energi

Pada dasarnya kehamilan adalah sebuah perjalanan spiritual antara sang bunda, ayahda dan juga bayi mereka. Namun sering kali kita tidak menyadari hal itu. Sering sekali kita menganggap kehamilan adalah suatu kondisi yang seolah-olah seperti penyakit yang harus mendapatkan penanganan khusus di Rumah Sakit. Padahal sebenarnya proses kehamilan adalah sebuah keajaiban yang melibatkan body, mind and soul dari sepasang insan manusia. Dan merupakan sebuah peristiwa yang sangat sakral karena dari peristiwa inilah kita bisa melihat secara nyata bukti kebesaran Tuhan Yang Maha Esa yang mana sejak peristiwa bertemunya dua sel yang sering disebut dengan istilah konsepsi, berkembang menjadi trilyunan sel, mempunyai jiwa dan menjadi manusia mungil yang sering kita sebut sebagai bayi.

Sering sekali kita lupa bahwa manusia adalah roh dan dengan menyatukan body, mind and soul maka kekuatannya luarbiasa. Sebagai seorang bidan dan juga hypno-birthing practicioner, saya mendapatkan pembelajaran bahwa manusia ibarat bio computer (komputer yang hidup, ciptaan Tuhan) yang nyaris sempurna tanpa cacat. Menurut Dr. Tb Erwin Kusuma SpKJ (K), hendaknya kita bisa menghayati bahwa peran manusia adalah sebagai makhluk rohani yang mempunyai jasmani. Yang mana peran rohani adalah sebagai programmer yang mempunyai kemampuan untuk memprogram (menananamkan niat/program) ke alam/pikiran bawah sadar yang berfungsi sebagai disket. Sementara hasil print-outnya akan tampak pada jasmani manusia.

Edgar Cayce seorang pakar penyembuh holistic dari Virginia juga selalu mengingatkan bahwa Spirit is your life, Mind is the builder and physical only the result. Menurut dr. Tb Erwin Kusuma SpKJ (K) berbagai energi dihasilkan oleh manusia dan beliau membagi menjadi dua, yang mana badan manusia terdiri dari badan kasar (tubuh jasmani) dan badan halus (Aura & Chakra). Pada badan halus yang mana perannya sebagai disket/ penyimpan data, energi yang dihasilkan adalah energi elektromagnetik, yang mana energi ini tidak bisa kita lihat dengan kasat mata namun bisa kita rasakan. Dan energi elektromagnetik ini dipancarkan melalui aura dan chakra kita. Sedangkan energi yang di hasilkan dari badan kasar (tubuh jasmani) kita adalah; Elektrik (elektron) seperti sistim perlistrikan / sistem syaraf dalam tubuh kita, Khemik (atom) seperti proses kimiawi yang terjadi dalam metabolisme tubuh manusia dan zat-zat yang ada dan diproses dalam tubuh manusia, Termik (molekul) seperti molekul-molekul dalam tubuh, Kinetik (zat) seperti energi gerak.

Membahas tentang energi pada badan halus manusia, kita akan lebih fokus pada pembahasan tentang Aura dan chakra pada ibu hamil.

Aura

Menurut Joe H Slate, Ph.D dalam bukunya “Energy Aura” menyatakan bahwa Aura adalah kekuatan energi yang mengembangkan dan menyangga hidup manusia, yang menjadi karakteristik setiap manusia.

Aura merupakan cahaya elektromagnetik yang mempunyai panjang gelombang 6-14 mikron. Aura berada disekeliling tubuh fisik, hewan dan tumbuhan (makhluk hidup) namun tak tampak dengan kasat mata karena berada empat oktaf dibawah warna merah hanya orang-orang yang mempunyai talenta khusus saja yang bisa melihat aura dengan kasat mata. Namun aura bisa dirasakan, contohnya adalah pada saat kita berdekatan dengan seseorang yang sedang marah-marah seringkali kita merasakan energi panas berada disekeliling kita. Atau adakalanya kita bertemu dengan seseorang yang belum kita kenal namun saat bertemu terasa “adhem” terasa nyaman dan tenang.

Aura sangat bisa di pengaruhi oleh lingkungan dari luar, semakin baik lingkungannya semakin ibu tersebut berada di dalam lingkungan yang penuh dukungan dan cinta maka aura ibu pun menjadi semakin cerah dan sehat.

 

Chakra

Guirdita Tornetta dalam bukunya yang berjudul “Painless Childbirth an Empowering Journey Through Pregnancy and Birth” membahas tentang chakra dalam tubuh manusia dan bagaimana hubungan antara kesehatan chakra berpengaruh terhadap kondisi fisik seseorang terutama pada masa kehamilan. Dalam bukunya dikatakan bahwa chakra adalah pusat dari aktifitas menerima energi untuk kelangsungan hidup. Kata chakra berarti “Roda” dan mengacu pada suatu lapisan putaran bioenergetics yang berasal dari berbagai pusat-pusat aktivitas di dalam tubuh yang mana berpusat pada sepanjang tulang belakang (spinal collumn).

Untuk menyadari bahwa tubuh kita menghasilkan energi electromagnetic kita perlu mengetahui dasar dari mekanisme perolehan informasi. Pertama, segala informasi dalam tubuh kita di proses oleh ke lima panca indra kita. Data dari informasi yang sudah diolah oleh kelima panca indra tersebut diterima oleh pikiran kita yang kemudian menggolongkan dan memberi label berdasarkan pengetahuan yang kita peroleh dan kemampuan-kemampuan kita. Kemudian melintas melalui emosi atau perasaan kita yang mana sangat dipengaruhi oleh memori-memori atau rekaman bawah sadar kita selama ini. Dam emosi menciptakan sejenis zat biokimia yang mengalir di sepanjang aliran darah di seluruh tubuh kita.

Emosi kita sangat dipengaruhi oleh rekaman-rekaman bawah sadar kita. Melalui sebuah studi perinatal dan prenatal psychology kita tahu bahwa manusia belajar sejak masih menjadi embrio dan semua rekaman-rekaman tersebut terakumulasi dari awal kehidupan sejak dalam kandungan. Oleh karena itu perasaan dan perilaku ibu pada saat hamil mempunyai dampak yang penting atas pembentukan kepribadian dan pertumbuhan bayi, masa depannya, bagaimana mekanisme pertahanan dirinya, bagaimana kemampuannya untuk tumbuh dan belajar, serta bagaimana hubungan antar manusia( relationship) dengan semua orang disekitarnya kelak.

Penelitian juga membuktikan bahwa kestabilan emosi pada orang tua terutama pada saat masa kehamilan sangat penting untuk menjaga pertumbuhan dan perkembangan embrio dan placenta. Tumbuh kembang janin dalam kandungan merupakan tanggung jawab kedua orangtuanya.

Tubuh manusia mempunya 7 chakra, yaitu:

the-chakras-system

Chakra dasar (Root Chakra / Muladhana Chakra).

Chakra ini berwarna merah dan terletak di bagian bawah tulang ekor tepatnya didaerah perineum, chakra ini berhubungan dengan kelenjar kelamin dan sebagai pusat vitalitas. Hal ini membuat kita memiliki getaran yang penuh energi dan semangat hidup. Chakra pertama ini, memelihara bagian-bagian padat pada tubuh seperti gigi, tulang dan kuku.

Pada ibu hamil, seiring dengan terbentuknya cakra dasar pada janin saat itulah embryo tumbuh dan berkembang, dan saat itulah terjadi sebuah perjuangan dan pertahanan hidup dari embryo tersebut. Disinilah hak dasar manusia berada, cakra dasar merupakan fondasi dari pertumbuhan dan perkembangan janin tersebut

Menurut Ankita Goel dan Guiditta Tornetta, ketidak seimbangan pada chakra dasar ini dapat menjurus memicu terjadinya persalinan prematur , persalinan yang lama (prolong labour) maupun kejadian SC Karena situasi yang darurat.

Apabila seorang ibu hamil kurang sehat / rendah energinya pada chakra dasarnya maka keluhan yang sering terjadi adalah rendahnya motivasi/ semangat, sering sembelit, sering merasakan perasaan takut tanpa sebab yang kadang berlebihan, mudah mengantuk, bahkan sampai depresi hingga muncul keinginan untuk bunuh diri.

Namun sebaliknya jika chakra ini mempunyai terlalu banyak energi, maka keluhan yang dirasakan adalah ibu sering merasa gelisahkesulitan untuk tidur, kemarahan mendadak.

Dan apa yang harus dilakukan agar chakra ini senantiasa sehat dan seimbang adalah dengan melakukan latihan yoga dan angelscamp.org relaksasi hypno-birthing yang mana dalam relaksasi tersebut akan diajarkan tentang bagaimana cara menyehatkan dan menyeimbangkan energi pada tiap-tiap chakra pada tubuh manusia.

Chakra Kedua (Splenic Chakra/ Swadishatana Chakra).

Chakra ini berwarna jingga terletak disekitar sacrum yang terdapat dibelakang, sekitar 2 inci dibawah pusar. Chakra ini berhubungan dengan kelenjar suprarenalis. Chakra ini mewakili seksualitas, kreativitas dan keseimbangan emosional, selain itu chakra ini memelihara kesehatan organ reproduksi termasuk kelenjar prostat dan kandung kemih. Chakra ini berhubungan dengan perasaan kita, nafsu dan cinta. Pada janin, chakra ini terbentuk saat usia kehamilannya 4 sampai 8 minggu dimana janin tumbuh dalam rahim dengan lengan dan jarinya yang sudah bisa saling bersentuhan. Ankita Goel dalam artikelnya yang berjudul “Energi Balance During Pregnancy menyatakan bahwa tekanan/ stress yang terjadi selama kehamilan sangat berpengaruh terhadap keseimbangan chakra ini dan akan sangat berpengaruh terhadap rekaman bawah sadar janin yang dikandungnya. Ankita juga menyatakan bahwa apabila energi pada chakra kedua ini rendah, maka keluhan yang sering dirasakan ibu hamil antara lain otot ureter yang lemah sehingga menimbulkan keluhan sering buang air kecil, libido rendah, meningkatkan kejadian keguguran dan kejadian janin tumbuh lambat. Namun apabila energi pada chakra kedua ini berlebihan maka minat ibu terhadap seks dan makanan menjadi berlebihan, hal ini ditandai dengan keinginan untuk manak terus dan keinginan untuk bercinta terus.

Chakra Ketiga (Solar Plexus Chakra/ Manipura Chakra).

Terletak di jaringan solar plexus di ulu hati dan berhubungan dengan kelenjar pankreas. Chakra ini memberikan kehangatan, harga diri yang baik dan kebahagiaan. Chakra ini memelihara kesehatan organ-organ pencernaan di rongga perut. Pada janin, saat saat pembentukan chakra ini kira-kira pada saat umur janin mencapai 8-12 minggu , bayi mulai bergerak dan memberi respon terhadap rangsangan yang ada disekitarnya, bayi mulai dapat mengekspresikan rasa tertarik maupun ketidak tertarikan terhadap rangsangan ataupun tindakan dari luar. Sebuah penelitian menyatakan bahwa bayi sudah mampu bereaksi dengan agresif terhadap jarum saat dilakukan amniocentesis, mulai muncul mekanisme pertahanan diri dan hal ini juga sangat terekam ke dalam pikiran bawah sadarnya yang akan mempengaruhi perilakunya kelak.

Chakra ini berhubungan dengan sistem pencernaan, kekuatan secara fisik, rasa percaya diri, dll. Ketidak seimbangan pada chakra ini dapat menjurus kepada penyakit-penyakit kehamilan seperti mual muntah, kencing manis dan peningkatan suhu tubuh.

Apabila energi chakra ini rendah biasanya ibu menjadi egois dan bahkan kadang tidak memikirkan janinnya. Dan apabila energi chakra ketiga ini terlalu tinggi ibu biasanya merasa resah, kacau.

Chakra keempat (Heart Chakra/ Anahata Chakra)

Anahata berarti tak terkalahkan, warna dari chakra ini adalah hijau, disebut juga chakar jantung. Terletak didada, sejajar dengan jantung. Chakra ini berkaitan dengan cinta, harmoni, pemahaman sintetik dan indra peraba, chakra ini juga sangat berhubungan dengan kelenjar timus. Chakra ini memelihara organ jantung dan seluruh organ dirongga dada. Pada janin , chakra ini terbentuk pada umur 12-16 minggu dimanapada saat itu juga sudah dapat dibedakan jenis kelaminnya (laki-laki atau perempuan). Seorang ahli ilmu biologi, Bruce Lipton, Ph.D menyatakan bahwa pada setiap tingkatan dan tahap perkembangan janin, cinta dan kasih dapat mendukung pertumbuhan sedangkan ketakutan sangat menghambat pertumbuhan dari janin tersebut.

