Bidan Kita

Home Blog Page 67

Cara Menggunakan Comfort Breathing Selama Persalinan

0

Kunci agar mendapatkan proses persalinan yang lancar selain rileks dan tenang adalah tetap bernafas dengan pola yang baik. Karena dengan begitu Anda dapat mengatasi rasa ketidaknyamanan selama kontraksi.

Dan di kelas hypnobirthing prenatal class di Bidan Kita, saya selalu mengajarkan ini kepada klien saya. Mengapa saya mengajarkan tehnik nafas yang disebut Comfort Breathing kepada klien saya? Ya karena seringkali saya menemukan bahwa kebanyakan ibu secara naluri sebenarnya akan menemukan pola nafas yang paling pas untuk mereka dan tidak ada cara yang benar atau salah untuk melakukannya.

Tetapi seringkali mereka sudah terlanjur panic ketika merasakan ketidaknyamanan saat kontraksi sehingga pola nafas menjadi tidak beraturan dan tidak membantu mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Nah untuk itu saya mencoba untuk mengajarkan tehnik ini dengan tujuan semakin dilatih sejak kehamilan maka ketika persalinan tiba si ibu bisa secara otomatis melakukannya.

Tehnik pernafasan comfort breathing ini digunakan terutama ketika si ibu merasakan ketidaknyamanan ketika kontraksi dimulai. Caranya adalah:

1. Berikan “Sinyal” pada pasangan Anda bahwa kontraksi sudah mulai dengan mengambil napas dalam-dalam dan kemudian keluarkan perlahan. Ini disebut napas pembersihan mirip dengan menghela napas dan membantu tubuh Anda untuk siap menghadapi apa yang akan datang. Ingatlah untuk melepaskan semua ketegangan Anda selama nafas pembersihan ini. Untuk pasangan Anda: Dia akan melihat bahwa, bahkan sebelum napas pembersihan Anda, tubuh Anda tanpa sadar memberikan sinyal padanya ketika awal kontraksi. Hal ini bisa seperti tangan yang meremas, kaki yang bergoyang atau bahasa tubuh yang lain. Tubuh seorang ibu yang sedang dalam persalinan memiliki semua macam cara halus untuk mengingatkan pasangan mereka tentang apa yang akan terjadi.

2. Kemudian lakukan nafas pembersihan dengan lambat , tetap fokuskan perhatian Anda pada apa pun yang membawa Anda kedalam suasana yang memberikan rasa ketenangan  seperti memandang satu titik, melihat gambar yang indah, mendengarkan musik, melihat bayangan di dinding, membayangkan pantai, pegunungan atau apapun yang membuat Anda lebih tenang. Lanjutkan bernapas perlahan untuk menikmati kontraksi.

3. Kombinasikan pernapasan Anda dengan tindakan kenyamanan lain seperti mengerang (membuat suara Oom..), membuat suara keras dan rendah, bergoyang pinggul, membiarkan tubuh Anda menggeliat, lakukan pemijatan, kompres panas atau dingin, mandi shower dengan air hangat – atau apapun yang membuat Anda jauh lebih nyaman.

4. Ingat!!! Mulut Anda secara langsung berkaitan dengan vagina. Jika mulut Anda cemberut dengan ketat, maka begitu juga bagian bawah Anda. Cobalah untuk tidak mengencangkan dan menegangkan mulut Anda dan cobalah untuk bersantai. Jika Anda tidak percaya sekarang cobalah menegangkan mulut Anda (mecucu atau cemberut) sambil melemaskan vagina Anda, pasti Anda akan mengalami kesulitan karena mulut sangat berkaitan dengan vagina. Dan Sekarang membuat “O” kecil dengan mulut Anda dan rasakan perbedaan dalam vagina Anda. Jadi menjaga mulut Anda longgar dan santai selama kontraksi dan ini akan membuat bagian bawah Anda longgar dan santai juga.

Ketika kontraksi berakhir:

1. Ambil napas pembersihan untuk menutup kontraksi.

1. Bergerak, mengambil seteguk air, tiduran berbaring, apapun yang Anda perlu lakukan pada saat itu. Cobalah untuk tidak berpikir tentang kontraksi berikutnya yang akan datang, hanya berfokus pada saat ini dan percaya bahwa tubuh Anda akan mampu menangani apa yang terjadi selanjutnya.

2. Di saat-saat antara kontraksi, jangan berharap tubuh Anda untuk sepenuhnya rileks. Jangan berharap diri Anda untuk sepenuhnya tertidur. Yang penting anda bersantai saja dan lakukan pernafasan perut atau ujjay ini akan sangat membantu Anda.

3. Biarkan Anda tetap berada dalam situasi yang nyaman dan tenang.

Nah sederhana bukan? Selamat mencoba dan rasakan manfaatnya

Salam Hangat

Bidan Kita

Penggunaan Uterotonika Yang Benar: Ergonovine, Oxytocin, Pitocin, Dll.

Uterotonika (oxytocic) merupakan obat-obatan yang mengandung ergonovine, ergometrine atau oxytocin.Obat-obatan ini menyebabkan kontraksi rahim dan pembuluh-pembuluh darahnya. Oxytocic merupakan obat yang penting tetapi berbahaya. Jikalau dipergunakan secara salah, obat ini dapat menimbulkan kematian ibu atau bayinya di dalam kandungan. Jikalau dipergunakan secara benar, kadangkala obat ini dapat menyelamatkan kehidupan. Berikut ini adalah petunjuk penggunaan yang benar.

1.Untuk mengatasi perdarahan setelah melahirkan. Penggunaan dengan tujuan ini adalah yang paling penting. Pada kasus perdarahan hebat setelah URI (placenta) keluar, suntikan satu ampul 0.2 mg ergonovine (atau berikan dua tablet 0.2 mg) atau ergometrine maleat (ergotrate, dan lain-lainnya) setiap jam selama 3 jam atau sampai perdarahan dapat diatasi, teruskan dengan 1 ampul (atau 1 pil) setiap 4 jam selama 24 jam. Jika tidak ada ergonovine atau jika perdarahan hebat dimulai sebelum URI lahir, suntikkan oxytocin (Pitocin). PENTING; Setiap calon ibu dan bidan harus sudah menyiapkan ampul-ampul ergonovine secukupnya untuk menghadapi perdarahan yang hebat jika terjadi. Akan tetapi, obat-obatan ini hanya boleh dipergunakan dalam keadaan berbahaya. 2. Membantu mencegah perdarahan hebat setelah melahirkan. Seorang wanita yang pernah menderita perdarahan hebat setelah persalinannya, boleh diberikan 1 ampul (atau 2 pil) ergonovine segera sesudah uri keluar, dan setiap 4 jam selama 24 jam berikutnya.

3. Untuk mengatasi perdarahan pada keguguran. Penggunaan oxytocic dapat menimbulkan bahaya dan hanya seorang petugas kesehatan yang terlatih boleh menggunakannya. Namun, jika ibu mengalami kehilangan darah yang banyak karena perdarahan yang cepat sedangkan pertolongan dokter sukar diperoleh, gunakanlah oxytocic sebagaimana dianjurkan di atas. Oxytocin (Pitocin) mungkin yang terbaik.

PERINGATAN: Penggunaan Ergotrate, Pitocin atau Pituitrin untuk mempercepat persalinan sangat berbahaya baik bagi ibu maupun anak-anaknya. Biasanya oxytocic jarang sekali diperlukan sebelum bayi dilahirkan, dan sebaliknya hanya seorang bidan terlatih yang boleh menggunakannya. Jangan memakai oxytocic sebelum bayi dilahirkan!

Tidak ada obat yang aman untuk memberikan kekuatan kepada ibu atau untuk mempercepat atau mempermudah persalinan. Jika anda ingin agar ibu memiliki kekuatan yang cukup selama persalinan, anjurkan kepadanya untuk makan makanan pelindung dan pembentuk tubuh selama 9 bulan kehamilannya. Juga anjurkan agar ibu lebih jarang melahirkan anak. Sarankan supaya ia tidak hamil lagi sebelum ia mempunyai cukup waktu untuk memperoleh kembali kekuatan sepenuhnya.

Referensi Ilmu Kebidanan : Patologi dan Fisiologi Persalinan Oleh Harry Oxorn & William R. Forte

Rahasia Melahirkan Tanpa Rasa Sakit

160936684

Melahirkan tanpa rasa sakit itulah yang saya alami ketika saya melahirkan anak saya!

semua wanita juga bisa melahirkan tanpa rasa sakit.

Jadi mengapa Anda takut dan cemas?

Sudah banyak ilmuwan dan peneliti telah mengatakan dan menceritakan kisah melahirkan bebas rasa sakit, yang telah mereka saksikan di India, Cina, Jepang, Afrika, Amerika Selatan dan di Indonesia juga.

Di antara suku-suku liar, yang mana melahirkan adalah fenomena alam yang biasa.

Tidak ada yang membuat banyak keributan tentang hal itu; tidak ada yang berhenti dari kegiatan sehari-hari ketika mereka hendak melahirkan.

Kehamilan dan melahirkan adalah peristiwa yang sangat alami sama seperti ketika kita harus makan dan pergi ke toilet.

Lalu mengapa sekarang ini banyak yang mengeluhkan rasa sakit ketika melahirkan?

Yak arena dalam pikiran bawah sadar Anda sudah tertanam sejak kecil bahwa melahirkan itu sakit! Itulah masalahnya.

Coba bandingkan, ibu yang hidup di lingkungan atau suku pedalaman yang tidak ada TV, tidak ada RS. Yang namanya melahirkan bagi mereka ya biasa saja sesuai dengan tradisi dan budaya mereka, ketika si ibu merasakan sinyal dari tubuhnya mereka langsung memanggil dukun atau menyiapkan tempat lalu melahirkan dan selesai besoknya bekerja lagi.

Tapi bagaimana dengan lingkungan kita, yang terjadi adalah dimana-mana ada RS dengan pelayanan yang penuh dengan intervensi medis, tiap kali kita besuk teman atau sahabat kita yang mereka ceritakan adalah semua peristiwa yang menyakitkan bahkan saat menonton TV pun gambaran tentang persalinan adalah sangat mengerikan. Dan taukah anda, bahwa itu sudah terekam di bawah sadar kita sejak kecil?

Padahal seharusnya melahirkan itu nyaman kok.

Coba amati film di bawah ini

 

di jaman nenek moyang kita atau di pedalaman, Orang-orang tidak berpikir tentang hal-hal yang menyeramkan dan menakutkan, mereka tidak gelisah, takut dan panic ketika hendak melahirkan. Karena bagi mereka Melahirkan adalah bagian dari kehidupan.

Namun apa yang terjadi di masyarakat barat kita?

Mitologi rasa sakit, dogma tentang kutukan kaum hawa dalam kitab suci, cerita masyarakat modern tentang penderitaan tak tertahankan saat melahirkan.