Chakra keempat ini berhubungan dengan peredaran dan sistem pernapasan, hubunganantara manusia, kasih, idera peraba dan kulit. Ketidak seimbangan pada chakra ini dapat menimbulkan efek terhadap tubuh seperti ruam-ruam pada kulit, patchiness dari warna kulit, kekeringan, tekanan darah tinggi, sumbatan pada pembuluh darah, penyakit pada saluran pernafasan terutama penyakit asma.

Chakra kelima (Throat Chakra/ Visshuda Chakra)

Visshuda Artinya Murni. Chakra ini berwarna biru, letaknya di daerah tenggorakan. Chakra ini merupakan unsur vital dalam menyampaikan pemikiran dan gagasan (ekspresi diri), cara bicaram suara. Chakra ini memelihara seluruh organ di daerah leher karena sangat berhubungan dengan kelenjar tiroid.

Chakra ini juga sangat berhubungan dengan gerakan bayi seperti tendangan pada perut ibu dan mulainya komunikasi antara orang tua dngean janinnya, karena ini terbentuk saat umur janin mencapai 16-20 minggu.

Keseimbangan pada Chakra ini membantu ibu di dalam memelihara hubungan antara anak dari pengaruh negatif dari dunia luar. Selain itu dari chakra ini rasa kepercayaan dan kejujuran terbangun pada masa ini. Connection atau hubungan antara ibu dengan janinnya yang terjalin selama kehamilan seperti perasaan dan pengungkapan pengalaman dari sang ibu kepada bayinya mengalir melalui hormonal dan kimia darah pada tubuhnya.

Bruce Lipton, Ph.D dalam artikelnya yang berjudul “The Wisdom of Your Cells” mengungkapkan bahwa darah terdiri dari semua informasi, seperti perasaan/ emosi jiwa dan hormon. Seorang bayi bisa merasakan apa yang dirasakan oleh ibunya melalui aliran darah yang mengalir ketubuh bayi tersebut melalui placenta. Sehingga ketika hormon stress mengalir ke placenta maka bayipun juga mengalami stress yang sama dengan ibunya.

Pada ibu hamil, apabila energi pada chakra ini rendah maka laju metabolisme lambat, tanggapan-tanggapan tidak logis, terdapat penyakit kerongkongan kronis. Namun apabila energi pada chakra ini terlalu tinggi maka laju metabolisme tinggi, kepribadian cepat, selalu menganalisa secar berlebihan pada setiap isu atau permasalahan yang ada,

Chakra keenam (Third Eye Chakra/Ajna Chakra)

Ajna berarti perintah, chakra ini berwarna nila terletak di bagian dahi diantara kedua alis mata. Chakra ini merupakan enam adalah pusat energi mengendalikan pikiran , untuk mengetahui kebenaran dan merupakan pusat dari intuisi.

Chakra ini berfungsi untuk memelihara kesehatan pada seluruh organ didaerah kepala karena chakra ini sangat berhubungan dengan kelenjar hipofise dan pituitary

Pada janin cakra ini terbentuk pada umur kehamilan 20-24 dan janin dapat melihat dan bereaksi terhadap cahaya.

Chakra ketujuh (Chrown Chakra/Sahasrara Chakra)

Chakra ini berwarna Ungu, terletak di bagian umun-ubun dan mengendalikan energi yang terkuat di tubuh. Chakra ini berhubungan dengan tingkat kerohanian seseorang chakra ini juga memelihara kesehatan di daerah kepala, di kelenjar epifise dan pineal.

Pada chakra ini janin berumur 24-28 minggu dan disini fungsi otak pada janin sudah berfungsi sempurna. Dan akan semakin berkembang seiring dengan tumbuh kembangnya di dalam kandungan sampai cukup bulan.

TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) & Nyeri Persalinan

Nyeri pada proses persalinan merupakan keadaan yang sangat dikhawatirkan pada ibu yang akan menghadapi persalinan. Lebih dari 90% wanita mengalami nyeri persalinan yang cukup berat. Defenisi nyeri menurut International Association of The Study of Pain adalah suatu pengalaman sensorial dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang nyata atau berpotensi rusak atau tergambarkan seperti itu. Nyeri persalinan merupakan proses fisiologis dengan intensitas yang berbeda-beda pada masing-masing individu. Umumnya dipengaruhi oleh keadaan sosial dan kultural, nullipara, drip oksitosin, ibu yang berusia muda, berat badan ibu dan janin yang meningkat.

 

Perubahan fisiologis yang ditimbulkan oleh nyeri persalinan hebat merupakan respon tubuh terhadap stres yang bersifat fisik sehingga terjadi pengeluaran beberapa hormon tubuh seperti hormon adrenokortikotropik (ACTH), kortisol, katekolamin dan β-endorpin. Perubahan fisiologis yang terjadi dapat berupa hiperventilasi, kenaikan curah jantung, kenaikan tekanan darah, meningkatnya metaboisme, meningkatnya konsumsi oksigen dan penurunan motilitas saluran cerna. Disamping itu nyeri persalinan yang hebat dapat juga menyebabkan terjadinya stres emosional jangka panjang pada ibu.

Selama persalinan, ibu hamil diharapkan dapat melalui proses persalinan dengan nyaman tanpa menimbulkan cacat emosional. Oleh karena itu diperlukan suatu penatalaksanaan nyeri persalinan yang efektif. Penatalaksanaan nyeri persalinan dapat dilaksanakan baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Metode farmakologi dilakukan dengan menggunakan nitrous oksida, pethidin, morphine, anestesi epidural,anestesi spinal, blokade saraf dan anestesi umum. Metode nonfarmakologi dilakukan dengan relaksasi dan pijat (massage), akupuncture, hipnotis, aromaterapi dan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation).

Transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS) merupakan salah satu teknik analgesik non-invasif yang sekarang telah digunakan secara luas di berbagai tempat praktek ahli fisioterapi, perawat dan bidan. Teknik ini dapat dilakukan di klinik oleh profesional medis atau dapat dilakukan di rumah oleh si pasien yang telah membeli peralatan TENS. Indikasi utama TENS adalah untuk manajemen nyeri akut dan nyeri kronik non-keganasan. Tetapi, TENS juga digunakan sebagai terapi paliatif untuk mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh penyakit tulang metastase dan neoplasma. Untuk pengobatan, TENS merupakan elektroterapi yang paling luas penggunaannya dalam meredakan rasa nyeri. Metode ini menjadi populer karena tidak invasif, mudah untuk dilakukan dan memiliki efek samping yang minimal atau interaksi obat. Karena tidak ada kemungkinan untuk terjadi overdosis atau keracunan, pasien dapat melakukan TENS secara mandiri dan mengatur sendiri dosis yang mereka perlukan. Efek TENS dapat segera dirasakan, jadi cara ini efektif untuk mengurangi rasa nyeri dengan segera.

TENS merupakan salah satu pilihan analgesia non farmakologi yang mulai dipopulerkan penggunaannya dalam mengatasi nyeri persalinan. Penelitian yang dilakukan oleh Kaplan B dkk membuktikan keefektifan TENS sebagai analgesia pada nyeri persalinan. Sekitar 72% nullipara dan 69% multipara dari sampel yang diteliti menyatakan TENS efektif untuk menghilangkan nyeri selama persalinan tanpa efek samping pada ibu dan janin. Disamping itu TENS secara signifikan dapat mengurangi durasi kala I persalinan pada nullipara dan multipara dan mengurangi penggunaan obat-obatan analgesia.

Persarafan Rahim dan Jalan Lahir

Serat saraf sensoris viseral dari uterus, servik dan vagina atas melintang melalui ganglion Frankenhauser yang terletak disebelah lateral servik ke pleksus pelvikus dan kemudian ke pleksus-pleksus hipogastrikus media dan superior. Dari sana serat-serat berjalan pada rantai simpatik lumbal dan torakal bawah untuk masuk ke medula spinalis melalui rami komunikantes alba yang berhubungan dengan nervus thorasikus 10,11 dan 12.

Serat saraf motorik uterus meninggalkan medula spinalis setinggi vertebrae thorakal 7 dan 8 sehingga secara teori setiap metode blok sensoris yang tidak memblok jaras motorik ke uterus dapat digunakan untuk analgesia selama persalinan.

Sensasi nyeri akibat dilatasi servik dan kontraksi rahim dihantarkan oleh saraf sensoris berukuran kecil dari pleksus paraservilkal dan pleksus hipogastrikus inferior yang bersatu dengan pleksus saraf simpatis setinggi L2-L3.

Meskipun kotraksi uterus yang menyebabkan nyeri terus berlangsung pada kala II, kebanyakan rasa nyeri berasal dari regangan traktus genitalis bagian bawah (jalan lahir). Rangsangan nyeri dari traktus genitalis bagian bawah ini dihantarkan terutama melalui nervus pudendus, cabang-cabang perifer yang mempersarafi perineum, anus, bagian-bagian vulva dan klitoris. Nervus pudendus berjalan melintasi permukaan posterior ligamentum sakrospinosum tepat pada saat ligamentum tersebut melekat ke spina iskiadika. Serat saraf sensoris nervus pudendus berasal dari cabang-cabang ventral nervus sakralis 2, 3 dan 4

Mekanisme Nyeri Persalinan

Rasa nyeri merupakan salah satu mekanisme pertahanan alami dari tubuh manusia, yaitu suatu peringatan akan adanya bahaya. Nyeri dapat digolongkan dalam dua macam yaitu nyeri fisiologik (nyeri nosiseptif) yang berlangsung singkat dan nyeri patofisiologis (nyeri klinik) yang berlangsung lama.

Pada nyeri fisiologik, terjadi stimulus yang mengaktifkan nosiseptor dan meneruskannya melalui beberapa relay sampai mencapai otak. Stimulus intensitas rendah, non-noxious stimulus, mengaktifasi reseptor low-threshold dan direlay melaui serabut saraf A-beta ke dorsal horn medula sinalis. Stimulus dengan intensitas tinggi dihantarkan ke dorsal horn melalui serabut high-threshold, serabut saraf A-delta bermyelin tipis danserabut C sensoris tidak bermyelin. Nyeri fisiologik merupakan komponen normal sebagai mekanisme pertahanan tubuh, melalui reflek spinal agar dapat menghindarkan tubuh dari kerusakan yang lebih berbahaya

Nyeri patofisiologik atau nyeri klinik, ditimbulkan oleh faktor-faktor yang berbeda dengan nyeri fisiologik. Inflamasi dan cedera saraf perifer atau sentral, menimbulkan perubahan proses sensoris pada tingkat perifer dan sentral sehingga menghasilkan sensitisasi gabungan. Biasanya ada tiga jenis yaitu nyeri spontan (dull, burning, stabbing), nyeri berlebihan dalam merespon stimulus supra threshold disebut hiperalgesia, nyeri yang ditimbulkan oleh stimulus subthreshold atau intensitas rendah disebut allodynia. Keadaan abnormal terjadi pada sistem saraf perifer dan sentral, dimana stimulus intensitas rendah menimbulkan nyeri melalui serabut A-delta dan C, demikian juga A-beta, nyeri patofisiologik ini menyebar ke tempat yang tidak rusak dan seringkali stimulus berlangsung lama.

Pada kehamilan rasa nyeri memberitahukan pada ibu bahwa dirinya telah memasuki fase persalinan dan dapat juga mengindikasikan masalah yang terjadi pada ibu (ruptura uteri, solutio plasenta). Sensasi nyeri yang timbul pada proses persalinan merupakan nyeri yang paling kuat yang dialami manusia dengan intensitas yang berbeda untuk masing-masing individu. Intensitas nyeri dipengaruhi oleh keadaan sosial dan kultural ibu dan paritas ibu. Primipara akan mengalami nyeri yang lebih kuat pada tahap awal persalinan, sedangkan pada multipara rasa nyeri akan lebih menonjol pada kala II.

Ada tiga jenis utama nyeri pada persalinan : emosional, fungsional dan fisiologis.

Sumber nyeri yang berasal dari endokrin berupa rasa takut, ketidaktahuan dan rendahnya pendidikan. Sumber nyeri yang bersifat fungsional berupa dilatasi servik, kontraksi rahim, penurunan kepala dan peregangan perineum. Sumber nyeri yang bersifat fisiologis merupakan keadaan-keadaan yang berubah dari yang seharusnya.

Rasa nyeri pada persalinan disebabkan oleh anoksia miometrium, peregangan servik, tarikan pada tuba, ovarium dan ligaman-ligamen penyangga uterus, penekanan pada uretra, kandung kemih dan rektum, distensi otot-otot dasar panggul dan perineum.

Nyeri pada persalinan kala I

Selama persalinan kala I, nyeri berasal dari kontraksi uterus & adneksa dan merupakan nyeri viseral. Nyeri yang timbul tidak dapat ditentukan dengan tepat lokasinya dan nyeri dapat pula dirasakan oleh organ lain yang bukan merupakan asal nyeri, disebut sebagai nyeri alih (referred pain). Sebagian besar nyeri diakibatkan oleh dilatasi servik dan regangan segmen bawah rahim, kemudian akibat distensi mekanik, regangan dan robekan selama kontraksi. Intensitas nyeri berhubungan dengan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan. Kontraksi isometrik pada uterus melawan hambatan oleh servik dan perineum juga dapat menambah intensitas nyeri.

Sensasi nyeri akibat dilatasi servik dan kontraksi rahim dihantarkan oleh saraf sensoris berukuran kecil dari pleksus paraservilkal dan pleksus hipogastrikus inferior yang bersatu dengan pleksus saraf simpatis setinggi L2-L3.

Nyeri pada persalinan kala II

Pada persalinan kala II, ketika servik berdilatasi penuh, stimulasi pada reseptor nosiseptif berlangsung terus menerus akibat dari kontraksi badan uterus dan distensi segmen bawah rahim. Nyeri yang disebabkan oleh dilatasi servik sudah menurun tetapi peningkatan secara progresif tekanan dari fetus terhadap struktur di pelvis menimbulkan nyeri somatik dengan regangan dan robekan fascia dan jaringan subkutan jalan lahir bagian bawah, distensi perineum dan tekanan pada otot lurik perineum. Sangat kontras dengan nyeri viseral, nyeri somatik pada kala II ini dirasakan terus menerus dan lokasinya jelas. Nyeri dari perineum berjalan melewati serat saraf aferen somatik, terutama pada saraf pudendus dan mencapai medula spinalis melalui segmen sakral 2,3 dan 4.

Sistem Transmisi Nyeri

Transmisi nyeri persalinan dibedakan atas dua sistem transmisi yaitu transmisi nyeri sebelum medula spinalis dan transmisi nyeri pada medula spinalis.

Transmisi nyeri pada serabut saraf sebelum medula spinalis

Suplai serabut saraf pada bagian bawah jalan lahir berbeda dari uterus, hal inilah yang menyebabkan perbedaan lokasi dan sumber nyeri pada persalinan kala I dan II. Sensasi dari kala I (awal kontraksi sampai dilatasi maksimal dari servik) merupakan nyeri viseral melalui saraf delta A dan C yang berasal dari dinding lateral fornices uterus dilanjutkan ke pleksus uterina dan servik lalu ke pleksus hipogastrika inferior, pleksus hipogastrika media dan pleksus hipogastrika superior serta pleksus aorta. Dari sini aferen nosiseptif berjalan dengan simpatetik lumbal, kemudian berjalan keatas sampai pada bagian bawah simpatetik thorakal dan masuk ke medula spinalis antara T10 dan L1 melalui white rami communicantes, berjalan melalui radiks posterior dan bersinaps dengan interneuron di tanduk dorsal medula spinalis. Sensasi kala II (mulai pembukaan servik lengkap sampai kelahiran bayi) timbul karena distensi dasar pelvis, vagina dan perineum. Impuls nyeri berjalan melalui saraf pudendus dan masuk ke medula spinalis pada S2 sampai S4.

Transmisi nyeri pada serabut saraf di medula spinalis

Serabut utama nyeri (delta A dan C) mencapai tanduk dorsal medula spinalis dari perifer ke lamina Rexed I dan II. Sel-sel dari lamina Rexed II memiliki hubungan sinaptik dengan lapisan IV-VII. Sel-sel dari lamina I dan V tanduk dorsal membentuk traktus spinotalamikus ascenden. Beberapa neuron ini memiliki enkhepalin sebagai neurotransmitter. Enkephalin merupakan suatu bahan endogen yang mampu menghalangi transmisi nyeri yang merupakan opioid endogen. Pada tingkat medula spinalis, reseptor opioid terdapat ujung presinaptik neuron primer dan pada tingkat interneural tanduk dorsal. Pada tingkat supraspinal, terlibat subsistem yang berbeda, termasuk didalamnya sistem adrenergik descenden, serotonergik dan sistem opioid.

Konsekuensi Nyeri Persalinan

Nyeri pada proses persalinan dapat menyebabkan konsekuensi fisiologis dan psikologis.

1. Konsekuensi fisiologis

Konsekuensi fisiologis yang diakibatkan oleh nyeri persalinan pada sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, neuroendokrin dan sistem gastrointestinal. Pada sistem pernafasan, nyeri persalinan dapat menyebabkan hiperventilasi yang akan berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Pengaruh pada sistem kardiovaskuler berupa peningkatan curah jantung, peningkatan tekanan darah melalui aktifitas simpatis dan peningkatan venous return yang diasosiasikan sebagai akibat kontraksi uterus. Keadaan ini dapat menjadi masalah pada pasien penyakit jantung dan preeklampsi. Konsekuensi nyeri persalinan pada neuroendokrin yaitu meningkatkan sekresi katekolamin ibu yang merupakan faktor resiko untuk terjadinya konstriksi uteroplasental. Sistem gastrointestinal diduga mengalami keterlambatan pengosongan lambung dan peningkatan sekresi asam lambung.(3,4,5)

2. Konsekuensi psikologis

Nyeri persalinan berat dapat berakibat terjadinya stres emosional jangka panjang dengan konsekuensi pada kesehatan mental maternal dan hubungan dengan keluarga.(3)

Penatalaksanaan Nyeri Persalinan

Penatalaksanaan nyeri persalinan dapat dilaksanakan baik secara farmakologi maupun non farmakologi. Metode farmakologi dilakukan dengan :

Parenteral

a. Opioid asli, contohnya pethidin (meperidin), morfin, diamorfin, fentanil dan remifentanil. Efek analgesia berupa sedasi dan sering menyebabkan kerusakan pada plasenta sehingga ibu dan janin membutuhkan monitoring selama dan sesudah persalinan.

b. Agen gabungan, contohnya meptanizol dan tramadol, menunjukkan bukti efektifitas yang lebih baik dan lebih aman dari pada opioid asli.

Inhalasi (N2O)

Metode non farmakologi dalam manajemen nyeri persalinan dapat dilakukan dengan:

1. Memberikan dukungan psikologi baik dari pasangan, keluarga dan penolong persalinan, menyediakan lingkungan yang nyaman, psikoprofilaksis contoh : musik, teknik pernafasan, visualisasi, teknik relaksasi dan pijat (massage).

2. Hipnotis : Membutuhkan ahli hipnotis yang berpengalaman, 10-20% wanita tidak cocok dengan teknik hipnotis dan efek samping yang dapat terjadi adalah status ansietas.

3. Air hangat, biasanya digunakan pada kala I dan kala II awal dalam persalinan. Panas berfungsi sebagai analgesia sedangkan daya apung berfungsi sebagai relaksant.

4. Aromaterapi, Refleksologi dan Akupunktur : perannya sangat terbatas.

5. TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) : sering digunakan pada persalinan awal dan untuk nyeri yang minimal.

6. Lain-lain : termasuk dekompresi abdominal dan teknik distraksi.

TRANSCUTANEOUS ELECTRICAL NERVE STIMULATION (TENS)

Sejarah TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)

Teknik elektroanalgesia ini telah dikenal sejak 2500 SM di Mesir, dimana mereka telah menggunakan ikan listrik untuk mengobati beberapa jenis penyakit. Pada tahun 46 SM, seorang dokter Romawi bernama Scribonius Largus mendokumentasikan pemakaian elektroanalgesia ini. Elektroanalgesia mengalami peningkatan popularitas seiring dengan perkembangan generator elektrostatik diabad 18 dan mengalami kemunduran pada abad 19 dan awal abad 20. TENS mulai dikembangkan lagi pada tahun 1965 oleh Melzack dan Wall dengan mengemukakan alasan fisiologis yang rasional mengenai efek elektroanalgesia. Mereka mnyatakan bahwa penyampaian transmisi sinyal nyeri dapat diinhibisi dengan aktifitas pada saraf aferen perifer (berdiameter besar) atau melalui aktifitas pada jaras inhibisi nyeri yang turun dari otak. Stimulasi elektris frekuensi tinggi secara perkutaneus digunakan untuk mengaktifkan saraf aferen perifer yang berdiameter besar dan stimulasi ini dapat meredakan nyeri kronik pada pasien. Shealy, Martiner dan Reswick menemukan bahwa stimulasi dari kolumna dorsalis yang membentuk jaras transmisi sentral dari saraf perifer yang berdiameter besar juga dapat meredakan rasa nyeri.

TENS merupakan salah satu teknik elektroanalgesia non-invasif yang telah digunakan secara luas diberbagai tempat praktek ahli fisioterapi, perawat dan bidan. TENS melibatkan aliran listrik lemah melalui elektroda yang ditempelkan pada permukaan kulit. Elektroda ditempatkan pada beberapa tempat ditubuh, kemudian arus dialirkan melalui kabel dengan frekuensi dan intensitas yang disesuaikan untuk mendapatkan efek optimal selama dan setelah stimulasi.

Mekanisme Analgesia TENS

Mekanisme kerja TENS dalam menghilangkan nyeri diduga adalah melalui :

Inhibisi presinaptik pada kornu dorsal medula spinalis.

Pengontrolan nyeri secara endogen melalui endorphin, enkhepalin dan dynorphin.

Inhibisi langsung serabut saraf yang tereksitasi abnormal.

Restorasi input aferen.

Penelitian di laboratorium menunjukkan hasil bahwa stimulasi listrik oleh TENS mengurangi nyeri melalui hambatan nosiseptif pada tingkat presinaptik pada kornu bagian dorsal. Sehingga menghambat transmisi ke sentral. Rangsangan listrik pada kulit mengaktifasi ambang rendah serabut saraf bermyelin. Input aferen dari serabut ini menghambat propagasi nosiseptif yang dibawa oleh serabut-serabut C kecil tak bermyelin dengan menghambat transmisi sepanjang serabut saraf ini ke target sel (sel-T) yang terdapat pada substansia gelatinosa kornu dorsal.

Mekanisme analgesia yang dihasilkan oleh TENS dapat dijelaskan dengan teori pengontrolan gerbang (Gate Control Theory) oleh Melzack dan Wall. Teori ini menjelaskan bahwa serabut syaraf dengan diameter kecil yang membawa stimulus nyeri akan melaui pintu yang sama dengan serabut yang memiliki diameter lebih besar yang membawa impul raba (mekanoreseptor), apabila kedua serabut saraf tersebut secara bersama-sama melewati pintu yang sama, maka serabut yang lebih besar akan menghambat hantaran impuls dari serabut yang lebih kecil. Gerbang biasanya tertutup, menghalangi secara konstan transmisi nosiseptif melalui serabut C dari sel perifer ke sel-T. Jika timbul rangsangan nyeri perifer, informasi dibawa oleh serabut C mencapai sel-T dan gerbang akan terbuka, menyebabkan transmisi sentral ke Thalamus dan korteks dimana impuls akan diinterpretasikan sebagai nyeri. TENS berperan dalam mekanisme tertutupnya gerbang dengan menghambat nosiseptif serabut C dengan memberikan impuls pada serabut bermyelin yang teraktifasi.

TENS yang berfrekuensi rendah bekerja terutama dengan menghasilkan senyawa kimia opiod endogens dan efeknya dapat berkurang atau hilang dengan pemberian antagonis reseptor opioid. b endorfin akan meningkat konsentrasinya pada aliran dan cairan spinal setelah penggunaan TENS baik yang berfrekuensi rendah ataupun tinggi. Senyawa ini akan menginhibisi sinyal nyeri di medulla spinalis. Senyawa kimia ke 2 yang dikeluarkan susunan saraf pusat sebagai respon dari TENS adalah opioids endogens yang menghambat transmisi nyeri pada substansia gelatinosa di medulla spinalis.

Teknik dan Alat TENS

TENS menggunakan alat elektrik berukuran kecil yang untuk menghantarkan impuls listrik ke kulit. Satu unit TENS terdiri dari pembangkit sinyal listrik, baterai danelektroda. Parameter stimulasi yang biasa dipakai adalah :

Amplitudo : Intensitas rendah, comfortable level dan diatas ambang. Luasnya denyut (durasi) : 10 – 1000 mikro detik. Laju denyut (frekuensi) : 80 – 100 impuls perdetik (Hz), 0,5 – 10 Hz jika intensitas disetel tinggi.

Pada saat memakainya pasien diminta untuk mencoba berbagai frekuensi dan intensitas untuk mendapatkan kontrol nyeri yang terbaik bagi individu yang bersangkutan. Posisi elektroda dipasang pada daerah yang sakit (dapat juga pada daerah lain seperti titik akupunktur, trigger point, saraf kulit) untuk mendapatkan perbandingan hasil yang lebih baik.