Melahirkan tanpa rasa sakit adalah hadiah dari alam itu ada dalam pikiran Anda, dalam tubuh Anda, dan di sekitar Anda. Jika Anda ingin melahirkan tanpa rasa sakit, Anda pasti bisa!

Yang Anda butuhkan adalah PERCAYA!

Niatkan dan upayakan.

Pasti Angan-Angan Anda untuk melahirkan tanpa rasa sakit dapat terwujud.

Salam hangat

Bidan Kita

Pentingnya Rencana persalinan (Birth Plan) Untuk Anda

Saya bersyukur sekali karena banyak dari Anda yang setelah bergabung di FB Bidan Kita dan sering “rekreasi” di website ini akhirnya mampu mengubah pandangan tentang proses persalinan.

 

Proses persalinan adalah sebuah peristiwa yang sacral dan tentunya merupakan sebuah pengalaman yang tidak akan pernah terlupakan sepanjang hidup Anda, saya tahu Anda pasti menginginkan proses persalinan menjadi sebuah moment indah yang layak untuk di kenang dan saya paham bahwa Anda dan pasangan Anda tahu proses persalinan yang seperti apa yang idealnya bagi keluarga baru Anda, tetapi Anda perlu membuat rencana persalinan sehingga setiap orang lain tahu apa yang Anda inginkan dan maui dalam proses persalinan nanti. Sejak 32 – 36 minggu kehamilan Anda harus membicarakan hal ini dengan bidan/dokter yang merawat kehamilan Anda. Dengan cara ini saya yakin Anda akan lebih puas. Setelah diskusi dengan bidan atau dokter Anda, Anda harus membuat beberapa salinan akhir dari resume birth plan yang sudah kalian bicarakan. Nah, saya telah menyediakan cara mudah untuk memiliki rencana persalinan (birth plan) yang mungkin bisa menjadi pedoman Anda untuk di diskusikan.

 

Nah, Siapa yang Harus Memiliki Salinan dari Rencana persalinan Anda?

1. Anda dan Suami/pasangan dan keluarga

2. Bidan Atau dokter yang merawat baik nanti di ruang bersalin maupun ruang nifas

3. RS/RB/BPS tempat Anda memutuskan untuk bersalin nanti (agar di temple di status)

Ini adalah beberapa pilihan untuk Anda pertimbangkan. Apabila Anda masih menginginkan sesuatu, susunlah dan tambahkan dalam birth plan Anda. Yang saya cantumkan disini adalah hal-hal yang mungkin perlu Anda tanyakan kepada bidan atau dokter Anda:

1. Mobilitas selama persalinan (kala 1)

2. Mencukur rambut pubis (ini sudah jarang dilakukan, namun beberapa RS masih mempunyai kebijakan ini)

3. Pemasangan infuse secara Rutin (ini sudah jarang dilakukan, namun beberapa RS masih mempunyai kebijakan ini)

4. Enema (baik di rumah atau tempat kelahiran) atau biasa disebut huknah atau lavement yaitu ibu diberikan cairan khusus melalui anus untuk merangsang agar Ibu BAB

5. Tindakan pemecahan ketuban

6. Kebebasan untuk memilih posisi persalinan (ingat posisi persalinan Lithotomy atau terlentang adalah posisi persalinan TERBURUK bagi ibu bersalin)

7. Episiotomi

8. Kehadiran pendamping persalinan di ruang bersalin (suami, orang tua dll)

9. Proses pemotongan tali pusat oleh suami/ pendamping

10. Makan dan minum selama persalinan

11. Obat pereda sakit yang biasa digunakan / epidural

12. Menyusu segera setelah lahir (IMD)

13. Forcep / vakum ekstraksi

14. Berbagai teknik relaksasi, termasuk mandi, aromaterapi musik,, pijat

15. Jika diperlukan C-Section

16. anestesi Epidural jika mungkin

17. Menyusui di kamar nifas (rooming in) yang ini tolong benar-benar tanyakan.

Ini adalah apa yang saya ingin memiliki selama persalinan: (Pilih salah satu)

Saat dalam persalinan (Kala I)

o tetap mobile selama persalinan

o tidak mencukur rambut pubis

o tidak dilakukan pemasangan infuse secara rutin

o tidak enema

o untuk buang air kecil sendiri

o Suami/orang tua SELALU hadir mendampingi

o Pengaturan ruang bersalin dengan cahaya yang rendah (tidak terlalu terang)

o Untuk makan dan minum selama persalinan

o hanya pemantauan janin intermiten (bukan menetap)

o untuk membiarkan ketuban pecah secara spontan (tidak dilakukan pemecahan)

o untuk menggunakan berbagai posisi selama persalinan

o untuk menggunakan terapi aroma

o untuk membawa ipod/mp3 selama persalinan

o untuk dilakukan pijatan selama proses persalinan

o untuk membawa birthing ball di ruang persalinan

o Untuk dilakukan pendampingan hypnobirthing selama persalinan

o untuk TIDAK dilakukan induksi

Saat persalinan (Kala II)

o tidak dilakukan episiotomi

o dilakukan perineal massage

o pasangan /pendamping saya yang memotong tali pusat

o untuk dilakukan penundaan pemotongan tali pusat hingga….menit/…..jam

o untuk IMD secara penuh segera setelah bayi lahir

o untuk berada dalam posisi yang paling nyaman bagi saya untuk mengejan

o untuk tidak dalam posisi lithotomy saat bersalin

o Untuk dilakukan pendampingan hypnobirthing selama persalinan

Saat persalinan Apabila Ada indikasi harus SC

o Pasangan diperbolehkan masuk ke dalam ruang operasi

o pasangan saya yang memegang bayi di ruang bersalin /ruang operasi

o IMD segera setelah bayi lahir

o Penundaan pemotongan tali pusat

Setelah Melahirkan

o Pijat bayi

o Rooming in

lalu catat siapa bidan/dokter yang akan menangani Anda

apabila mereka menyetujui boleh juga untuk meminta tanda persetujuan berupa tandatangan mereka.

nah mari mulai kritis dan lebih teliti untuk menciptakan pengalaman persalinan yang indah dan menyenangkan.

selamat mencoba

salam hangat

Bidan Kita

 

Efek Samping dari Epidural

“Be aware every intervention in nature has consequency”

Saya sangat setuju dengan kalimat diatas. Karena bagaimanapun juga apapun intervensi yang kita berikan atau kita lakukan terhadap alam semesta pasti ada konsekuensi yang harus kita tanggung, dan ini termasuk proses persalinan.

bagaimanapun juga proses persalinan alami adalah yang terbaik.

Namun sayangnya banyak orang yang menjadi takut dan akhirnya memilih untuk melakukan epidural bahkan operasi SC hanya gara-gara ketakutan tentang proses persalinan yang sebenarnya tidak beralasan.

Nah saat ini saya akan mencoba untuk mengungkapkan tentang apa yang mungkin tidak Anda ketahui tentang efek samping dari penggunaan epidural yang bisa mengubah pikiran atau keinginan Anda untuk memilih menggunakannya dalam proses persalinan:

Banyak wanita mengatakan bahwa tidak ada efek samping yang signifikan pada penggunaan epidural. Tetapi jika Anda seperti saya, Anda mungkin harus mulai mendengarkan klien-klien, teman atau para ibu yang melaporkan berbagai masalah ringan sampai yang lebih serius tentang efek samping jangka panjang dari epidural.

Berikut adalah sedikit efek samping yang pernah saya dengar, saya baca:

1. Penurunan tekanan darah sehingga memerlukan obat untuk menormalkan kembali

2. Ekstremitas yang gatal memerlukan pemberian injeksi atau obat.

3. Perasaan panik dan kecemasan yang lebih tinggi

4. Rasa mati rasa terlalu tinggi hingga di dada dan otot tubuh yang mempengaruhi tenggorokan dengan kekurangmampuan atau bahkan ketidakmampuan untuk menelan

5. Sakit kepala

6. Sakit punggung kronis

Berikut pengalaman salah satu ibu yang memilih untuk melahirkan normal setelah pengalaman negatifnya dengan epidural dengan anak sebelumnya:

Menurut Sheila Kitzinger di bukunya The Complete Book of Pregnancy and Childbirth,Risiko dan efek samping anestesi epidural dapat bergantung pada faktor-faktor seperti kondisi ibu ketika dalam persalinan, jenis dan dosis obat yang diberikan.

Semua ibu yang hendak diberikan epidural juga harus menyetujui perlakuan sebagai berikut:

1. Penggunaan alat pemantauan janin yang terus menerus menempel di tubuh ibu (CTG)

2. Pemberian cairan IV yang dapat menyebabkan overload cairan dan pembengkakan

3. Kemungkinan pemasangan kateter kandung kemih yang lebih besar

4. Mobilitas yang sangat terbatas yang justru biasanya menghalangi kemajuan persalinan

Selain itu, Kitzinger menjelaskan risiko dan efek samping yang perlu dipertimbangkan:

1. Kecenderungan untuk memperpanjang lama waktu persalinan, sehingga sering memerlukan augmentasi Pitocin.

2. Menurunkan tekanan darah, kadang-kadang pada tingkat yang membuat gawat janin sehingga memerlukan obat-obatan untuk menstabilkannya kembali.

3. Peningkatan suhu tubuh, yang dapat mempengaruhi janin selama persalinan dan / atau menyebabkan demam pada bayi, mengakibatkan traumatis septic.

4. Penggunaan epidural seringkali mengubah sensasi lahir normal dan fisiologi, seperti:

a. Tidak adanya sensasi untuk mengejan sehingga si ibu merasa kesulitan untuk mengejan.

b. Hilangnya kekuatan alami otot panggul yang dapat menyebabkan malposition bayi, sehingga penurunan bagian terendah janin tidak lancar

c. Peningkatan risiko persalinan dengan tindakan forcep, ekstraksi vakum dan operasi caesar.

d. transmisi obat epidural ke janin melalui plasenta menyebabkan perubahan perilaku dan kewaspadaan yang mengakibatkan penurunan kemampuan dan kesulitan menyusui yang mungkin terjadi di minggu pertama bahkan berkelanjutan.

Nah bunda, apakah masih memilih epidural?

Salam hangat

Bidan Kita

15 Cara mengurangi rasa sakit saat persalinan

0

 

Lagi-lagi saya menulis tentang bagaimana cara Anda mengurangi rasa sakit saat persalinan.

Mengapa?

Ya karena rasa sakit saat melahirkan adalah hal yang paling ditakuti oleh ibu hamil. Wajar memang…apalagi hamil pertama kalinya. Tapi dari awal saya katakan bahwa bersalin itu nyaman karena saya pun merasakan demikian saat melahirkan anak saya. Memang tidak semua ibu akan seberuntung saya, namun saya katakana sekali lagi bahwa sakit adalah persepsi. Dan Dick Read dan Velvoski menyatakan bahwa rasa nyeri dan sakit bukan merupakan bagian dari proses persalinan sendiri, tetapi merupakan hasil pengaruh sosial, budaya, dan faktor emosi ibu.