Ada tiga pilihan metode terapi dengan TENS yaitu :

1. Konvensional TENS

Konvensional TENS menggunakan frekuensi tinggi (40-150 Hz) dan intensitas rendah, pengaturan arus antara 10-30 mA, durasinya pendek (diatas 50 mikrodetik). Onset analgesia pada metode ini bersifat sedang. Nyeri hilang bila alat dihidupkan dan biasanya kembali lagi bila alat dimatikan. Setiap harinya pasien memasang elektroda sepanjang hari, stimulus diberikan dengan interval 30 menit. Pada individu yang merespon baik, akan didapatkan efek analgetik sampai beberapa lama setelah penggunaan alat dihentikan.

2. Acupuncture Like TENS (AL-TENS)

Pada metode ini digunakan stimulus dengan frekuensi rendah dimulai dengan 1-10 Hz, intensitas tinggi, tetapi masih dapat ditoleransi pasien. Metode ini lebih efektif dari pada konvensional TENS, tetapi ada beberapa pasien yang merasa kurang nyaman. Metode ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap konvensional TENS.

3. Intense TENS

Menggunakan stimulus dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi. Cetusan arus dilepaskan 1-2 Hz, dengan frekuensi masing-masing cetusan 100 Hz. Tidak ada keuntungan khusus metode ini dibandingkan dengan konvensional TENS.

TENS digunakan untuk secara selektif mengaktifkan saraf aferen Aβ yang menyebabkan inhibisi transmisi nosiseptif di medula spinalis. Dinyatakan bahwa mekanisme kerja dan profil analgesik AL-TENS dan intense-TENS berbeda dari TENS konvensional dan metode tersebut lebih berguna dibanding konvensional TENS, karena TENS konvensional hanya memberikan sedikit keuntungan. Ada beberapa penelitian yang melaporkan bahwa terdapat bukti yang tidak begitu kuat yang mendukung penggunaan TENS dalam manajemen nyeri post operasi dan nyeri persalinan. Tetapi, temuan ini telah dipertanyakan karena bertolak belakang sekali dengan pengalaman klinis dan akan sangat tidak tepat untuk menolak penggunaan TENS pada nyeri akut sampai terdapat bukti atau alasan yang menerangkan perbedaan antara pengalaman klinis dengan penelitian klinis di eksplorasi lebih lanjut. Review sistematik menunjukan hasil yang lebih positif mengenai penggunaan TENS pada nyeri kronis. Sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih baik untuk menentukan perbedaan efektifitas antara berbagai tipe TENS, dan untuk membandingkan cost-effectiveness (efektivitas biaya) TENS dengan intervensi analgesik konvensional dan eletrokterapi lainnya

Indikasi dan Kontraindikasi TENS

TENS telah digunakan untuk tipe dan kondisi nyeri yang bervariasi seperti low back pain (LBP), myofascial dan nyeri artritis, nyeri yang dimediasi oleh saraf simpatis, inkontinensia, nyeri perssalinan, nyeri neurogenik, nyeri viseral dan nyeri post operasi.

Indikasi TENS :

1. Nyeri neurogenik : nyeri yang dimediasi saraf simpatis, nyeri post herpetik, nyeri trigeminal, nyeri fasial atipikal, avulsi pleksus brakialis dan nyeri setelah destruksi medula spinalis (Spinal Cord Injury = SCI).

2. Nyeri muskuloskeletal : nyeri sendi pada artritis reumatoid dan osteoartritis, nyeri akut post operasi (post thorakotomi), nyeri akut post trauma. Setelah operasi, TENS dapat digunakan untuk nyeri level ringan sampai sedang dan tidak efektif untuk nyeri berat.

3. Nyeri viseral, nyeri persalinan dan dysmenorrhea.

4. Keadaan lain : angina pektoris, dan inkontinensia, memperbaiki fungsi motorik pada pasien post stroke, mengontrol muntah pada pasien dengan kemoterapi, penyembuhan post operasi dan nyeri post fraktur.

Kontraindikasi TENS :

1. TENS tidak boleh digunakan pada pasien dengan pacemaker pada jantung atau pasien dengan penyakit jantung.

2. TENS tidak boleh digunakan pada pasien epilepsi.

3. TENS tidak boleh digunakan selama kehamilan preterm.

4. Untuk mengurangi resiko menginduksi persalinan, TENS sebaiknya tidak diletakan diatas uterus yang sedang membesar tersebut

5. TENS tidak boleh digunakan diatas sinus karotis, mengingat resiko untuk terjadinya akut hipotensi melalui reflek vasovagal.

6. TENS tidak boleh digunakan didalam mulut atau pada daerah kulit yang rusak atau luka.

7. Elektroda tidak boleh digunakan pada area kelainan sensoris (pada kasus lesi saraf, neuropati).

8. Penggunaan TENS harus diawasi ketat pada pasien dengan stimulator medula spinalis atau pompa intratekal.

PENGGUNAAN TENS PADA NYERI PERSALINAN

Nyeri pada proses persalinan merupakan keadaan yang sangat dikhawatirkan pada ibu yang akan menghadap persalinan. Intensitas nyeri pada persalinan bervariasi umumnya ibu akan merasa sangat nyeri pada proses persalinan. Tetapi ada sebagian kecil ibu yang tidak merasakan nyeri yang berarti pada persalinan mereka. Rasa kekhawatiran akan persalinan dapat menimbulkan sensasi nyeri tersendiri pada proses persalinan.

Pada persalinan diharapkan ibu hamil dapat melewati proses persalinan dengan nyaman dan tidak menimbulkan cacat emosional. Oleh karena itu diperlukan penanganan untuk mengatasi rasa nyeri yang timbul dalm proses persalinan.

Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri yang timbul akibat proses persalinan. Metode farmakologi dengan penggunaan obat-obatan : beberapa diantaranya adalah penggunaan nitrous oksida, pethidhin, morphine, anestesi epidural, anestesi spinal, blokade saraf dan anestesi umum. Metode non pharmakologi : beberapa metode ini diantaranya adalah relaksasi dan pijat (massage), air hangat dan TENS (Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation). TENS yaitu penggunaan gelombang listrik para kulit melalui permukaan elektroda untuk mengurangi rasa nyeri terutama yang ditimbulkan akibat persalinan.

Mekanisme kerja TENS.

Stimulasi TENS sebagai penghilang nyeri persalinan dilakukan dengan mengirimkan impuls bifasik, panjang impuls 0,25 m/dtk, frekuensi dan amplitudo disesuaikan. Rentang amplitudo yang digunakan adalah 0-200 volt sedangkan rentang frekuensi 10-150 Hz. Elektroda dibuat dari metal dengan area aktif 30 x 80 mm dan diletakkan pada punggung pasien secara simetris sesuai dengan jaras nyeri pada persalinan kala I (T10-L1) dan pada persalinan kala II (S2-S3). Untuk mendapatkan efek analgesia optimal, amplitudo stimulus ditingkatkan sampai level dimana terjadi fasikulasi otot disekeliling elektroda. Stimulasi intensitas tinggi digunakan selama kontraksi uterus pada puncak nyeri selama 1 menit dan stimulasi dengan intensitas rendah digunakan selama persalinan kala I. Kondisi ibu dan janin harus dimonitor selama proses persalinan.

Para produsen sekarang telah memproduksi alat TENS yang didesain khusus untuk kebidanan yang memiliki channel ganda dan tombol kontrol ‘boost’ untuk nyeri kontraksi.

Teori penghantaran rasa nyeri yang dapat menjelaskan mekanisme kerja TENS adalah teori ‘Gate Control’ (Melzack & Wall, 1965). Teori ini menjelaskan bahwa serabut syaraf dengan diameter kecil yang membawa stimulus nyeri akan melaui pintu yang sama dengan serabut yang memiliki diameter lebih besar yang membawa impul raba (makanoreseptor), apabila kedua serabut saraf tersebut secara bersama-sama melewati pintu yang sama, maka serabut yang lebih besar akan menghambat hantaran impuls dari serabut yang lebih kecil.

Efektifitas TENS terhadap nyeri persalinan.

Penggunaan alat ini untuk mengurangi rasa nyeri akibat persalinan masih jarang diteliti. Beberapa survey menyebutkan bahwa banyak ibu hamil tertarik menggunakan alat ini pada persalinan mereka. Popularitas penggunaan TENS untuk meredakan nyeri saat persalinan meningkat akibat adanya laporan dan penelitian yang menyatakan kepuasan pasien dengan penggunaan TENS tanpa harus ada kelompok kontrol.

Augustinsson et al menjadi pionir penggunaan TENS di kebidanan dengan menempatkan TENS pada vertebre yang bersesuaian dengan saraf eferen nosiseptif yang berhubungan dengan nyeri saat kala I dan kala II persalinan (cth, T10-L1 dan S2-S4, berurutan, gambar 1). Mereka melaporkan bahwa 88% dari 147 orang wanita mengalami penurunan intensitas nyeri (nyerinya mereda) dengan metode ini, walaupun penelitian ini tidak menggunakan kontrol grup plasebo.

Penelitian Kaplan B dkk juga menyatakan keefektifan TENS dalam mengatasi nyeri persalinan. Sampel yang digunakan pada penelitiannya adalah 104 wanita dengan 46 nullipara dan 58 multipara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72% nullipara dan 69% multipara menyatakan TENS efektif terhadap nyeri persalinan dengan 65% multipara menyatakan TENS sama efektifnya dengan metode penghilang nyeri yang pernah digunakan pada persalinan sebelumnya.

Pengujian efektifitas TENS sebagai analgesia nyeri persalinan pada 100 wanita di Mumbai oleh Pandole dkk. Dalam penelitian ini digunakan TENS dengan amplitudo antara 0-200volts dan frekuensi berkisar antara 10-150 herzt. Elektroda logam ditempatkan pada T10-L1 pada kala I dan S2-S3 selama kala II. Ransangan dengan intesitas tinggi diberikan saat kontraksi dan ransangan dengan intesitas rendah saat tidak kontraksi. Cara ini memberikan hasil 74% pasien menyatakan TENS dapat menghilangkan nyeri dengan baik, 24% menyatakan efek yang biasa dan hanya 2% yang tidak merasakan efek TENS sebagai penghilang nyeri persalinan dan sebagian besar menyatakan keinginan untuk menggunakan TENS pada persalinan berikutnya.

Kaplan.B dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa para pasien yang telah menggunakan TENS untuk mengurangi rasa nyeri selama masa persalinan telah mengungkapkan kepuasan yang mereka dapatkan. Dan tidak menimbulkan kelainan pada fetal heart rate atau efek samping lain pada bayi. Hal serupa didapatkan pada penelitian Pandole dkk. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa TENS lebih efektif pada persalinan kala I dari pada kala II dan tidak ada pengaruh durasi pemakaian TENS dengan APGAR score janin. Beberapa pengarang juga telah menandai keuntungan TENS dalam mengurangi lamanya persalinan.

Kaplan.B menguji keampuhan dari alat TENS baru yang telah didesain dan dibuat di Israel menurut pada spesifikasi tertentu. Dalam penelitian ini, digunakan tehnik yang sama dengan studi-studi sebelumnya yang menggunakan TENS untuk mengurangi nyeri pada persalinan. Kenyataannya bahwa wanita-wanita yang mau berpartisipasi, termasuk multipara yang telah menggunakan analgesi lain pada persalinan sebelumnya, mengikuti studi berdasarkan keinginan mereka sendiri. Sebagian besar ibu melahirkan yang pernah menggunakan TENS, dengan mengabaikan riwayat obstetri mereka atau penggunaan analgesi selama persalinan sebelumnya, menemukan bahwa TENS efektif untuk mengontrol nyeri pada persalinan mereka.

Dikatakan juga bahwa nyeri persalinan sangat hebat pada kala II, sehingga TENS tidak cukup efektif. Oleh karena itu penggunaan TENS yang diberikan pada awal kala I, mereka akan memerlukan tambahan analgetik pada akhir kala I sesuai tingkat dilatasi serviks, meski dosis yang diperlukan lebih kecil.

Walaupun Kaplan.B telah menggambarkan penemuan TENS yang signifikan terhadap kala I persalinan, kecenderungan yang sama dapat dilakukan juga pada kala II yang sama baiknya tapi hasil yang didapat masih mengandung bias karena kemungkinan kala II berlangsung lebih lama akibat menerima analgesi blok epidural. Penjelasan yang mungkin untuk penemuan pada kala II ini adalah karena adanya ketidaknyamanan dan kegelisahan ibu yang disebabkan oleh penggunaan TENS segera setelah masuk kamar bersalin. Untuk itu diperlukan edukasi yang baik sebelum menggunakan TENS dalam persalinan.

Walaupun penelitian-penelitian diatas menunjukan keberhasilan TENS dalam mengurangi nyeri persalinan namun beberapa penelitian terakhir memberikan hasil yang berbeda. Dalam review sistematis kredit diberikan pada penelitian yang menggunakan skor metodologis yang tinggi seperti penelitian Ploeg et al, Harrison et al, dan Thomas et al. Van der Ploeg et al melaporkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara TENS aktif dan TENS palsu pada 94 orang wanita yang digunakan sebagai intervensi analgesik tambahan. RCT oleh Thomas et al terhadap 280 parturien, menemukan tidak ada perbedaan yang signifikan antara TENS aktif dan TENS palsu pada intervensi analgesik atau skor nyerinya. Yang menarik pada penelitian oleh Harrison et al dan Thomas et al, pada kondisi tersamar ganda para wanita lebih menyukai TENS aktif jika dibandingkan dengan TENS palsu.

Tetapi, hal ini berlawanan dengan pengalaman klinis yang dialami oleh bidan, dokter dan tingkat kepuasan pasien dalam hal penggunaan TENS. Sangat mungkin bahwa, masalah metodologis yang berhubungan dengan intervensi yang didasarkan pada-teknik pengamatan RCTs, mungkin dapat menimbulkan bias terhadap outcome dari review sistematik. Pemulihan rasa nyeri yang self-reported (dilaporkan sendiri) mungkin tidak terlalu bisa diandalkan, jika si pasien mengalami kondisi emosional dan traumatik yang tidak stabil, seperti yang terjadi pada berbagai tahap persalinan. Respon yang diharapkan saat si anak lahir, saat dimana si wanita merasa relaks dan mungkin dalam kondisi yang lebih baik, untuk menilai dan menggambarkan efek dari intervensi, mungkin akan jauh lebih cocok digunakan

EFEK SAMPING TENS DALAM PERSALINAN

Efek samping TENS sangat sedikit dan kebanyakan bersifat hipotetis dan hanya sedikit yang melaporankan kasus efek samping TENS yang bisa ditemukan dalam literatur. Walaupun begitu, terapis sebaiknya berhati-hati dalam memberikan TENS pada sekelompok pasien. Pada kepustakaan disebutkan efek samping penggunaan TENS selama persalinan antara lain :

· Wanita dengan kehamilan trimester I efek TENS terhadap perkembangan fetus masih belum diketahui secara pasti (walaupun belum ada laporan yang mengatakan terjadinya gangguan pertumbuhan).

· Untuk mengurangi resiko menginduksi persalinan, TENS sebaiknya tidak diletakan diatas uterus yang sedang membesar tersebut.

· Beberapa pasien melaporkan mengalami post-stimulasi analgesia walaupun durasi efek bervariasi, yang bisa berlangsung antara 2 jam hingga 18 jam. Ini mungkin menggambarkan fluktuasi alami terhadap gejala dan harapan pasien akan durasi terapi dibanding efek spesifik yang diinduksi TENS. Diyakini bahwa analgesi post TENS lebih lama pada AL-TENS dibanding konvensional TENS, dan hal ini didukung oleh penelitian eksperimental. Walaupun begitu, masih banyak yang harus dilakukan untuk menentukan time course efek analgesik berbagai jenis TENS.

· Pada 33% pasien dapat terjadi iritasi kulit dan pada tempat elektroda dapat terjadi kekeringan kulit akibat penggunaan gel.

· Pasien mungkin mengalami iritasi kulit akibat TENS seperti warna kemerahan disekitar tempat menempelnnya elektroda. Hal ini umum ditemukan akibat adanya dermatitis di tempat kulit berkontak dengan elektroda, yang diakibatkan oleh bahan elektroda, gelnya atau plester pelekatnya. Pengembangan elektroda hipoalergi telah secara signifikan mengurangi insiden dermatitis kontak. Pasien disarankan untuk membersihkan kulit (dan elektroda jika diindikasikan oleh produsennya) setelah pemakaian TENS, dan pada pemakaian harian sebaiknya elektroda di tempelkan pada kulit yang bersih.

· Gangguan pada sensasi kulit. Elektroda yang dipasang pada kulit dapat menimbulkan iritasi atau terbakar akibat stimulas yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Conklin KA. Analgesia dan Anestesia Obstetrik. Esensial Obstetri dan Ginekologi. WB Saunders Company, Philadelphia, 2001;149-62

2. Vincent RD, Chestnut DH. Epidural Analgesia During Labor. American Academy of Family Physician. November 15.1998

3. Charlton JE. Pain and Pregnancy and Labor. Core Curiculum for Professional Education in Pain. IASP Press, Seattle, 2005;1-3

4. Youngstrom PC. Obstetric Anesthesia. O’Grady (Ed). Operative Obstetrics. William and Wilkins, Baltimore, 1996;96-120

5. Susilo. Labor Analgesia. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) XI IDSAI, Medan 4-7 Juli 2002;216-22

6. Johnson M. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) Low Frequency Currents, 2003;259-82

7. Kaplan B, Rabinerson D, Lurie S, et all. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) for Adjuvant Pain-Relief During Labor and Delivery. International Journal of Gynecology and Obstetrics:60:1998;251-5

8. Cunningham FG, McDonald PC, Gant NF, et all. Obstetrics Anesthetics. William Obstetrics. 22th ed, Appleton & Lange a Simon and Schuster Company, New York, 2005;477-9

9. Fishburne JI. Obstetric Anesthesia and Analgesia. Danforth’s Obstetrics and gynekology. 7th ed. JB Lippincot Company, Philadelphia, 1994;129-44

10. Forster RM. Local Anesthesia in Obstetrics. Sciarra JJ. Gynekology and Obstetrics. Revised ed. 92. JB Lippincot Company, Philadelphia, 1992 :vol3;29.

11. Harry O. Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan. Yayasan Essentia Medika, Jakarta, 1996;377-411

12. Shnider S, Levison G, Ralston D. Regional Anesthesia for Labor and Delivery. Anesthesia for Obstetric. 3th Eds. William and Wilkins, Baltimore, 1993;135-52

13. Young J. Sources of Pain During Labor and Birth. Childbirth, 1998. http://www.childbirth.org/

14. Sukra W. Pendekatan Baru dalam Anestesi Obtetrik. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Berkala (PIB) XI IDSAI, Medan 4-7 Juli 2002;200-9

15. Morgan E, Mickhail M. Obstetric Anesthesia. Clinical Anesthesiology. First ed., Appleton & Lange, London, 1992;611-29.

16. Chestnuts DH,Gibbs CP : Obstetric anaesthesia, in Obtetrics, Normal & Problem Pregnancies,2nd.ed. New York, Churchill Livingstone Inc, 1991.

17. Sulistio K. Teknik Baru untuk Analgesia Persalinan. Bagian anestesiologi FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

18. Kaye V. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation. eMedicine. Journal, January 29, 2002:3:1

19. Macnair T. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation. Oktober 10, 2005

20. Pandole A, Kore SJ, Nemade Y, et all. Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation for Labor Analgesia.

Keluhan Usai Sesar Dan Cara Mengatasinya

0

Mengikuti anjuran dokter sangat membantu dalam mengatasi keluhan. Berbagai keluhan setelah operasi sesar memang acap terdengar; sering kebal (mati rasa), nyeri tulang belakang, atau nyeri di perut. Sebaiknya, jangan keburu panik karena semua keluhan tersebut pada dasarnya bisa diantisipasi dan diatasi.

Tentu saja semua masalah mesti dikonsultasikan pada dokter kebidanan dan kandungan agar penanganannya tepat dan intensif. Apa saja sih keluhan yang sering muncul? Kita simak satu per satu.

SAKIT DI TULANG BELAKANG

Sehabis sesar ibu sering mengalami rasa sakit di bagian tulang belakang tempat dilakukan suntik sebelum operasi. Keluhan ini umumnya timbul ketika membungkukkan badan saat mengambil sesuatu atau mengangkat beban yang lumayan berat. Sumber rasa nyeri berada tepat pada bekas tusukan jarum suntik saat dilakukan bius lokal. Diduga karena pernah terjadi trauma di situ.

Sebagai tindakan awal, atasi dengan melakukan gerakan yang tidak terlalu mendadak atau berubah drastis. Saat mengambil benda kecil di lantai, contohnya. Sebaiknya ambil posisi jongkok dengan menekuk kaki dan hindari posisi membungkuk yang akan meningkatkan beban di tulang belakang.

Sedapat mungkin, hindari pula mengangkat beban berat. Selain itu, lakukan olahraga yang tepat secara teratur agar kesehatan dan kebugaran tubuh senantiasa terjaga. Untuk penanganan lebih mendalam, sebaiknya lakukan konsultasi dengan dokter spesialis anestesi yang menangani pembiusan. Dokter akan memeriksa dan menganjurkan pengobatan sesuai dengan diagnosisnya. Pemeriksaan penunjang mungkin saja diperlukan, misalnya rontgen tulang belakang.

TAK BOLEH SEGERA HAMIL

Jarak aman antar kehamilan yang disarankan adalah 2 tahun setelah sesar, meski ini bukan angka mati karena terpulang kembali pada kondisi masing-masing ibu. Idealnya, sehabis menjalani operasi sesar, tunda kehamilan sampai luka operasi dan jahitannya benar-benar sembuh dan kuat.

Kehamilan selagi jahitan masih basah dan belum kuat dikhawatirkan membuatnya lepas dan selanjutnya membahayakan ibu seiring dengan membesarnya perut. Selain itu, tenggang waktu 2 tahun ini juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada organ-organ reproduksi maupun organ lainnya untuk beristirahat.

Kalau memang sudah keburu hamil sebelum batas waktu tersebut, segeralah berkonsultasi secara intensif pada dokter kebidanan dan kandungan. Akan lebih baik bila yang didatangi adalah dokter yang dulu menangani operasi sesar ibu karena dialah yang tahu kondisi pasiennya. Bila ada tanda-tanda yang mencurigakan, seperti rasa nyeri yang sangat di bawah daerah sayatan atau di atas tulang kemaluan, jangan ragu untuk segera ke rumah sakit.

Saat usia kehamilan 36 minggu jangan lupa mintalah dokter melakukan pengukuran biometri janin, letak plasenta, jumlah cairan ketuban dan tebal segmen bawah rahim. Pengukuran ini penting untuk mengetahui kapan operasi sesar harus dilakukan. Pada kehamilan yang jaraknya relatif dekat seperti ini biasanya ibu tidak dianjurkan menjalani persalinan normal karena dikhawatirkan bakal terjadi robekan rahim yang jauh lebih besar.

RASA KEBAL DI BEKAS SAYATAN

Keluhan lain sehabis sesar adalah rasa kebal di bagian atas bekas sayatan operasi. Ini wajar karena saraf di daerah tersebut boleh jadi ada yang terputus akibat sayatan saat operasi. Butuh waktu cukup lama, kira-kira 6-12 bulan, sampai serabut saraf tersebut menyambung kembali. Ibu-ibu yang mengalami lazimnya diminta bersabar menunggu serabut-serabut saraf menyambung kembali.

NYERI DI BEKAS JAHITAN

Banyak ibu yang mengeluhkan rasa nyeri di bekas jahitan sesar. Keluhan ini sebetulnya wajar karena tubuh tengah mengalami luka dan penyembuhannya tidak bisa sempurna 100%, apalagi jika luka tersebut tergolong panjang dan dalam. Ingat, dalam operasi sesar ada 7 lapisan perut yang harus disayat. Sementara saat proses penutupan luka, 7 lapisan tersebut dijahit satu demi satu menggunakan beberapa macam benang jahit.

Sayangnya, dalam proses penyembuhan tak bisa dihindari terjadinya pembentukan jaringan parut. Jaringan parut inilah yang dapat menyebabkan nyeri saat melakukan aktivitas tertentu. Begitu juga aktivitas yang berlebihan maupun penekanan di bagian tersebut.

Nah, untuk meminimalkan keluhan yang satu ini mau tidak mau tinggalkan dulu aktivitas yang berlebihan, apalagi dengan gerakan yang terlalu cepat. Pilihlah aktivitas ringan yang tidak terlalu memberatkan. Jangan pula menekan daerah jahitan tersebut, baik sengaja maupun tidak, atau berjongkok secara tiba-tiba sampai bagian bekas jahitan sesar benar-benar kering dan kuat.

MUNCUL KELOID DI BEKAS JAHITAN

Selama masa penyembuhan luka operasi sesar, banyak ibu yang gundah karena perutnya tak lagi mulus. Apalagi jika di bekas jahitan tersebut muncul benjolan memanjang yang disebut keloid. Keloid sering muncul pada bekas luka, termasuk luka akibat operasi sesar, sebagai reaksi tubuh yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka.

Munculnya keloid pada bekas sayatan operasi sesar biasanya disebabkan oleh paparan cairan ketuban yang mengandung faktor pertumbuhan sel, jenis benang jahit yang dipakai, teknik menjahit yang digunakan, serta bakat seseorang dalam reaksi jaringan.