 

Nah berikut ini 15 cara mengurangi rasa sakit saat persalinan yang mungkin bisa menginspirasi Anda semua:

 

1. Lupakan ketakutan Anda.

Pada dasarnya, ada koneksi antara rasa takut dengan rasa sakit. Efisiensi otot rahim tergantung pada hormon sirkulasi hormone oksitosin pada tubuh ibu, dan sistem saraf. semua bekerja sama dan bersinergi. Rasa takut akan mengganggu keseimbangan system tadi. Ketakutan dan kecemasan menyebabkan tubuh Anda memproduksi hormon stres yang berlebih sehingga justru menyebabkan peningkatan rasa sakit. karena ketika Anda takut produksi hormone stress yaitu adrenalin meningkat sehingga ini akan mengurangi produksi hormone oksitosin dan endorphin sehingga selain meningkatkan rasa sakit justru membuat proses persalinan semakin lama dan semakin menyakitkan, bahkan kadang-kadang bisa berhenti. Ketakutan juga menyebabkan reaksi fisiologis yang mengurangi aliran darah dan dengan demikian suplai oksigen ke rahim juga berkurang.

2. Diskripsikan Apa ketakutan Anda.

Secara spesifik apa yang Anda takutkan tentang proses persalinan dan melahirkan? Apakah Anda takut sakit, misalnya, telah memiliki pengalaman negatif dengan rasa sakit di masa lalu? Apakah Anda takut sesar atau takut dilakukan episiotomy lalu di jahit? Apakah Anda takut bahwa Anda akan kehilangan kontrol ketika bersalin? Apakah Anda memiliki ketakutan tentang masalah dengan bayi? Cobalah mendaftar dan menulis semua ketakutan Anda dan dan tulislah apa yang dapat Anda lakukan untuk menghindari rasa takut agar tidak menjadi kenyataan. Lalu lakukan relaksasi hypnobirthing untuk mengeliminasi ketakutan dan mengubah rekaman negative di dalam pikiran bawah sadar Anda.

3. Buka Wawasan.

INGAT!!!! Pengetahuan adalah KUNCI!!! Semakin banyak Anda tahu, akan semakin sedikit rasa takut Anda. Sadari bahwa proses persalinan itu unik dan tidak akan sama antara ibu yang satu dengan ibu yang lainnya. masing-masing pengalaman persalinan ibu selalu berbeda. Ada sensasi (alias “rasa kurang nyaman”) yang akan selalu terjadi antara kontraksi pertama dan saat melahirkan bayi. Jika Anda memahami apa yang terjadi dan mengapa, dan apa yang mungkin akan anda rasakan, Anda tidak akan terkejut. Ini akan sangat membantu sehingga kebanyakan ibu merasa yakin bahwa mereka dapat menangani “rasa” dip roses persalinan. Mengikuti kelas prenatal seperti kelas persaiapan persalinan, satau kelas relaksasi hypnobirthing akan sangat membantu Anda memahami apa yang terjadi dan mengapa. Seperti di kelas hypnobirthing prenatal class di BIDAN KITA, Anda akan diajari banyak hal dari A sampai Z tentang persalinan. Inilah yang membantu Anda menjadi lebih siap menghadapi “hari Besar” nanti, selain itu di kelas ini akan di bahas tentang rasa khusus yang mungkin akan anda rasakan, karena ini akan tergantung pada situasi tertentu setiap wanita dan kemampuannya untuk bekerja sama dengan kekuatan tubuhnya dalam persalinan.

4. Mempekerjakan tenaga professional untuk support

Seorang wanita yang berpengalaman, ini bisa bidan atau orang yang dididik khusus untuk pendampingan persalinan akan membantu Anda menginterpretasikan sensasi Anda selama persalinan, menawarkan saran untuk mengelola rasa sakit Anda, dan membantu Anda memahami dan berpartisipasi dalam mengambil keputusan medis. Memang akan membutuhkan cost khusus, namun jika ini adalah salah satu cara yang ampuh..dan memang ampuh, mengapa tidak?

5. Kelilingi diri Anda dengan bidan, dokter, suami, keluarga yang tak kenal takut.

Ini agak sulit memang namun bisa diupayakan. Makanya akan lebih baik Anda mengenal dahulu siapa bidan yang akan mendampingi atau membantu proses persalinan Anda. Ketakutan itu menular. Pastikan Anda tidak membiarkan rasa takut ada dan semakin menjadi di ruang bersalin. Dan bukan hanya bidan sebenarnya. Tapi suami, ibu atau pendamping persalinan Anda nanti jangan biarkan mereka merasa takut dan cemas. Karena ini akan “menginfeksi” Anda. Nah untuk menghindari hal ini terjadi cobalah ajak mereka untuk melihat atau menonton video tentang persalinan agar mereka lebih “familiar” dengan proses tersebut.

Karena ketika mereka tidak memahami proses persalinan, ketika Anda merasa kesakitan, meraka akan cemas dan mereka merasa sangat kesal karena mereka tidak dapat “memperbaiki” itu. Maka, Siapkan pasangan Anda untuk persalinan normal. Katakan padanya apa yang mungkin terjadi jika peristiwa tidak berjalan seperti yang direncanakan.

6. Hindari pengulangi atau mengingat rasa takut.

Jangan membawa beban yang menakutkan dari masa lalu Anda ke ruang bersalin. Artinya adalah, jika Anda mengalami trauma akan persalinan yang sebelumnya, usahakan hilangkan trauma tersebut dan jangan mengingat-ingat lagi proses yang lalu. Untuk itulah relaksasi hypnobirthing sangat di perlukan untuk “reprogramming”.

7. Ambil tanggung jawab untuk keputusan dalam persalinan Anda.

Yang perlu diingat adalah mulailah menyadari bahwa semua intervensi terhadap alam pasti ada konsekuensinya. Jadi jika Anda takut merasakan rasa sakit lalu Anda memutuskan untuk melakukan epidural atau SC saat melahirkan tentunya Andalah yang bertanggung jawab terhadap semua resiko dan konsekuensinya.

8. Pilih dokter atau bidan dengan bijaksana.

Apakah dokter atau bidan mengambil peran aktif dalam mengajarkan Anda tentang proses persalinan normal dan membantu Anda untuk mempercayai tubuh Anda untuk melahirkan?  Atau apakah orang ini membuat pola pikir yang menakutkan tentang kelahiran, mengisi pikiran Anda dengan segala kemungkinan apa yang bisa saja salah? Hati-hati saat memilih “provider” bunda, lihatlah dan selidiki apakan dokter atau bidan ini mendukung persalinan normal atau justru sebaliknya yaitu menganggap proses persalinan adalah peristiwa medis yang kerapkali berakhir di intervensi termasuk SC? Dan tolong jangan abaikan rasa “kurang sreg” ketika bertemu dengan bidan atau dokter Anda tiap kunjungan kehamilan. Dokter dan bidan yang baik biasanya akan memancarkan rasa nyaman dan energy itu akan Anda rasakan. Jadi pertajam “sense” Anda.

9. Memahami proses persalinan dan kelahiran.

Apakah Anda tahu apa yang terjadi selama kontraksi? Apakah Anda memahami bahwa mengubah posisi Anda untuk tegak dan mengubah posisi selama persalinan dapat mempengaruhi bagaimana proses persalinan Anda nanti?

10. Memahami alat-alat teknologi (seperti pemantauan janin elektronik) yang mungkin untuk digunakan selama persalinan Anda.

Apakah Anda yakin bahwa Anda memiliki pengetahuan cukup untuk berpartisipasi dalam keputusan tentang penggunaan teknologi dalam kerja Anda?

11. Sadar akan pilihan yang tersedia untuk menghilangkan rasa sakit secara medis , seperti obat dan anestesi epidural.

Jadi ketika anda memutuskan untuk mengambil “menu” yang tersedia di RS tersebut tentang penghilang rasa sakit, sadari dan gunakan BRAIN Anda. Ketahui keuntungan, resiko, alternative lain yang akan anda terima. Jadi jangan karena di RS tersebut tersedia layanan itu dan Anda di bujuk provider anda langsung mengiyakan tanpa mengetahui resikonya.

12. Memahami pentingnya melepaskan dan menyerah pada tubuh Anda selama persalinan.

Mempercayai tubuh Anda itu penting sekali. Karena sebenarnya tubuh seorang wanita diciptakan untuk melahirkan secara normal.

13. Belajarlah untuk rileks

Tenang itu penting! Tapi santai akan membantu memperlancar kemajuan persalinan Anda. Ketika semua otot- otot Anda Santai sementara hanya rahim saja yang berkontraksi, maka ini akan mengurangi ketidaknyamanan dan mempercepat kemajuan persalinan. Jika ada ketegangan di mana saja di tubuh Anda, terutama di wajah dan leher, ketegangan ini akan menyebar ke otot-otot panggul yang justru akan membuat menjadi semakin sakit. karena sebenarnya ketika kontraksi ada, otot panggul justru harus longgar dan santai. ketika Otot tegang maka rasanya akan lebih menyakitkan. Ketika otot-otot tegang ini akan melawan tubuh, kontraksi akan terjadi tanpa henti, dan hasilnya adalah rasa sakit. Kelelahan otot akan segera mengarahkan pada pikiran yang kelelahan, meningkatkan kesadaran Anda akan rasa sakit dan mengurangi kemampuan Anda untuk mengatasinya.

14. Belajarlah untuk santai untuk menyeimbangkan hormon untuk proses persalinan

Dua hormon membantu Anda membuat persalinan lebih efisien.

a. Hormon adrenal (juga disebut hormon stres) memberikan tubuh Anda kekuatan ekstra yang dibutuhkan dalam persalinan.  Selama persalinan tubuh Anda membutuhkan sedikit hormon stres untuk membantu Anda bekerja keras, tetapi ketika hormone ini berlebihan, tubuh Anda menjadi cemas dan tertekan, menyebabkan pikiran dan otot bekerja tidak efisien. Hormon stres bahkan dapat mengalihkan darah dari uterus/rahim ke organ-organ vital dari otak, jantung, dan ginjal.

b. Hormon Oksitosin, ini adalah hormone cinta yang mana ini sangat penting untuk membuat rahim berkontraksi, manfaatkan hormone ini baca di https://www.bidankita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=260:oksitosin-the-love-hormone&catid=44:natural-childbirth&Itemid=56

 

15. Tenang untuk meningkatkan endorfin.

Hormon Endorphin hormone inilah yang harus di manfaatkan karena hormone inilah yang membantu Anda mengurangi rasa sakit dan ketidaknyamanan selama proses persalinan. Namun hormone ini akan segera turun ketika Anda tegang dan cemas. Endorfin merangsang sekresi prolaktin, hormon santai dan “ibu” yang mengatur produksi susu dan memberikan dorongan psikologis terhadap kenikmatan ibu. Studi telah menunjukkan bahwa endorphin meningkat dengan tawa

Baca di https://www.bidankita.com/index.php?option=com_content&view=article&id=255:sakit-saat-bersalin-hormon-akan-membantu-anda&catid=44:natural-childbirth&Itemid=56 untuk memahami peran masing-masing hormone dalam tubuh ketika proses persalinan.

Selain itu endorphin massage juga bisa membantu meningkatkan produksi hormone endorphin ini.

Nah demikianlah 15 cara untuk mengurangi rasa sakit saat persalinan. Semoga bermanfaat bagi Anda

Selamat mencoba

Salam Hangat

Bidan KIta

Obat Nyamuk Vs Hamil

Seberapa sering anda memakai obat nyamuk? Apa mereknya? Apa jenisnya? ampuhkah? berapa harganya? itulah pertanyaan yang sering mucul tentang obat nyamuk, tapi berapa banyak yang bertanya AMANKAH ? Aku harus bilang bahwa saat ini boleh dibilang tidak ada satu pun obat nyamuk di  Indonesia yang benar2 ampuh dan AMAN.

Prinsip dasar yang harus dipahami semua orang ketika menggunakan obat nyamuk adalah bahwa zat yang dipakai itu RACUN, dan tidak ada racun yang benar-benar aman. Iklan-iklan di TV dan media lain menyesatkan. Racun nyamuk ditemukan pada semua jenis obat nyamuk. ‘Pada obat nyamuk bakar, semprot, dan elektrik lebih cenderung untuk membunuh nyamuk, sedangkan pada obat nyamuk oles lebih pada pencegahannya, yaitu mengusir nyamuk.

Kendati mengeluarkan zat racun yang sama, dosis tiap-tiap obat nyamuk berbeda satu sama lain. Ditilik dari segi konsentrasi atau komposisi, bahan aktif pada obat nyamuk terdiri dari konsentrasi ringan sampai berat, dari yang kurang toksid sampai yang lebih toksid. Yang jelas, semua itu tergantung dari kadar konsentrasi racun dan jumlah pemakaiannya. Misalnya, kadar konsentrasi bahan aktif obat nyamuk semprot mungkin sedikit, tetapi kalau disemprotkan berulang kali tentu kadarnya akan bertambah banyak. Obat nyamuk yang memiliki kadar demikian mungkin bisa mematikan nyamuk dengan cepat, tetapi membahayakan kesehatan manusia. Risiko terbesar terdapat pada obat nyamuk bakar karena secara langsung mengeluarkan asap yang dapat terhirup. Sementara obat nyamuk semprot berbentuk cair memiliki konsentrasi berbeda karena cairan yang dikeluarkan akan diubah menjadi gas. Artinya, dosisnya lebih kecil. Sementara obat nyamuk elektrik lebih kecil lagi karena bekerja dengan cara mengeluarkan asap, tetapi dengan daya elektrik. Dengan demikian, makin kecil dosis bahan zat aktif, makin kecil pula bau yang ditimbulkan. Sekaligus, makin minim pula kemungkinan mengganggu kenyamanan manusia. ‘Bahan aktif dari obat nyamuk masuk ke dalam tubuh, baik melalui pernafasan maupun kulit, ke peredaran darah. Setelah itu menyebar pada sel-sel tubuh. Ada yang ke pernafasan, ke otak lewat susunan saraf pusat, dan lain-lain. Nah, organ mana yang sensitif, maka itulah yang akan terkena. Tentunya karena obat nyamuk lebih pada hirupan, maka yang paling berperan sekali adalah pernafasan. Sementara kalau lewat kulit sangat tergantung pada daya sensitivitas atau kepekaan kulit. Jadi, gangguan-gangguan pada organ tubuh bisa saja terjadi jika pemakaian obat nyamuk tidak terkontrol sehingga dipakai dalam dosis yang berlebihan.

Apa saja merk obat nyamuk di Indonesia? Baygon? HIT? VAPE? Atau Soffell atau yang lainnya? Dan kira-kira aman gak ya?

Baygon mengandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat (senyawa antaranya, MIC, pernah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan kerusakan syaraf ratusan ribu orang lainnya dalam kasus Bhopal di India) yang telah dilarang penggunaannya di luar negri karena duduga kuat sebagai zat karsinogenik sedangkan transfluthrin relatif aman hingga saat ini.

HIT yang promosinya sebagai obat nyamuk ampuh dan murah memang benar bahkan sedikit lebih ampuh dari Baygon tapi sangat berbahaya karena bukan hanya menggunakan Propoxur tapi juga DDVP atau dichlorvos yaitu zat turunan chlorine yang sejak puluhan tahun dilarang penggunaannya di dunia. Sedangkan obat nyamuk lain seperti Baygon tutup hijau, Vape, raid dan mortein memang non propoxur dan non DDVP tapi keampuhannya sangat diragukan, mereka hanya efektif melawan nyamnuk Aedes tapi berantakan saat melawan nyamuk Culex sp

Wangi pada obat nyamuk aerosol maupun semprot semestinya justru menjadi indikasi bahwa kita tidak boleh berada diruangan tsb selama bau masih tercium, kurang lebih selama 1 jam. Obat nyamuk tipe lain bagaimana? Sama saja, obat nyamuk bakar jelas menghasilkan asap dan racun, jenis electrik pun tetap menghasilkan racun (HIT bahkan menggunakan propoxur untuk obat nyamuk elektiknya). Penggunaaan obat nyamuk dengan cara dibakar atau dengan listrik harus dalam ruangan dengan sirkulasi udara yang baik, tidak boleh dalam ruangan tertutup karena racun dan asap yang dihasilkan akan mengurangi proporsi kandungan oksigen dalam ruangan. Kalau reppelent atau penolak nyamuk seperti Autan, sari Puspa/Soffell, atau Lavender gimana? Ketiganya mengandung racun bernama Diethyltoluamide atau DEET, DEET ini sangat korosif, Autan tidak dapat disimpan dalam wadah plastik PVC atau besi karena dalam hitungan minggu akan mengikis lapisannya. Bayangkan bila itu kena kulit kita? Jadi sekali lagi telah terjadi pembohongan publik lewat iklan anti nyamuk yang lembut bagi kulit, mana mungkin zat yangjelas2 merusak kulit dapat merawat kulit, bahkan setelah ditambahi embel2 menggunkan Aloe Vera atau zat pelembab lain tetap saja berbahaya, jangan gunakan pada kulit yang sensitif atau anak dibawah usia 2 tahun. Jadi gimana? Back to nature, kalau malam pakai kelambu, kalau siang pakai tangan or raket listrik. Obat nyamuk hanya digunakan bila gangguan memang sudah tak terkendali atau melebihi batas toleransi dan GUNAKAN DENGAN CARA YANG AMAN jangan pernah berfikir racun itu aman. beberapa memang ampuh tapi tak ada yang benar-benar aman. pilihlah yang efek racunnya paling kecil, jika sekedar untuk mengendalikan (bukan membasmi) nyamuk maka pilihan terbaik adalah Baygon Tutup hijau (racunnya transfluthrin danCyfluthrin) Vape or Mortein, kalau perlu mengendalikan kecoa maka Baygon selain tutup hijau dan Mortein adalah pilihan terbaik. Kalau obat nyamuk bakar hamper semuanya sama. sedangkan obat nyamuk elektrik pilihannya ada pada Baygon atau Vape, sedagkan lotion penolak nyamuk antara Sari Puspa atau Autan (kandungan DEET 13 dan 12.5 %, sedangkan Lavender hingga 15%). Yang perlu diingat dalam penggunaan obat anti nyamuk oles ini adalah jangan dipakai pada kulit yang tertutup kain atau baju dan jangan dioleskan pada kulit yang luka atau rusak. Sifatnya yang iritatif (mudah bereaksi dengan kulit) menyebabkan penggunaan secara umum-pun harus hati-hati. Mencuci kulit yang diolesi setelah tidak memerlukan perlindungan tersebut dan mngurangi penggunaan yang berkelanjutan atau terus menerus adalah cara yang cukup efektif untuk mengurangi kemungkinan buruk dari obat anti nyamuk oles.

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pohon eucalyptus memproduksi minyak yang sangat efektif sebagai alternatif pengganti DEET. Ada pula minyak citronela (biasanya tercium dalam kulit jeruk) yang sudah dikenal lebih dari 60 tahun sebagai obat pengusir nyamuk. jadi diperlukan pertimbangan yang cukup matang untuk memakai obat anti nyamuk oles ini untuk ibu hamil, menyusui dan anak-anak.

Tentukan pilihan Anda, mau yang alami atau yang ada racunnya.

Semoga bermanfaat

Salam Hangat

Bidan Kita

PELATIHAN BASIC HYPNOTHERAPY DAN HYPNO-BIRTHING

0

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikutilah

PELATIHAN BASIC HYPNOTHERAPY DAN HYPNO-BIRTHING

(BERSAMA PAKAR HYPNO-BIRTHING DI INDONESIA)

1. JAKARTA

Hari : Sabtu, Minggu

Tanggal : 6 & 7 Agustus 2011

Tempat : Pro V Clinic, Jl Permata Saphir I / W5, Permata Hijau, Jakarta Selatan

Contact : Cahya (081 618 378 69)

Biaya :

– Early bird : Rp. 1.750.000,00 (Apabila Pembayaran dilakukan sebelum Tgl 1 Agustus 2011)

– Normal Rate : Rp. 2.000.000,00 (Apabila Pembayaran setelah tgl 2 Agustus 2011 s.d hari H)

Pembayaran :

– Transfer Bank BCA

An. Prodipta Vitalis

No rek: 5730176777

 

2. JOGJAKARTA

Hari : Sabtu, Minggu

Tanggal : 13 & 14 Agustus 2011

Tempat : Bapelkes Jogjakarta (***Tentative) Plus penginapan

Contact : Yesie (081 329 017 009)

Biaya :

– Early bird : Rp. 1.750.000,00 (Apabila Pembayaran dilakukan sebelum Tgl 6 Agustus 2011)

– Normal Rate : Rp. 2.000.000,00 (Apabila Pembayaran setelah tgl 6 Agustus 2011 s.d hari H)

Pembayaran :

Bank Mandiri Kcp Adisucipto Jogjakarta A/n Yesie Aprillia no rek : 137-00-0478185-8

 

3. MEDAN

Hari : Jumat, Sabtu

Tanggal : 19 & 20 Agustus 2011

Tempat : Bapelkes Medan(***Tentative)

Contact : Kristina (081 380 300 209)

Biaya :