Sebenarnya ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk meminimalkan munculnya keloid. Antara lain, dokter harus melakukan teknik menjahit yang baik, memilih benang jahit yang tidak iritatif, dan memberikan obat antikeloid.

Usai operasi, ibulah yang harus benar-benar menjaga agar luka bekas operasi sesar tidak mengalami iritasi, infeksi, atau malah terbuka yang dapat merangsang terjadinya keloid. Memang ada operasi untuk mengangkat keloid, tapi upaya ini toh belum dapat mencegah berulangnya keloid.

GATAL DI BEKAS JAHITAN

Rasa gatal di bekas jahitan sangat mengganggu dan mendorong ibu untuk menggaruknya. Urungkan niat itu karena dikhawatirkan jahitan akan terbuka dan berdampak lebih parah. Sebenarnya, rasa gatal bisa timbul akibat adanya infeksi pada daerah luka operasi seperti infeksi jamur atau karena reaksi penyembuhan luka yang berlebihan.

Bila penyebabnya infeksi biasanya akan tampak tanda radang di daerah jahitan. Ditandai dengan kulit yang berwarna kemerahan, ada luka, ada cairan yang keluar, terasa panas, dan terasa nyeri bila ditekan. Berbeda bila disebabkan karena reaksi kulit yang berlebihan; kulit di daerah jahitan menebal dan mengeras serta menonjol dibanding permukaan kulit lainnya. Inilah yang disebut keloid.

Bila keluhannya ringan, ibu masih bisa bertahan untuk tidak menggaruk. Hindari makanan atau zat tertentu yang memang dapat menyebabkan alergi berbentuk gatal di kulit. Yang tak kalah penting, hindari pemakaian celana dalam ketat yang akan menimbulkan gesekan pada bekas jahitan secara berulang kali. Atasi rasa gatal dengan menggunakan salep antigatal atau antikeloid. Namun untuk menilai sejauh mana efektivitasnya, konsultasikan dokter kebidanan dan kandungan.

TAK BISA LAGI MELAHIRKAN NORMAL

Banyak wanita yang merasa tidak sempurna jika tidak pernah menjalani persalinan normal. Oleh sebab itu, informasi yang mengatakan operasi sesar akan menutup kesempatan melahirkan normal di kehamilan berikutnya acapkali membuat ibu gundah. Memang sih pada kasus-kasus tertentu, ibu yang pernah bersalin dengan cara sesar dianjurkan untuk kembali disesar pada persalinan berikutnya.

Akan tetapi bila sesar sebelumnya bukan atas indikasi menetap seperti panggul sempit atau abnormal, berikutnya ibu boleh-boleh saja melahirkan normal. Tentu saja asalkan segala persyaratan terpenuhi, di antaranya kehamilan berikut terjadi setelah sesar lewat 1 tahun atau setelah anak sebelumnya berumur 18 bulan, kondisi jahitan aman, dan tidak ada komplikasi pada jahitan.

Agar bisa melahirkan normal, sebaiknya ibu mengikuti anjuran dokter. Dan siapkan segalanya seperti rajin Yoga, relaksasi hypnobirthing sehingga baik fisik maupun mental spiritual semakin siap.

PEMBATASAN BEROLAHRAGA

Karena kondisi perut yang lemah akibat sayatan, banyak ibu percaya kalau mereka tidak boleh berolahraga selamanya. Sebenarnya, olahraga boleh dilakukan asalkan secara bertahap. Contohnya, setelah lewat 40 hari lakukan senam ringan atau jalan santai.

Tiga bulan kemudian lakukan senam atau jalan santai dengan intensitas waktu yang lebih lama. Namun sebelum berolahraga sebaiknya konsultasikan lebih dulu pada dokter apakah gerakan-gerakan olahraga yang akan ditekuni benar-benar aman atau tidak, dan kapan boleh dilakukan.

JAHITAN TERBUKA

Jahitan terbuka sering dialami ibu pascasesar. Biasanya akan diikuti dengan keluarnya cairan sehingga luka terlihat basah, berwarna kemerahan, berdarah, serta muncul rasa nyeri dan gatal. Kemungkinan lain, akan terjadi perdarahan bercak bila rahim berkontraksi berlebihan.

Terbukanya jahitan sesar memang bisa saja terjadi dengan aneka penyebab. Di antaranyateknik jahit yang kurang baik, kualitas benang jahit, atau akibat kesalahan ibu sendiri.

Itulah mengapa, dokter yang melakukan jahitan sesar harus memahami betul teknik menjahit dan benang jahit yang benar-benar berkualitas. Ibu juga diminta untuk tidak melakukan gerakan-gerakan berlebihan dan cepat, mengedan terlalu kuat, apalagi mengangkat beban berat. Mengapa? Tak lain karena dalam tiga bulan pertama setelah sesar, luka dinding rahim belum sembuh benar sehingga bisa saja terbuka.

STERIL SETELAH SESAR

Mereka yang sudah menjalani 3x operasi sesar mau tidak mau harus bersedia disteril. Iniadalah standar medik di Indonesia guna menghindari hal-hal yang sangat membahayakan ibu maupun janinnya.

Juga karena memang belum ada RS yang menyediakan teknologi mutakhir untuk melakukan operasi sesar keempat kalinya pada ibu yang sama. Itulah mengapa, saat dilakukan tindakan sesar untuk ketiga kali, ibu biasanya ditawari untuk sekalian dioperasi steril. Lain cerita kalau ada alasan yang kuat, yaitu dari 3x sesar belum ada satu pun bayi yang hidup.

Dalam kasus seperti ini, jika ibu hamil lagi, kondisinya harus diawasi dengan sangat ketat. Tindakan steril merupakan pemotongan saluran telur sepanjang kira-kira 1 cm sehingga kemungkinan terjadi pembuahan akan sangat kecil. Namun, meski kecil kemungkinannya, terkadang saluran telur yang telah dipotong ini bisa saja tersambung kembali secara alamiah sehingga pembuahan bisa saja terjadi lagi.

DEMAM BERDARAH PADA KEHAMILAN

0

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedes albopictus dengan empat manifestasi klinis utama berupa demam tinggi, fenomena perdarahan, hepatomegali, dan pada kasus yang berat ditandai dengan kegagalan sirkulasi. Pasien dengan keadaan ini dapat berkembang menjadi syok hipovolemik karena adanya kebocoran plasma, yang dikenal dengan Dengue Shock Syndrome (DSS) yang berakibat fatal.

Epidemiologi

Di Indonesia DBD pertama kali dicurigai telah terjadi di Surabaya pada tahun 1968, tetapi konfirmasi virologis baru diperoleh pada tahun 1970. Di Jakarta, kasus pertama dilaporkan pada tahun 1969. Kemudian DBD berturut-turut dilaporkan di Bandung dan Jogjakarta (1972). Epidemi pertama di luar Jawa dilaporkan pada tahun 1972 di Sumatera Barat dan Lampung, disusul oleh Riau, Sulawesi Utara dan Bali (1973). Pada tahun 1974, epidemi dilaporkan di Kalimantan Selatan dan Nusa Tenggara Barat. Pada tahun 1994 DBD telah menyebar ke seluruh propinsi di Indonesia. Pada saat ini DBD sudah endemis di banyak kota besar, bahkan sejak tahun 1975 penyakit ini telah terjangkit di pedesaan.

Berdasarkan jumlah kasus DBD, Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand. Sejak tahun 1968 angka kesakitan rata-rata DBD di Indonesia terus meningkat dari 0,05 (1968) menjadi 8,14 (1973) menjadi 8,65 (1983) dan mencapai angka tertinggi pada tahun 1988 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk dengan penderita sebanyak 57.573 orang, dengan 1.527 orang penderita dilaporkan meninggal dari 201 daerah tingkat II.

Morbiditas dan mortalitas DBD yang dilaporkan berbagai negara bervariasi disebabkan beberapa faktor antara lain status umur penduduk, kepadatan vektor, tingkat penyebaran virus dengue, prevalensi serotipe virus dengue dengan kondisi metereologis.

Pada awal terjadinya wabah di suatu negara, distribusi umur penderita memperlihatkan jumlah penderita terbanyak dari golongan anak berumur kurang dari 15 tahun (86-95%). Namun, pada wabah-wabah selanjutnya, jumlah penderita yang digolongkan dalam usia dewasa muda meningkat.

Di Indonesia virus DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4 telah berhasil diisolasi dari darah penderita. Di Jakarta daerah endemis tinggi, dari sebagian besar penderita DBD derajat berat maupun yang meninggal dapat diisolasi virus DEN-3. Survei virologis penderita DBD telah dilekukan di beberapa rumah sakit di Indonesia sejak tahun 1972 sampai dengan tahun 1995. Keempat serotipe virus dengue berhasil diisolasi baik dari penderita DBD derajat ringan maupun berat. Selama 17 tahun, serotipe yang berdominasi adalah virus dengue serotipe DEN-2 atau DEN-3

Laporan kepustakaan mengenai demam berdarah dengue dalam kehamilan dan persalinan masih sangat sedikit. Penelitian di Haiti dan Republik Dominika melaporkan bahwa setengah dari semua anak yang telah mencapai usia 2 tahun di negara tersebut mempunyai antibodi terhadap dengue. Pada saat periode non epidemik, surveilens di Republik Dominika terhadap darah dari 54 ibu hamil dan darah tali pusat bayi yang dilahirkannya menunjukkan bahwa attack rate adalah 6%. Dilaporkan pula bahwa kadar antibodi di dalam darah tali pusat lebih tinggi daripada di dalam darah ibu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam kehamilan telah terjadi imunisasi pasif transplasental.

 

Etiologi

Demam Berdarah Dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirus) dan sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae, yang memiliki 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Infeksi oleh salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe yang lain sangat kurang, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut.

 

Patofisiologi

Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah pada kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga meningmbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasme menurun lebih dari 20% pada kasus-kasus berat, hal ini didukung oleh penemuan post-mortem meliputi efusi serosa, efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia.

Tidak terjadi lesi destruktif yang nyata pada vaskuler, menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diarborbsi dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan DSS melibatkan 3 faktor yaitu perubahan vaskuler, trombositopenia, dan kelainan koagulasi. Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan trombositopenia, dan banyak di antaranya penderita menunjukkan hasil pemeriksaan koagulasi yang abnormal.

 

Patogenesis

Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegepty atau Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus ini adalah organ hepar, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari perbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer.

Virus DEN mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue mulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organel-organel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen antara maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. Proses perkembangbiakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel.

Semua Flavivirus memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan reaksi silang pada uji serologis. Hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi di antara keempat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu serotipe virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak ada proteksi silang terhadap serotipe virus yang lain.

Patogenesa DBD dan DSS masih merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan DSS adalah hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) atau hipotesis immune enchancement. Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang heterolog, mempunyai risiko yang lebih besar untuk menderita DBD atau DSS. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan faktor reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Oleh karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel makrofag. Dihipotesiskan juga mengenai antibody dependent enchancement (ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.

Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis the secondary heterologous infection theory yang dirumuskan oleh Suvatte tahun 1977. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Di samping itu, replikasi virus dengue terjadi juga dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-43 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, ascites). Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal, oleh karena itu pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.

Hipotesis kedua menyatakan bahwa virus dengue seperti juga virus binatang lain, dapat mengalami perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan viremia, peningkatan virulensi, dan mempunyai potensi untuk menimbulkan wabah yang besar. Kedua hipotesis tersebut didukung oleh data epidemiologis dan laboratoris.

Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di phospat) sehingga trombosit mekekat satu sama lain. Hal ini akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulopati konsumtif (KID=koagulasi intravaskuler diseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.

Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik. Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akibatnya, perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.

Gangguan Hemostasis Pada Demam Berdarah Dengue

Infeksi virus dengue dapat asimtomatik atau disertai manifestasi klinis berupa demam tidak terdiferensiasi, demam dengue atau demam berdarah dengue. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan manifestasi infeksi virus dengue yang berat yang ditandai dengan terjadinya perembesan plasma dan gangguan hemostasis sehingga berpotensi menimbulkan syok (Dengue Shock Syndrome). Gangguan hemostasis pada demam berdarah dengue dapat berupa vaskulopati, trombositopenia, gangguan fungsi trombosit, koagulopati dan Koagulasi Intravaskular Diseminata (KID).

Proses imunopatologi yang terjadi pada demam berdarah dengue melibatkan sistem imunitas humoral dan selular. Hipotesis secondary heterologous infection oleh Halstead menyatakan reaksi antibodi terhadap virus dari infeksi sebelumnya akan mempermudah infeksi virus terhadap monosit dan makrofag (antibody dependent enhancement). Disamping hipotesis tersebut diketahui pula peran komplemen, limfosit T dan berbagai mediator seperti TNF-a, IL-2, IL-6, IFN-g, PAF, C3a, C5a dan histamin yang menyebabkan disfungsi endotel, perembesan plasma, renjatan, gangguan koagulasi dan manifestasi perdarahan  Peran IL-18 terhadap diferensiasi sel T menjadi T-helper 1 diperkirakan juga berperan dalam patogenesis demam berdarah dengue.