– Early bird : Rp. 2.000.000,00 (Apabila Pembayaran dilakukan sebelum Tgl 12 Agustus 2011)

– Normal Rate : Rp. 2.500.000,00 (Apabila Pembayaran setelat tgl 12 Agustus 2011 s.d hari H)

Pembayaran :

Transfer BANK BCA

An. Kristina

No Rek 2533107991

Team Pengajar :

- Lanny Kuswandi (Bidan, Pakar Hypnobirthing di Indonesia)

- Yesie Aprillia S.Si.T, M.Kes

- Tantri Maharani Setyorini Amd.Keb

– Kristina Sembiring Amd.Keb

Diskon Khusus :

1. Setiap Peserta mendapatkan Bonus Besar-Besaran Seharga Rp. 750.000.- berupa:

– Buku HIPNOSTETRI (Rileks, Aman dan Nyaman selama Hamil dan melahirkan)

– Buku Keajaiban Hypnobirthing

– CD Music Relaksasi

– DVD Affirmasi Kehamilan dan Persalinan

– Bola Persalinan (*** Bagi 10 Pendaftar pertama)

– Aroma Therapy

Informasi Pendaftaran : website : www.bidankita.com

Email : [email protected]; [email protected]

Fb : http://www.facebook.com/profile.php?id=100001736028119

 

Peserta :

– Bidan

– Dokter Umum, Dokter Spesialis Kandungan

– Tenaga Kesehatan Lainnya

– Mahasiswa Kebidanan Keperawatan, Kedokteran

 

Cara Pendaftaran :

1. Sms data diri (Nama, Profesi, Alamat, no Hp) ke contact person, maka kami akan mengirim brosur dan berkas pendaftaran

2. Sms atau Kirimkan Nomer bukti transfer melalui email :

a. Jakarta & Medan : [email protected]

b. Jogjakarta : [email protected]; [email protected]

Sekilas Tentang Hypno-birthing

Kehamilan dan Persalinan adalah suatu proses suatu reaksi berantai yang sangat mengagumkan dan membentuk ikatan seumur hidup yang takkan terpisahkan. Relaksasi dan Hypno-birthing adalah upaya untuk meningkatkan ketenangan dan kedamaian selama hamil, proses melahirkan , masa nifas , masa menyusui dan pada saat membina membina anak dan balita. Dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas, seorang ibu memerlukan persiapan secara fisik (jasmani), mental (jiwa) dan spiritual. Hypno-birthing bukan sesuatu yang baru. Di Indonesia sudah dilakukan sejak zaman dulu. Saat ini dilengkapi dengan penjelasan secara ilmiah dan terprogram sehingga hasilnya lebih optimal.

Hypno-birthing merupakan sebuah paradigma baru dalam metode persalinan secara alami. Metode Hypno-birthingadalah salah satu teknik otohipnosis (swasugesti) dalam menghadapi persiapan melahirkan yang berfungsi membantu calon ibu melalui masa kehamilan danpersalinannya dengan cara alami, aman, dan tanpa rasa sakit (nyaman). Dasar dari Hypno-birthing adalah relaksasi. Metode Hypno-birthing ini dikembangkan berdasarkan adanya keyakinan bahwa dengan persiapan melahirkan yang menyeluruh ( body,mind and soul ), calon ibu dan pendampingnya saat persalinan akan dapat melalui pengalaman melahirkan yang aman, tenang, dan memuaskan, jauh dari rasa takut yang menimbulkan ketegangan dan rasa sakit. Jika pikiran dan tubuh mencapai harmoni, alam akan bisa berfungsi dengan cara yang sama seperti pada semua makhluk lainnya.

Hypno-birthing didasarkan pada kepercayaan bahwa ketika seorang wanita diberi persiapan yang tepat untuk bayi, ibu dan suami sehingga dapat mengalami suatu proses kelahiran aman, tenang, dan memuaskan, bebas dari ketakutan yang menyebabkan nyeri. Pada dasarnya rasa sakit ini sudah terekam di bawah sadar hampir setiap manusia dan Hypno-birthing adalah pilihan yang tepat sebagai sarana me “reprogramming” rekaman yang sudah ada dipikiran bawah sadar seseorang. Dasar dari Hypno-birthing adalah relaksasi yang mendalam, lewat pola pernafasan perlahan dan dalam sehingga tubuh secara otomatis melepaskan endorphin yang merupakan morfin alami didalam tubuh yang bermanfaat untuk mengurangi bahkan bisa menghilangkan rasa sakit pada saat kontraksi sehingga ibu menikmati proses persalinan yang aman, lembut, lancar dan nyaman.

Pada tahun 1958, The American Medical Assosiation menyetujui terapi dengan menggunakan hypnosis, meski sejauh ini terapi hypnosis yang dipakai untuk memudahkan proses persalinan belum banyak diketahui publik. Bermula daridr.Grantley Dick Read yang sejak tahun 1890 telah mengembangkan Hipnosis Kebidanan dengan program yang disebutChildbirth without fear. Yang kemudian dikembangkan oleh Marie F. Mongan sejak tahun 1959 dengan programHypnoBirthing®, karena mempunyai kelebihan (dan keterbatasan) untuk digunakan dalam tugas. Dan di Indonesia dikembangkan oleh Lanny Kuswandi Perawat Bidan dengan pendalaman Clinical Hypnoterapist sejak tahun 2002.

Dan selayaknya Dokter,bidan, dan tenaga paramedis menguasai metode ini. Hypno-birthing membantu ibu hamil membingkai harapan yang positif dan mempersiapkan persalinan

Pelatihan ini dikemas dengan sangat apik dan interaktif. Banyak sekali manfaat yang dapat Anda peroleh, antara lain:

1. Dapat lebih fokus dan tenang dalam menghadapi ibu bersalin yang emosinya labil.

2. Dengan belajar hypnobirthing, bidan/dokter menjadi lebih tenang dalam membantu pertolongan proses persalinan.

3. Emosi bidan/dokter menjadi lebih stabil dalam kehidupan sehari-hari

4. Aura positif dan tenang yang dimiliki oleh bidan/dokter sangat mempengaruhi aura ibu bersalin dan orang-orang disekitarnya.

5. Dapat menjadi program unggulan dari pelayanan BPS/RS/RB.

6. Bidan/dokter memiliki kompetensi yang baru

7. Bidan/dokter dapat melakukan tindakan invasif ringan/sedang kepada klien tanpa mengurangi rasa nyaman klien

Contoh:

– Pemasangan & Pencabutan implant tanpa anesthesia & tanpa rasa sakit

– Pemasangan & Pencabutan IUD tanpa rasa sakit baik pada saat Pemasangan & Pencabutan maupun post Pemasangan & Pencabutan.

– Dapat melakukan penjahitan perineum tanpa anesthesia & tanpa rasa sakit

Dalam setiap pelatihan Basic Hypnosis & Hypno-birthing peserta akan mendapatkan sertifikat sebagai Praktisi Hypno-birthing yang bernilai 3 SKP dari IBI Pusat dengan ketentuan, peserta diwajibkan untuk memberikan “karya” berupa laporan aplikasi hypno-birthing kepada klien, ibu hamil, bersalin, nifas maupun menyusui minimal 3 pasien dalam waktu 1 bulan setelah pelatihan, dan serahkan kepada team pengajar sebagai laporan. Dengan demikian pelatihan ini diharapkan dapat mencetak praktisi Hypno-birthing yang handal. Sehingga bisa memberikan pelayanan dan asuhan secara holistic body mind and soul kepada pasien.

Saat ini Bidan yang sudah belajarpun menyatakan bahwa dengan mendalami Hypno-birthing manfaat yang utama adalah untuk diri sendiri, keluarga dan untuk para klien /pasien.

 

Berikut ini beberapa testimony dari para alumni peserta pelatihan :

1. Bidan Tuti Nurtitra (Cirebon) è RB Mutiara Bunda Tasilmalaya

Setelah dilakukan hypnobirthing pasien saya menjadi jauh lebih nyaman, proses pembukaan berjalan lebih cepat dan lancar, dan setelah bersalin si ibu merasa sangat puas.

2. Ny Iryani Rosmulia (RS Bhayangkara Indramayu)

Pasien saya hamil 24 minggu merasa mual muntah dan pusing, setelah dilakukan relaksasi hypnobirthing hanya 30 menit, pusing langsung hilang dan ibu merasa segar kembali. Bahkan ada pasien saya hamil 24 minggu juga dengan keluhan badan panas /demam 3 hari (diagnosa Thypoid) S:38,5 derajad celcius, Tekanan darah 110/60 mmHg, hasil lab widal (+) Typhi O : 1/320, Typhi H: 1/320. Kemudian dilakukan relasasi agar demam berkurang dan tubuh lebih sehat, setelah dilakukan relaksasi dan dilakukan klien selama 2 hari di RS ternyata Widal turun menjadi Typhi O : 1/160, Typhi H: 1/160, S: 36 dan klien merasa nyaman, nafsu makan bertambah. Keesokan harinya klien sudah diperbolehkan pulang karena widal (-) dan semua keluhan klien hilang.

3. Bidan Norlinah, Bontang, Kalimantan Timur

Sejak mengikuti pelatihan hypnobirthing setiap kali saya melakukan pemasangan bahkan bongkar implant saya jarang sekali menggunakan lidokain, saya selalu memakai tehnik hypnoanestesia seperti yang diajarkan di pelatihan dan hasilnya lebih memuaskan si ibu nyaman, tidur lalu bangu-bangun udah terpasang tanpa rasa sakit dan biasanya luka pun tidak ada memar. Luar biasa!

 

SEGERALAH MENDAFTAR

IKUTI PELATIHANNYA DAN DAPATKAN MANFAAT DAN KETRAMPILAN BARU YANG AKAN MENDUKUNG PROFESI ANDA

 

Cepalo Pelvic Disoroportion (CPD) Ketidak sesuaian Janin dan Panggul Ibu

 

Diagnosis CPD (cephalopelvic disporpotion) adalah keadaan dimana kepala bayi dianggap terlalu besar untuk melewati panggul wanita itu. CPD ini disebabkan oleh panggul sempit, janin yang besar ataupun kombinasi keduanya.

Pada abad 18 dan 19, kekurangan gizi, rakhitis dan penyakit seperti polio menyebabkan anomali panggul, yang mengakibatkan kematian saat melahirkan. Memang awalnya CPD adalah alasan paling umum untuk melaksanakan operasi caesar. Di zaman modern, bagaimanapun, CPD jarang terjadi, karena standar umum hidup kita sangat jauh lebih tinggi dibanding abad 18,19 yang lalu dan kejadian CPD lebih mungkin disebabkan oleh fraktur tulang panggul akibat kecelakaan lalu lintas jalan atau kelainan bawaan.

Seringkali CPD tersirat didiagnosis. Dalam kasus di mana proses persalinan telah gagal untuk maju atau bayi menjadi tertekan, staf medis umumnya menganggap bahwa ini disebabkan ketidakmampuan fisik pada ibu daripada melihat ke arah keadaan perawatan ibu. Masalah ini sering terjadi ketika CPD tidak diduga dan ada penyebab lainnya seperti ketakutan, kesulitan menyesuaikan diri dengan lingkungan medis, kurangnya dukungan emosional dan non-kontinuitas petugas kesehatan.

Banyak wanita khawatir tentang bagaimana sesuatu yang besar seperti bayi akan turun di sebuah sebuah lorong sempit di vagina, sehingga implikasi ketidakmampuan panggul dapat mengkonfirmasi ketakutan pribadi, rasa rendah diri, berikutnya mempengaruhi kemajuan dari setiap persalinan dan menambahkan perasaan kegagalan terjadi dalam hati dan pikiran ibu.

CPD juga kadang dicurigai ketika kepala bayi gagal untuk turun ke dalam panggul, Ketika seorang ibu di duga CPD, x-ray ,pelvimetry mungkin disarankan, baik ante-natal atau pasca-natal.  panggul ibu diukur dengan x-ray untuk menilai kecukupan panggul. Terlepas dari resiko kesehatan x-ray, metode penilaian panggul telah dikritik karena telah terbukti tidak akurat dan karena sering hasilnya tidak mempengaruhi cara pengelolaan persalinan. Karena kekhawatiran paparan x-ray kepada ibu dan bayi, beberapa rumah sakit menawarkan pelvimetry oleh computed tomography (CT) scan yang menggunakan dosis radiasi yang jauh lebih rendah.

Dalam kasus apapun, CPD sulit untuk mendiagnosis secara akurat karena tidak kurang dari empat variabel yang tidak dapat diukur:

1. otot penyangga dan ligamen panggul yang tidak terstruktur, tetap kokoh

Selama kehamilan dan proses persalinan hormon relaksin melembutkan ligamen yang bergabung dengan tulang panggul, sehingga panggul dapat ‘stretch’. Tingkat ekspansi yang dicapai panggul akan bervariasi dari wanita dengan wanita dan dari kehamilan satu dengan kehamilan yang lain

2. Moulase pada Kepala bayi

Kepala Bayi terdiri dari tulang terpisah yang bergerak relatif satu terhadap yang lain, yang memungkinkan kepala bayi untuk moulase atau melakukan tumpang tindih dan dengan demikian maka akan mengurangi diameter kepala selama perjalanan menuruni jalan lahir. Tidak seorangpun dapat memprediksi kapasitas molase kepala bayi, karena ini adalah fitur dari proses lahir normal, yang seharusnya tidak mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan bayi.

3. Posisi dimana seorang wanita beradaptasi selama persalinan dan melahirkan membuat perbedaan untuk dimensi panggul

Jongkok, misalnya, dapat meningkatkan luas pengukuran panggul sampai 30%. Salah satu posisi yang paling umum untuk wanita ketika melahirkan, yaitu dengan agak bersandar (setengah duduk) di mana berat badan ibu tertumpu pada tulang ekor nya, akan membatasi gerakan tulang ekor, yang sebenarnya sangat bisa di ajak kompromi untuk memperluas panggul. Dengan menghindari posisi ini saat persalinan, seorang wanita mungkin akan mampu melahirkan secara normal pervagina dan lebih lancar karena luas panggul bertambah.

4. Posisi bayi

Posisi bayi dapat menjadi sangat penting, karena ini akan berhubungan dengan seberapa diameter luas panggul yang diperlukan untuk dapat dilewati kepala bayi.

Bagaimana jika saya telah memiliki diagnosis CPD sebelumnya?

Memang, banyak kasus didokumentasikan di mana wanita yang telah didiagnosa menderita CPD dan kemudian dapat bersalin normal melalui vagina namun seringkali ketika diagnosis CPD telah dibuat, banyak orang masih percaya bahwa ini merupakan alasan untuk mengulangi caesar.

saya percaya ada kasus CPD namun kejadian CDP murni sangatlah jarang, beberapa kasus yang saya lihat adalah posisi bayi dengan presentasi asynclitic sehingga bayi sulit untuk turun panggul langsung di nilai atau di cap sebagai CPD. Selain itu sering kali diagnose CPD di beritahukan kepada seorang ibu karena si ibu berpostur tubuh pendek. Padahal belum tentu ibu dnegna postur tubuh pendek selalu menderita CPD. Karena beberapa pasien saya mempunyai postur tubuh yang pendek namun ternyata dia bisa melahirkan secara normal pervagina. Kadang ada ketidakjujuran dan kurangnya pemahaman yang benar dari kemampuan tubuh seorang wanita dalam proses persalinan. Dan ini terjadi terutama ketika ada seorang dokter yang mengatakan bahwa si ibu panggulnya sempit sehingga persalinannya harus dibantu dengan vacuum atau forsep. Dimana logikanya apakah kepala hanya akan bisa masuk panggul saat ditarik keluar dengan paksa?

Berikut ini Beberapa Tips Jika Anda Khawatir mempunyai CPD

1. Baca tentang cara mengoptimalkan kepala dan posisi janin di web Bidan Kita

Telah banyak kejadian yang saya dengar dimana seorang ibu akhirnya dilakukan SC karena CPD atau kegagalan kemajuan persalinan. Padahal sebenarnya banyak kejadian kegagalan kemajuan persalinan ini disebabkan karena posisi bayi yang posterior atau bayi tidak berada dalam posisi yang opimal. Beberapa hal yang sering kita lakukan sehingga mengakibatkan posisi janin tidak optimal antara lain seperti seringnya kita tidak mengatur posisi dan postur tubuh kita dengan baik. Dan ini sangat dipengaruhi oleh gaya hidup modern kita. Seringkali ibu hamil tua duduk bersandar di punggungnya dengan membentuk curva C pada tubuhnya. Padahal posisi ini akan sangat berpengaruh dengan posisi janinnya. Selain itu banyak sekali ibu hamil yang malas untuk melakukan kegiatan kecil seperti saat menyalakan TV dan memindah channelnya mereka lebih suka tetap duduk di sofa sambil memegang remote daripada berdiri dan beranjak untuk memindah channel secara manual. Dan masih banyak lagi contohnya. Ini semua bisa di baca di www.bidankita.com yaitu tentang optimalisasi posisi janin.

2. Cari pendapat kedua (second opinion)

Jika Anda tidak senang atau tidak yakin ketika di berikan diagnose dari dokter bahwa tubuh Anda tidak dapat melahirkan secara normal maka sangat penting bagi Anda untuk mencari pendapat kedua. Jangan menyerah. Anda harus positif dan optimis bahwa tubuh seorang wanita dirancang sedemikian rupa untuk melahirkan secara normal.

3. Mengikuti kelas-kelas pendidikan persiapan kelahiran

Ini sangatlah penting bagi Anda. Dengan mengikuti kelas persiapan persalinan Anda akan mendapatkan informasi yang gambling tentang proses persalinan dan bagaimana tubuh Anda bekerja secara luar biasa dalam proses persalinan. Anda dapat mengikuti kelas persiapan persalinan di klinik Bidan Kita, karena di sana Anda akan mendapatkan informasi yang sangat lengkap tentang bagaimana dan apa yang harus Anda lakukan untuk mempersiapkan tubuh, jiwa dan pikiran Anda dalam proses persalinan normal.

Tonton Video Ini.

INi adalah video di Youtube dari ICAN tentang CPD disini dapat kita lihat bahkan ada seorang wanita dengan 3 kali SC sebelumnya dengan diagnose CPD ternyata dapat bersalin normal pervagina di persalinan ke 4 nya padahal bayi yang dilahirkan ini lebih besar daripada ke 3 bayi sebelumnya.

Silahkan klik di :https://www.youtube.com/watch?v=roFVkDV45MM

Apa yang harus dilakukan jika USG mengatakan bahwa Anda Memiliki Bayi Besar?

Perkiraan USG tidak selalu benar itu yang harus di yakini namun hal ini tetap harus di waspadai, yang terpenting adalah coba lihat dulu dalam umur kehamilan berapa minggu diagnose ini Anda dapatkan? Jika memungkinkan untuk melakukan koreksi lakukanlah. Artinya selain Anda harus mencari second bahkan third opinion, mungkin Anda juga harus melakukan diet gula dan karbo untuk menghindari peningkatan berat janin yang berlebih.

Disini yang terpenting adalah percayai tubuh anda banyak sekali kasus bayi lahir normal dengan berat badan 4 bahkan 5 kg.

Nah kesimpulannya adalah jika Anda didiagnosa CPD,

1. Jangan stress

2. Cari pendapat kedua atau ketiga untuk memastikan sehingga Anda akan dapat mengambil keputusan terbaik.

3. Tegakkan diagnose tersebut. Mungkin dnegna pengukuran pelvimetri atau rontgen

4. Cari tahu tafsiran berat janin Anda dulu.

5. Upayakan untuk memperluas outlet panggul dengan beberapa cara seperti melakukan pelvic rocking, yoga, squatting position dll

6. Percayai tubuh Anda dan kekuatan Janin Panggul Sempit sebenarnya sudah sangat jarang terjadi di abad ini.

Salam hangat

Bidan Kita

Berikut Beberapa Studi Pada Pelvimetry dan CPD yang dapat Anda baca dan simak

1. Impey L. and O”Herlihy C. First delivery after caesarean delivery for strictly defined cephalopelvic disproportion. Obstet Gynecol 1998;92:799-803.

2. Phelan et al. Vaginal birth after cesarean. AMJOG 1987;157:1510-5.

3. Jongen VHWM et al. “Vaginal delivery after previous caesarean section for failure of the second stage of labour”. BJOG 1998;105:1079-81.

4. Flamm BL and Goings JR. “Vaginal birth after caesarean section: Is suspected fetal macrosomia (large for dates baby) a contra-indication.”

Epidural: Resiko Bagi Ibu dan Bayi

Penggunaan Metode Epidural pertama kali adalah pada tahun 1885, ketika seorang ahli saraf New York J. Leonard Corning menyuntikkan kokain ke bagian tulang belakang pasien yang menderita “kelemahan tulang belakang dan inkontinensia mani.”1 Lebih dari satu abad kemudian, epidural telah menjadi metode analgesia yang paling populer, atau penghilang rasa sakit, di kamar persalinan di AS. Pada tahun 2004, hampir dua-pertiga dari wanita yang bersalin melaporkan bahwa mereka diberikan epidural, termasuk 59 persen wanita yang telah melahirkan pervagina (2). Di Kanada, sekitar setengah dari wanita yang melahirkan secara normal memakai epidural, (3) dan di Inggris, 21 persen wanita diberikan epidural sebelum melahirkan (4).