Vaskulopati bermanifestasi sebagai uji 1 touniquet yang positif dan petekie yang terjadi pada awal demam sebelum terjadinya, trombositopenia. Gangguan vaskular yang terjadi berupa infiltrasi dinding vaskular oleh limfosit fagosit mononuklear, deposit IgM, komplemen dan fibrinogen. Vaskulopati terjadi sebagai akibat pengaruh virus secara langsung saat awal infeksi atau sebagai akibat reaksi imunologis yang terjadi saat konvalesen.

Trombositopenia dengan jumlah trombosit £ 100.000/ mm3 terjadi pada hari ke 3-7 demam dan kembali meningkat pada hari ke 8-9. Jumlah trombosit pada syok (DSS) pada umumnya £ 50.000/mm3 dengan rata-rata 20.000/mm3. Perdarahan umumnya tidak terjadi walaupun jumlah trombosit £ 20.000/mm3 kecuali pada keadaan syok berkepanjangan (prolonged  shock). Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme:

1. Supresi sumsum tulang

2. Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.

Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (< 5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan frogmen C3g, karena terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.  Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP, peningkatan kadar B-tromboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda degranulasi trombosit.

Koagulopati terjadi pada berbagai infeksi virus dan bakteri termasuk infeksi virus dengue. Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue derajat III dan IV. Terjadi pemanjangan masa protombin (PT), masa tromboplasin parsial teraktivasi (APTT), penurunan fibrinogen dan peningkatan D-Dimer atau FDP, serta penurunan berbagai faktor koagulasi (11, V, VII, VIII, IX, X dan XII). Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue seperti juga pada sepsis diperkirakan melalui jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui, aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex). Aktivitas antitrombin III pada demam berdarah dengue menurun terutama pada DSS dan berkorelasi dengan PT, APTT, kadar albumin dan fibrinogen. Proses koagulopati yang berlangsung di luar batas kompensasi menyebabkan terjadinya penumpukan fibrin, KID dan kegagalan organ multipel.

Bagaimana pengaruh gangguan hemostasis/koagulasi terhadap risiko perdarahan dan mortalitas pada pasien DBD dan DSS, kiranya masih memerlukan penelitian lebih lanjut; walaupun pada DBD derajat I pada umumnya dapat membaik tanpa memerlukan intervensi terapi. Sebagai penutup dapat disimpulkan bahwa gangguan hemostasis pada demam berdarah dengue merupakan proses kompleks yang melibatkan fungsi vaskuler, trombosit dan koagulasi dan terkait dengan keadaan klinis dan derajat penyakit.

 

Manifestasi Klinis

Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacam-macam, mulai dari tanpa gejala (asimptomatik), demam ringan yang tidak spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue (DBD) dan Dengue Shock Syndrome (DSS).

1. Demam dengue (DD)

Bentuk klasik demam dengue adalah gejala demam tinggi mendadak, kadang-kadang bifasik (saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri belakang bola mata, nyeri otot, tulang atau sendi, mual, muntah, dan timbulnya ruam-ruam di kulit. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal penyakit dapat menghilang namun timbul kembali pada hari ke 6 atau ke 7 terutama di daerah kaki, tangan, dan telapak kaki atau tangan. Kadang-kadang ditemui keadaan trombositopenia dan leukopenia. Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan.

2. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Bentuk klasik DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari, disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala, nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa penderita mengeluh nyeri menelan dengan farings hiperemis ditemukan pada pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Nyeri epigastrium dan di bawah tulang iga kanan, serta nyeri di daerah perut yang bersifat umum, biasa ditemukan. Demam tinggi dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.

Bentuk perdarahan yang paling sering ditemukan adalah uji tourniquet (rumple leed) positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena atau pada bekas pengambilan darah. Pada kebanyakan kasus petekia halus ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, dan palatum mole, yang biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan gusi lebih jarang ditemukan, perdarahan saluran cerna ringan dapat ditemukan pada fase demam. Keadaan hepatomegali juga dapat ditemukan.

Masa kritis dari penyakit terjadi pada fase akhir demam, pada saat ini penurunan suhu yang tiba-tiba sering disertai dengan gangguan sirkulasi yang bervariasi dalam berat-ringannya. Pada kasus dengan gangguan sirkulasi ringan, perubahan yang terjadi minimal dan sementara, pada kasus berat penderita dapat mengalami syok.

DBD dibedakan dari DD dengan adanya kebocoran plasma yang bermanifestasi sebagai peningkatan nilai hematokrit, efusi pada rongga pleura atau rongga peritoneum, atau hipoproteinemia. Perjalanan penyakit dapat dipengaruhi oleh diagnosis dini dan pemberian cairan.

Berdasarkan manifestasi klinis yang ditemukan, DBD dibagi atas 4 derajat, yaitu:

Derajat I :Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi  perdarahan ialah uji tourniquet.

Derajat II :Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan/atau perdarahan lain.

Derajat III :Kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan denyut nadi yang cepat  dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang), atau   hipotensi, ditandai dengan kulit dingin dan lembab serta pasien menjadi gelisah.

Derajat IV  :Syok berat, nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur.

Diagnosis

Perubahan patofisiologi pada infeksi dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DBD dengan DD. Perubahan patofisiologis tersebut adalah kelainan hemostasis dan perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan adanya trombositopenia dan peningkatan hematokrit. Oleh karena itu, trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan kejadian yang selalui dijumpai.

Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.

Kriteria klinis:

Demam tinggi mendadak tanpa diketahui penyebab yang jelas dan berlangsung terus menerus selama 2-7 hari. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan:

a. Uji tourniquet positif

b. Ptekie, ekimosis, purpura

c. Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi

d. Hematemesis dan atau melena

Pembesaran hati Syok, ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan pasien tampak gelisah.

Kriteria Laboratoris adalah:

Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang) Hemokonsentrasi, peningkatan hematokrit 20% atau lebih

Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan hematokrit cukup untuk menegakkan diagnosis klinis DBD. Efusi pleura dan atau hipoalbuminemia dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia mendukung diagnosis DBD.

Diagnosis Laboratoris

Diagnosis defenitif infeksi virus dengue hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan cara isolasi virus, deteksi antigen virus atau RNA dalam serum atau jaringan tubuh, dan deteksi antibodi spesifik dalam serum pasien.

Diagnosis Serologis

Dikenal 5 jenis uji serologis yang biasa dipakai untuk menentukan adanya infeksi virus dengue, yaitu:

Uji hemaglutinasi inhibisi

Uji hemaglutinasi inhibisi adalah uji serologis yang dianjurkan dan paling sering dipakai dan dipergunakan sebagai gold standard pada pemeriksaan serologis.

Uji komplemen

Uji komplemen fiksasi jarang dipergunakan sebagai uji diagnostik secara rutin, oleh karena selain cara pemeriksaan agak rumit prosedurnya juga memerlukan tenaga pemeriksa yang berpengalaman. Berbeda dengan antibodi HI, antibodi komplemen fiksasi hanya bertahan beberapa tahun saja (sekitar 2-3 tahun).

Uji neutralisasi

Uji neutralisasi adalah uji serologi yang paling spesifik dan sensitif untuk virus dengue. Biasanya uji neutralisasi memakai cara yang disebut Plaque Reduction Neutralization Test (PRNT) yaitu berdasarkan adanya reduksi dari plaque yang terjadi. Saat antibodi neutralisasi dapat dideteksi dalam serum hampir bersamaan dengan HI antibodi tetapi lebih cepat dari antibodi komplemen fiksasi dan bertahan lama (>4-8 tahun). Uji ini juga rumit dan memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak dipakai secara rutin.

IgM Elisa

Uji ini pada tahun terakhir merupakan uji serologi yang banyak dipakai. Uji ini mempunyai sensitifitas sedikit di bawah uji HI, dengan kelebihan yaitu hanya memerlukan satu serum akut saja dengan spesifisitas yang sama dengan uji HI.

IgG Elisa

Uji IgG Elisa sebanding dengan uji HI, hanya sedikit lebih spesifik.

Diagnosis banding

Etiologi demam pada awal penyakit umumnya sulit diketahui, karenanya perlu ditelit infeksi pada alat-alat tubuh baik yang disebabkan bakteri maupun virus, seperti bronkopneumonia, kolesistitis, pielonefritis, demam tifoid, malaria dan sebagainya. Adanya ruam yang akut seperti pada morbili perlu dibedakan dengan DBD. Biasanya pada morbili ruamnya lebih banyak, adanya bintik-bintik koplik pada selaput lendir mulut dan selalu ditemukan koriza. Adanya pembesaran hati perlu dibedakan dengan hepatitis akut dan leptospirosis. Pada hari ke 3-4 demam dengan adanya manifestasi perdarahan, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar.

Perdarahan di kulit seperti petekie dan kimosis ditemukan pada beberapa penyakit infeksi, misalnya sepsis, meningitis, meningokokus. Pada sepsis, sejak semula pasien tampak sakit berat, demam naik turun, dan ditemukan tanda-tanda infeksi. Di samping itu jelas terdapat leukositosis disertai dominasi sel polimorfonuklear. Pemeriksaan laju endap darah (LED) dapat dipergunakan untuk membedakan infeksi bakteri dengan virus. Pada meningitis meningokokus jelas terdapat tanda rangsangan meningeal dan kelainan pada pemeriksaan cairan serebrospinalis.

Penyakit-penyakit darah seperti idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), leukemia pada stadium lanjut dan anemia aplastik dapat pula memberikan gejala-gejala yang mirip DBD. Pemeriksaan sumsum tulang akan dapat memberi kepastian mengenai diagnosis.

Renjatan endotoksik dan renjatan karena dengue sulit dibedakan. Umur, faktor predisposisi dan perjalanan klinisnya dapat membantu membedakannya.

Gejala penyakit yang disebabkan virus Chikungunya (juga suatu arbovirus) mirip sekali dengan dengue, terutama mengenai lama demam dan manifestasi perdarahan, tetapi tidak pernah menyebabkan renjatan dan gangguan kesadaran.

Komplikasi

1. Ensefalopati Dengue

Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan, tetapi dapat juga terjadi pada DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara, maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular diseminata (KID).

2. Kelainan Ginjal

Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal, sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik.

3. Edema Paru

Edema paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat berlebihan pemberian cairan. Pemberian cairan pada hari ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak akan menyebabkan edema paru oleh karena perembesan plasma masih terjadi. Akan tetapi apabila pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang ekstra, apabila cairan masih diberikan (kesalahan terjadi bila hanya melihat penurunan kadar hemoglobin dan hematokrit tanpa memperhatikan hari sakit) pasien akan mengalami distres pernafasan, disertai sembab pada kelopak mata, dan tampak adanya gambaran edema paru pada foto dada.

 

Prognosis

Kematian oleh demam dengue hampir tidak ada, sebaliknya pada DBD atau DSS mortalitasnya cukup tinggi.

Pencegahan

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap cara paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya A.aegypti sebenarnya mudah diberantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat yang berisi air bersih dan jarak terbangnya maksimum 100 meter. Tetapi karena vektor terbesar luas, untuk keberhasilan pemberantasan diperlukan total coverage (meliputi seluruh wilayah) agar nyamuk tak dapat berkembang biak lagi. Terdapat 2 cara pemberantasan vektor:

1. Menggunakan insektisida.

Yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam berdarah dengue adalah malathion untuk membunuh nyamuk dewasa (adultisida) dan temephos (abate) untuk membunuh jentik (larvasida). Cara penggunaan malathion ialah dengan pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian rumah tangga dapat digunakan berbagai jenis insektisida yang disemprotkan di dalam kamar/ruangan, misalnya golongan organofosfat, karbamat atau pyrethroid. Cara penggunaan temephos (abate) ialah dengan pasir abate (sand granules) ke dalam sarang-sarang nyamuk aedes, yaitu bejana tempat penampungan air bersih. Dosis yang digunakan ialah 1 ppm atau 1 gram Abate SG 1 % per 10 liter air.

2. Tanpa insektisida

Caranya adalah:

a. Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1x seminggu (perkembangan telur ke nyamuk lamanya 7-10 hari.

b. Menutup tempat penampungan air rapat-rapat.

c. Membersihkan halaman rumah dari kaleng-kaleng bekas, botol-botol pecah dan benda lain yang memungkinkan nyamuk bersarang.

Isolasi pasien agar pasien tidak digigit vektor untuk ditularkan kepada orang lain sulit dilaksanakan lebih awal dari perawatan di rumah sakit karena kesulitan praktis. Mencegah gigitan nyamuk dengan cara memakai obat gosok maupun pemakaian kelambu memang dapat mencegah gigitan nyamuk, tetapi cara ini dianggap kurang praktis. Imunisasi maupun pemberian anti-virus dalam usaha memutuskan rantai penularan, saat ini baru dalam taraf penelitian.

Dampak Infeksi Virus Dengue Pada Kehamilan

Wanita hamil harus berhati-hati pada infeksi virus dengue, karena infeksi yang terjadi mungkin dapat mempengaruhi janin. Demam dengue pada wanita hamil tidak menyebabkan abnormalitas pada janin tetapi dapat berisiko terjadi kematian janin. Janin yang dilahirkan dapat menderita kegagalan multiorgan pada saat lahir.

Ada beberapa laporan kasus transmisi  vertikal virus dengue. Salah satunya pada wanita Thailand dengan sakit panas yang melahirkan bayinya melalui seksio sesarea. Meski virus dengue tidak dapat diisolasi dari si ibu, namun data serologi menunjukkan dengue sebagai penyebab panas pada ibu tersebut. Bayi yang dilahirkan menderita pireksia pada umur 6 hari dan hal ini mungkin dikarenakan si bayi mendapat infeksi virus dengue dari ibunya, meskipun ada kemungkinan si bayi digigit nyamuk pada umur 1 atau 2 hari. Selain itu, pada kasus yang lain dilaporkan bayi yang dilahirkan dari seorang wanita yang menderita DBD pada waktu hamil menderita panas pada umur 48 jam. Bayi ini menderita panas selama 2 hari, hepatomegali, trombositopenia, dan efusi pleura. Dengan menggunakan PCR (polymerase chain reaction) terdeteksi virus dengue tipe 1 di serumnya.

PENATALAKSANAAN DEMAM BERDARAH DENGUE

Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk DD dan DBD karena infeksi virus ini adalah self limited. Pengobatan dengue fever tanpa komplikasi mencakup terapi suportif dan meliputi penghilangan rasa nyeri, penurunan temperatur tubuh, tirah baring, dan pemberian cairan.

Pada beberapa kasus yang meragukan diperlukan observasi dan pemeriksaan lanjut dan penderita dapat dirawat di rumah sakit apabila:

DBD dengan syok dengan atau tanpa perdarahan DBD dengan perdarahan masih dengan atau tanpa syok DBD tanpa perdarahan masif dengan: Hb, Ht normal dengan trombositopenia < 100.000/µl Hb, Ht yang meningkat dengan trombositopenia < 150.000/µl

Pasien yang dicurigai menderita DBD dengan hasil pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit dalam batas normal dapat dipulangkan dengan anjuran kembali kontrol ke poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya atau apabila keadaan pasien memburuk.

1. Penatalaksanaan DBD tanpa perdarahan masif dan syok

Pada pasien DBD tanpa perdarahan masif dan syok di ruang rawat, cairan Ringer Laktat merupakan pilihan pertama. Cairan lain yang dapat digunakan antara lain adalah cairan Dextrosa 5% dalam Ringer Laktat atau Ringer Asetat, Dextrosa 5% dalam NaCl 0,45%, Dextrosa 5% dalam larutan garam atau NaCl 0,9%.

Jumlah cairan yang diberikan dengan perkiraan selama 24 jam, pasien mengalami dehidrasi sedang, maka pasien dengan berat badan sekitar 50-70 kg diberikan Ringer Laktat perinfus sebanyak 3.000 cc/24 jam. Pada pasien dengan berat badan lebih dari 70 kg dapat diberikan cairan infus sampai dengan 4.000 cc/24 jam. Jumlah ini harus diperhitungkan kembali dengan cermat terutama pada usia kehamilan 28-32 minggu.

Selama fase akut jumlah cairan infus diberikan pada hari berikutnya setiap harinya tetap sama dan pada saat mulai didapatkan tanda-tanda penyembuhan yaitu suhu tubuh mulai menurun, pasien dapat minum dalam jumlah cukup banyak (sekitar 2 liter/24 jam) dan tidak didapatkan tanda-tanda hemokonsentrasi serta jumlah trombosit mulai meningkat lebih dari 50.000/ul, maka jumlah cairan infus selanjutnya dapat mulai dikurangi.

Mengingat jumlah pemberian cairan infus pada pasien DBD dewasa tanpa perdarahan masif dan tanpa syok tersebut sudah memadai, maka pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit dilakukan setiap 12 jam untuk pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000/ul, sedangkan untuk pasien dengan jumlah trombosit berkisar 100.000-150.000/ul, pemeriksaan dilakukan setiap 24 jam. Pemeriksaan darah, frekuensi nadi dan pernafasan, dan jumlah urin dilakukan setiap 6 jam, kecuali bila keadaan pasien makin memburuk dengan didapatkannya tanda-tanda syok, maka pemeriksaan tanda-tana vital harus diawasi dengan ketat.

Mengenai tanda-tanda syok harus diwaspadai sedini mungkin karena penatalaksanaan pasien dengan syok (DSS) lebih sulit, dan disertai dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Tanda-tanda syok dini yang harus segera dicurigai adalah apabila pasien tampak gelisah, atau adanya penurunan kesadaran, akral teraba dingin dan tampak pucat, serta jumlah urin yang menurun kurang dari 0,5 ml.kgBB/jam. Gejala-gejala tersebut merupakan tanda berkurangnya aliran darah ke organ vital tubuh. Tanda-tanda lain syok dini adalah tekanan darah menurun dengan tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg, tekanan nadi kurang dari 20 mmHg, nadi cepat dan kecil. Apabila ditemui tanda-tanda tersebut, maka penatalaksanaan DBD dengan syok (DSS) harus segera diberikan.

Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan masif (perdarahan dengan jumlah darah 4-5 ml/kgBB/jam) dengan jumlah trombosit < 100.000 ul, dengan atau tanpa koagulasi intravaskular diseminata (KID). Pasien DBD dengan trombositopenia tanpa perdarahan masif tidak diberikan transfusi suspensi trombosit.

Pasien dapat dipulangkan apabila:

a. Keadaan umum/kesadaran dan hemodinamika baik, serta tidak demam

b. Pada umum Hb, Ht dan jumlah trombosit dalam batas normal serta stabil 24 jam, tetapi dalam beberapa keadaan, walaupun jumlah trombosit belum mencapai normal, pasien sudah dapat dipulangkan.

2. Penatalaksanaan DBD dengan perdarahan spontan dan masif tanpa syok

Perdarahan spontan dan masif pada pasien DBD misalnya epistaksis, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak dan perdarahan tersembunyi, dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan Ringer Laktat tetap seperti keadaan DBD tanpa renjatan lainnya yaitu 500 ml/4 jam. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan, dan jumlah urin dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan terhadap tanda-tanda syok sedini mungkin. Pemeriksaan Hb. Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratoris didapatkan tanda-tanda KID. Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi. Fresh Frozen Plasma diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan PTT yang memanjang). Packed Red Cell (PRC) diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g%. Transfusi trombosit hanya diberikan pada DBD dengan perdarahan spontan yang masif dengan jumlah trombosit kurang dari 100.000 µl, disertai dengan KID.

3. Penatalaksanaan DBD dengan syok dan perdarahan spontan

Pada kasus DBD dengan syok (DSS), cairan yang diberikan adalah Ringer Laktat sebagai cairan kristaloid pertama karena mengandung Na laktat sebagai korektor basa. Pilihan lainnya adalah NaCL 0,9%. Selain resusitasi cairan, pasien juga diberi oksigen 2-4 liter/menit, dan pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap, pemeriksaan hemostasis, analisis gas darah, kadar elektrolit natrium, kalium, klorida, serta ureum dan kreatinin.

Pada fase awal Ringer Laktat diberikan sebanyak 20 ml.kgBB/jam dan kemudian dievaluasi selama 30-120 menit. Syok harus dapat diatasi segera dalam 30 menit pertama. Syok dinyatakan teratasi bila keadaan umum pasien membaik, kesadaran/keadaan sistem saraf pusat baik, tekanan sistolik 100 mmHg atau lebih dengan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100/menit dengan volume yang cukup, akral teraba hangat dan kulit tidak pucat, serta diuresis 0,5-1 ml/kgBB/jam.

Apabila syok sudah dapat diatasi, pemberian Ringer Laktat selanjutnya dapat dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam dan dievaluasi selama 60-120 menit berikutnya. Bila keadaan klinis stabil, maka pemberian cairan Ringer Laktat selanjutnya sebanyak 500 cc/4 jam. Pengawasan dini terhadap kemungkinan terjadinya syok berulang harus dilakukan terutama dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadinya syok, oleh karena selain proses patogenesis penyakit masih berlangsung, juga karena sifat cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam dari saat pemberiannya. Oleh karena itu apabila hemodinamik masih belum stabil dengan nilai Ht lebih dari 30 vol%, dianjurkan untuk memakai kombinasi kristaloid dan koloid dengan perbandingan 4:1 atau 3:1, sedangkan bila nilai Ht kurang dari 30 vol% hendaknya diberikan transfusi sel darah merah (PRC).

Pemberian antibiotik perlu dipertimbangkan pada DBD dengan syok mengingat kemungkinan infeksi sekunder dengan adanya translokasi bakteri dari saluran cerna. Indikasi lain pemakaian antibiotik pada DBD adalah apabila didapatkan adanya infeksi sekunder di tempat lain. Antibiotik yang digunakan hendaknya tidak mempunyai efek terhadap sistem pembekuan.

Penatalaksanaan DBD dengan syok tanpa perdarahan

Pada prinsipnya penatalaksanaan kelompok ini mirip dengan penatalaksanaan pasien DBD dengan syok dan perdarahan, hanya pemeriksaan secara klinis maupun laboratorium perlu dilakukan secara lebih teliti dan seksama untuk menentukan kemungkinan adanya perdarahan yang tersembunyi disertai dengan KID. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda perdarahan, walaupun hasil hemostasis menunjukkan adanya KID, heparin tidak diberikan, kecuali bila ada perkembangan ke arah perdarahan.

DAFTAR PUSTAKA

 

1. Dengue Haemorrhagic Fever. Diakses dari: http://www.who.int/csr/resources/publications/dengue/012-23.pdf

2. Hadinagoro SR. Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah dengue. Departemen Kesehatan Republik Indonesia Rektorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular Dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman. 1999

3. Satari HI. Demam Berdarah Dengue. Naskah Lengkap Pelatihan Bagi Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia. Jakarta, 1999

4. Prawirohardjo S. Penyakit Menular. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 1999: 567-560

5. Sumarmo S.P.S. Infeksi Virus Dengue. Buku Ajar Infeksi dan Penyakit Tropis. Hipokrates. Jakarta, 1999: 177-205

6. Prasetyo AA. Infeksi Virus Dengue. Infeksi Virus & Kehamilan. Penerbit Pustaka Cakra Surakarta. Surakarta, 2005: 138-142

7. WHO. Reported Cases and Deaths of DF/DHF in SEAR. Diakses dari http://www.who.int

8. Hacker NF, Moore JG. Fisiologi Ibu. Esensial obstetri dan ginekologi. Jakarta : Hipokrates, 2001 : 68-82

9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ. Anatomy and Physiology. William Obstetrics, 22nd ed. Mc Graw Hill Medical Publishing Division. New York, 2001: 64-66

10. Prawirohardjo S. Perubahan Anatomik dan Fisiologik pada Wanita Hamil. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 1999: 89-100

11. Soegijanto Soegeng. Aspek Imunologi Penyakit Demam Berdarah Dengue. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. Surabaya, 1998: 11-33

12. Dengue Fever. Diakses dari: http://www.acpmedicine.com/sample2/ch0731s.htm

13. Shepherd Suzanne. Dengue Fever. Diakses dari: http://www.emedicine.com/MED/topic528.htm

14. Acang Nusirwan. Pemberian Cairan Pada Demam Berdarah Dengue. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK-Unand. RS Dr. M. Djamil Padang

15. Dengue Type 1 Epidemic in Polynesia 2001. Diakses dari: http://www.spc.org.nc/phs/PPHSN/Outbreak/Reports/Dengue_report2001-FrenchPolynesia.pdf

16. Saibi DA. Demam Berdarah Dengue Pada Kehamilan, Persalinan dan Nifas. Bagian Obstetri dan Ginekologi RSCM FKUI. Jakarta, 1998

17. Dengue Fever. Disease Control and Prevention. Public Health Notifiable Disease Management Guidelines December 2005. Diakses dari: http://www.health.gov.ab.ca/professionals/ND_DengueFever.pdf

18. Dengue Hemorrhagic Fever. Diakses dari: http://www.shands.org/health/information/article/001373.htm