Epidural merupakan suntikan yang menggunakan obat bius lokal (berasal dari kokain) dan disuntikkan ke dalam ruang-ruang epidural yang melindungi sumsum tulang belakang. Pada epidural konvensional klien akan mati rasa baik saraf sensorik maupun motoriknya. Dalam lima sampai sepuluh tahun terakhir, epidural telah dikembangkan dengan konsentrasi obat bius yang (bius local), dan dengan kombinasi anestesi lokal serta opiat (obat yang mirip dengan morfin dan meperidin) pembunuh rasa sakit untuk mengurangi blok motor, dan untuk menghasilkan apa yang disebut epidural “berjalan”.

 

 

Analgesia Spinal juga telah semakin digunakan dalam persalinan untuk mengurangi blok motor. Spinals menyuntik narkoba menembus dura dan ke dalam ruang (intratekal) tulang belakang, dan hanya menghasilkan analgesia jangka pendek. Untuk memperpanjang-efek menghilangkan rasa sakit dalam persalinan, dosis bisa ditambah sesuai kebutuhan

Epidurals dan spinals menawarkan bentuk yang paling efektif dari penghilang rasa sakit yang tersedia dalam pertolongan persalinan, dan wanita yang telah menggunakan analgesia untuk mengurangi rasa nyeri mempunyai tingkat kepuasan yang tinggi terhadap metode ini, Namun, kepuasan tidak mengalami nyeri ini tidak tidak sama dengan kepuasan keseluruhan keseluruhan persalinan (5) selain itu ternyata epidural juga dapat membahayakan keselamatan ibu dan bayi.

Epidural dan hormon persalinan

Secara signifikan penggunaan epidural mengganggu beberapa hormon utama persalinan, yang dapat mempunyai dampak negatif pada proses kelahiran (6).  WHO mengatakan bahwa analgesia epidural adalah salah satu contoh yang paling mencolok dari medikalisasi persalinan normal. yang, mengubah acara fisiologis menjadi prosedur medis (7).

Sebagai contoh, oksitosin, yang dikenal sebagai hormon cinta, yang juga merupakan uterotonika alami-sebuah zat yang menyebabkan rahim wanita untuk mengalami kontraksi selama proses persalinan. Epidural membuat produksi oksitosin alami dalam tubuh menurun bahkan hilang (9). Anestesi epidural juga melenyapkan ekskresi puncak oksitosin yang harusnya terjadi saat bayi dilahirkan (11) –padahal hormone oksitosin inilah yang membantu ibu dan bayi untuk jatuh cinta pada pertemuan pertama. Hormon lain yang penting dalam uterotonika seperti, prostaglandin F2 alfa, juga berkurang pada wanita yang menggunakan epidural(12).

B eta-endorphin adalah hormon alami yang berfungsi untuk membantu wanita yang bersalin untuk mengatasi rasa sakit. Beta-endorphin juga berhubungan dengan kondisi kesadaran yang berubah pada proses persalinan. Hormon ini juga membantu menuntun ibu untuk berjuang dan bekerjasama secara naluriah dengan tubuhnya dan bayinya, sehingga kadang wanita bersalin sering menggunakan gerakan dan suara. Epidural mengurangi produksi beta-endorphin dalam tubuh wanita (13,14).

Adrenaline dan noradrenalin (epinefrin dan norepinefrin, yang dikenal sebagai katekolamin, atau CA) juga dirilis atau di produksi di bawah kondisi stres, dan terjadi peningkatan alami selama persalinan tanpa pengobatan (15) Pada tahap akhir kala 2 persalinan, lonjakan hormon alami ini memberikan ibu energi untuk mendorong bayi keluar, dan membuat dia bersemangat dan penuh waspada pada pertemuan pertama dengan bayinya. Hal ini dikenal sebagai refleks ejeksi fetus (the fetal ejection reflex )(16)

Namun persalinan dapat di hambat dengan tingkat CA yang sangat tinggi, yang dapat dilepaskan ketika wanita merasa lapar, dingin, takut, atau tidak aman selama persalinan (17). ini masuk akal karena Jika indra ibu mengatakan bahaya, maka hormon nya akan memperlambat atau menghentikan persalinan dan memberinya waktu untuk “melarikan diri” untuk mencari tempat yang aman untuk melahirkan. Dan ini normal dalam proses evolusi manusia.

Epidural mengurangi produksi CA pada ibu bersalin yang sebenarnya membantu dalam persalinan. Namun, penurunan produksi CA akhir dapat berkontribusi pada kesulitan seorang wanita untuk mempunyai keinginan mengejan atau semangat untuk mendorong bayinya keluar. Sehingga akhirnya ini sangat meningkatkan risiko persalinan dengan instrumental (forseps dan vakum)

Efek pada proses persalinan

Epidurals membuat persalinan berjalan lebih lambat, karena bukti dari penelitian bahwa anestesi lokal yang digunakan dalam epidural dapat menghambat kontraksi dengan langsung mempengaruhi otot rahim (18).

Sebagai contoh, epidural juga membuat otot panggul terasa kebas/ baal, padahal otot panggul ini penting dalam membimbing dan mengubah kepala bayi untuk bergerak menuju posisi yang terbaik untuk dilahirkan. Epidural membuat resiko empat kali lebih tinggi pada kemungkinan kejadian posisi kepala bayi posterior pada tahap akhhir dalam sebuah penelitian kejadian ini 13 persen lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang bersalin tanpa epidural yang hanya 3 persen (21). Posisi posterior ini tentu saja akan mengurangi kesempatan melahirkan melalui vagina secara spontan dalam sebuah studi, hanya 26 persen pada ibu yang melahirkan pertama kali (dan 57 persen dari ibu yang berpengalaman) dengan bayi bayi posterior dapat bersalin per vaginam dengan spontan, lainnya langsung dilakukan forcep, vaccum atau bahkan SC (22).

Resiko bagi bayi, persalinan dengan bantuan instrumental dapat meningkatkan risiko jangka pendek seperti memar, cedera wajah, dan cephalohematoma (bekuan darah di bawah kulit kepala) (24) Risiko perdarahan intrakranial (pendarahan dalam otak) meningkat dalam sebuah studi lebih dari empat kali untuk bayi yang lahir dengan forsep dibandingkan dengan kelahiran spontan, (25) meskipun dua studi menunjukkan tidak ada perbedaan perkembangan terdeteksi untuk kelahiran anak forseps (26,27

Epidural juga meningkatkan kebutuhan untuk Pitocin untuk menambah kontraksi, wanita yang bersalin dengan epidural hampir tiga kali lebih mungkin diberikan Pitocin (29). Kombinasi epidural dan Pitocin, dapat menyebabkan kelainan pada denyut jantung janin (Foetal Heart Rate) yang memicu fetal distress, sehingga secara nyata meningkatkan risiko operasi (forseps, vakum, atau sesar). Dalam salah satu survei diAustralia, sekitar setengah ibu yang pertama kali bersalin dan diberikan epidural berakhir dengan persalinan SC (30)

Efek samping Epidural

Obat yang digunakan dalam persalinan dengan epidural yang cukup kuat membuat mati rasa, dan biasanya melumpuhkan, dan dapat mempengaruhi tekanan darah ibu, sehingga tidak mengherankan bahwa akan ada efek samping yang signifikan bagi ibu dan bayi.

Efek samping bagi Ibu

1. efek samping yang paling umum dari epidural adalah penurunan tekanan darah. Efek ini hampir universal, dan biasanya di dahului dengan pemberian cairan IV sebelum memberikan epidural. Hipotensi dapat menyebabkan komplikasi mulai dari perasaan pingsan serangan jantung, 37 dan juga dapat mempengaruhi suplai darah ke bayi. Hipotensi dapat diobati dengan pemberian cairan IV lebih banyak dan, jika parah, dengan suntikan epinefrin (adrenalin).

2. Ketidakmampuan untuk buang air kecil (dan kebutuhan untuk pemasangan kateter kencing)

3. gatal-gatal pada kulit (pruritus) (39,40)

4. menggigil (41)

5. mual dan muntah (43)

6. Epidurals juga dapat menyebabkan kenaikan suhu tubuh pada ibu bersalin.

7. Ddapat menyebabkan kesulitan bernapas yang tak terduga bagi ibu (47)

8. Meningkatkan resiko persarahan post partum (48-53)

9. menyebabkan sakit kepala parah yang dapat bertahan hingga enam minggu (57,58)

Efek samping untuk bayi

1. Trauma persalinan (71)

2. Resiko kecanduan pada masa remaja nanti (71)

3. Perubahan denyut jantung janin yang dapat menyebabkan distress

4. Suplai oksigen berkurang akibat tekanan darah ibu yang berkurang

5. APGAR yang kurang

6. Salah satu peneliti telah mencatat sepuluh kali lipat peningkatan risiko ensefalopati baru lahir (tanda-tanda kerusakan otak) pada bayi lahir dengan ibu yang demam akibat epidural (76).

7. Resiko untuk mengalami kejang pada periode baru lahir lebih tinggi, dibandingkan dengan bayi yang lahir normal (75)

8. beberapa studi terhadap kondisi bayi saat lahir, dan hampir semua bayi yang lahir setelah epidural dibandingkan dengan bayi yang lahir setelah terpapar obat opiat, yang diketahui menyebabkan kantuk dan kesulitan bernapas.

9. Beberapa studi yang membandingkan bayi terkena epidural dengan bayi yang ibunya tidak menerima obat yang telah menemukan dampak neurobehavioral yang signifikan, (86,88)

Epidurals juga dapat mempengaruhi pengalaman dan keberhasilan menyusui melalui beberapa mekanisme. Pertama, bayi yang terkena epidural mungkin memiliki kelainan neurobehavioral disebabkan oleh paparan obat yang kemungkinan akan maksimal dalam beberapa jam-yang kritis waktu kelahirannya untuk inisiasi menyusui. Penelitian terakhir telah menemukan (agak jelas) bahwa semakin tinggi skor neurobehavior pada bayi baru lahir, semakin tinggi nilai mereka untuk perilaku menyusui (108)

Dalam penelitian lain, bayi yang terpapar epidural dan spinals lebih mungkin untuk menurunkan berat badan di rumah sakit,

kedua, epidural dapat mempengaruhi perilaku dan kondisi ibu baru, membuatnya lebih sulit menyusui. Hal ini mungkin jika dia telah mengalami persalinan yang panjang, persalinan dengan instrumental, atau pemisahan dari bayinya, yang semuanya lebih mungkin terjadi pada persalinanepidural. gangguan hormonal juga berperan mengingat oksitosin adalah hormone utama dalam proses menyusui

Kesimpulan

Epidural mungkin memiliki manfaat tetapi juga mempunyai risiko yang signifikan bagi ibu yang bersalin dan bayinya. Risiko ini didokumentasikan dengan baik dalam literatur medis, tetapi tidak dapat diungkapkan kepada ibu bersalin. Nah jika Anda ingin bersalin normal dan lancar mulailah upayakan sejak sekarang dengan upaya yang alami dan sehat serta aman.

Referensi

1. G. R. Hamilton and T. F. Baskett, “In the Arms of Morpheus: The Development of Morphine for Postoperative Pain Relief,” Can J Anaesth 47, no. 4 (2000): 367–74.

2. E. Declercq et al., Listening to Mothers: Report of the First U.S. National Survey of Women”s Childbearing Experiences (New York: Maternity Center Association, October 2002): pg 1

3. Canadian Institute for Health Information, Giving Birth in Canada (Ontario: CIHA, 2004): pg 7

4. National Health Service, NHS Maternity Statistics, England: 2002–03 (Crown Copyright, 2004): pg 6

5. E. D. Hodnett, “Pain and Women”s Satisfaction with the Experience of Childbirth: A Systematic Review,” Am J Obstet Gynecol 186, Supplement 5: Nature (2002): S160–S172.

6. S. J. Buckley, “Ecstatic Birth: Nature”s Hormonal Blueprint for Labor,” Mothering no. 111 (March–April 2002): www.mothering.com/articles/pregnancy_birth/birth_preparation/ecstatic.html

7. World Health Organization, Care in Normal Birth: A Practical Guide. Report of a Technical Working Group (Geneva: World Health Organization, 1996): 16.

8. V. A. Rahm et al., “Plasma Oxytocin Levels in Women During Labor With or Without Epidural Analgesia: A Prospective Study,” Acta Obstet Gynecol Scand 80, no. 11 (2002): 1033–1039.

9. R. M. Stocche et al., “Effects of Intrathecal Sufentanil on Plasma Oxytocin and Cortisol Concentrations in Women During the First Stage of Labor,” Reg Anesth Pain Med 26, no. 6 (2001): 545–550.

10. Ibid.

11. C. F. Goodfellow et al., “Oxytocin Deficiency at Delivery with Epidural Analgesia,” Br J Obstet Gynaecol 90, no. 3 (1983): 214–219.

12. O. Behrens et al., “Effects of Lumbar Epidural Analgesia on Prostaglandin F2 Alpha Release and Oxytocin Secretion During Labor,” Prostaglandins 45, no. 3 (1993): 285–296.

13. R. Jouppila et al., “Maternal and Umbilical Venous Plasma Immunoreactive Beta-Endorphin Levels During Labor With and Without Epidural Analgesia,” Am J Obstet Gynecol 147, no. 7 (1983): 799–802.

14. T. J. Scull et al., “Epidural Analgesia in Early Labour Blocks the Stress Response but Uterine Contractions Remain Unchanged,” Can J Anaesth 45, no. 7 (1998): 626–630.

15. A. Costa et al., “Adrenocorticotropic Hormone and Catecholamines in Maternal, Umbilical and Neonatal Plasma in Relation to Vaginal Delivery,” J Endocrinol Invest 11, no. 10 (1988): 703–709.

16. M. Odent, “The Fetus Ejection Reflex,” in The Nature of Birth and Breastfeeding (Sydney: Ace Graphics, 1992): 29–43.

17. R. P. Lederman et al., “Anxiety and Epinephrine in Multiparous Women in Labor: Relationship to Duration of Labor and Fetal Heart Rate Pattern,” Am J Obstet Gynecol 153, no. 8 (1985): 870–877.

18. G. Arici et al., “The Effects of Bupivacaine, Ropivacaine and Mepivacaine on the Contractility of Rat Myometrium,” Int J Obstet Anesth 13, no. 2 (2004): 95–98.

19. B. L. Leighton and S. H. Halpern, “The Effects of Epidural Analgesia on Labor, Maternal, and Neonatal Outcomes: A Systematic Review,” Am J Obstet Gynecol 186, Supplement 5: Nature (2002): S69–S77.

20. Ibid.

21. E. Lieberman et al., “Changes in Fetal Position During Labor and their Association with Epidural Analgesia,” Obstet Gynecol 105, no. 5 (2005): 974–982.

22. S. E. Ponkey et al., “Persistent Fetal Occiput Posterior Position: Obstetric Outcomes,” Obstet Gynecol 101, no. 5, pt. 1 (2003): 915–920.

23. COMET Study Group UK, “Effect of Low-Dose Mobile versus Traditional Epidural Techniques on Mode of Delivery: A Randomised Controlled Trial,” Lancet 358, no. 9275 (2001): 19–23.

24. J. H. Johnson et al., “Immediate Maternal and Neonatal Effects of Forceps and Vacuum-Assisted Deliveries,” Obstet Gynecol 103, no. 3 (2004): 513–518.

25. B. S. Jhawar et al., “Risk Factors for Intracranial Hemorrhage Among Full-Term Infants: A Case-Control Study,” Neurosurgery 52, no. 3 (2003): 581–590 (discussion, 588–590).

26. W. G. McBride et al., “Method of Delivery and Developmental Outcome at Five Years of Age,” Med J Aust 1, no. 8 (1979): 301–304.

27. B. D. Wesley et al., “The Effect of Forceps Delivery on Cognitive Development,” Am J Obstet Gynecol 169, no. 5 (1993): 1091–1095.

28. S. H. Poggi et al., “Effect of Epidural Anaesthesia on Clinician-Applied Force During Vaginal Delivery,” Am J Obstet Gynecol 191, no. 3 (2004): 903–906.

29. See Note 19.

30. C. L. Roberts et al., “Rates for Obstetric Intervention Among Private and Public Patients in Australia: Population Based Descriptive Study,” Br Med J 321, no. 7254 (2000): 137–141.

31. See Note 19.

32. E. Lieberman and C. O”Donoghue, “Unintended Effects of Epidural Analgesia During Labor: A Systematic Review,” Am J Obstet Gynecol 186, Supplement 5: Nature (2002): S31–S68.

33. J. A. Thorp et al., “The Effect of Continuous Epidural Analgesia on Cesarean Section for Dystocia in Nulliparous Women,” Am J Obstet Gynecol 161, no. 3 (1989): 670–675.

34. See Note 23.

35. L. M. Goetzl, “Obstetric Analgesia and Anesthesia,” ACOG Practice Bulletin, Clinical Management Guidelines for Obstetrician-Gynecologists no. 36, Obstet Gynecol 100, no. 1 (July 2002): 177–191.

36. L. J. Mayberry et al., “Epidural Analgesia Side Effects, Co-Interventions, and Care of Women During Childbirth: A Systematic Review,” Am J Obstet Gynecol 186, Supplement 5: Nature (2002): S81–S93.

37. D. B. Scott and B. M. Hibbard, “Serious Non-Fatal Complications Associated with Extradural Block in Obstetric Practice,” Br J Anaesth 64, no. 5 (1990): 537–541.

38. See Note 36.

39. See Note 35.

40. See Note 36.

41. D. Buggy and J. Gardiner, “The Space Blanket and Shivering During Extradural Analgesia in Labour,” Acta Anaesthesiol Scand 39, no. 4 (1995): 551–553.

42. See Note 36.

43. Ibid.

44. See Note 19.

45. See Note 32.

46. E. Lieberman et al., “Epidural Analgesia, Intrapartum Fever, and Neonatal Sepsis Evaluation,” Pediatrics 99, no. 3 (1997): 415–419.

47. P. DeBalli and T. W. Breen, “Intrathecal Opioids for Combined Spinal-Epidural Analgesia During Labour,” CNS Drugs 17, no. 12 (2003): 889–904 (892–893).

48. N. S. Saunders et al., “Neonatal and Maternal Morbidity in Relation to the Length of the Second Stage of Labour,” Br J Obstet Gynaecol 99, no. 5 (1992): 381–385.

49. L. St. George and A. J. Crandon, “Immediate Postpartum Complications,” Aust NZ J Obstet Gynaecol 30, no. 1 (1990): 52–56.

50. E. F. Magann et al., “Postpartum Hemorrhage after Vaginal Birth: An Analysis of Risk Factors,” South Med J 98, no. 4 (2005): 419–422.

51. T. M. Eggebo and L. K. Gjessing, [“Hemorrhage After Vaginal Delivery”], Tidsskr Nor Laegeforen 120, no. 24 (2000): 2860–2863

52. B. Ploeckinger et al., “Epidural Anaesthesia in Labour: Influence on Surgical Delivery Rates, Intrapartum Fever and Blood Loss,” Gynecol Obstet Invest 39, no. 1 (1995): 24–27.

53. L. Gilbert et al., “Postpartum Haemorrhage: A Continuing Problem,” Br J Obstet Gynaecol 94, no. 1 (1987): 67–71.

54. See Note 48.

55. See Note 35.

56. M. J. Paech et al., “Complications of Obstetric Epidural Analgesia and Anaesthesia: A Prospective Analysis of 10,995 Cases,” Int J Obstet Anesth 7, no. 1 (1998): 5–11.

57. P. C. Stride and G. M. Cooper, “Dural Taps Revisited: A 20-Year Survey from Birmingham Maternity Hospital,” Anaesthesia 48, no. 3 (1993): 247–255.

58. S. N. Costigan and J. S. Sprigge, “Dural Puncture: The Patients” Perspective. A Patient Survey of Cases at a DGH Maternity Unit 1983–1993,” Acta Anaesthesiol Scand 40, no. 6 (1996): 710–714.

59. See Note 56.

60. See Note 37.

61. See Note 56.

62. D. B. Scott and M. E. Tunstall, “Serious Complications Associated with Epidural/Spinal Blockade in Obstetrics: A Two-Year Prospective Study,” Int J Obstet Anesth 4, no. 3 (1995): 133–139.

63. J. S. Crawford, “Some Maternal Complications of Epidural Analgesia for Labour,” Anaesthesia 40, no. 12 (1985): 1219–1225.

64. F. Reynolds, “Epidural Analgesia in Obstetrics,” Br Med J 299, no. 6702 (1989): 751–752.

65. See Note 37.

66. See Note 62.

67. See Note 63.

68. See Note 64.

69. MIDIRS and The NHS Centre for Reviews and Dissemination, “Epidural Pain Relief During Labour,” in Informed Choice for Professionals (Bristol: MIDIRS, 1999): pg 5

70. See Note 37.

71. R. Fernando et al., “Neonatal Welfare and Placental Transfer of Fentanyl and Bupivacaine During Ambulatory Combined Spinal Epidural Analgesia for Labour,” Anaesthesia 52, no. 6 (1997): 517–524.

72. J. Littleford, “Effects on the Fetus and Newborn of Maternal Analgesia and Anesthesia: A Review,” Can J Anaesth 51, no. 6 (2004): 586–609.

73. G. Capogna, “Effect of Epidural Analgesia on the Fetal Heart Rate,” Eur J Obstet Gynecol Reprod Biol 98, no. 2 (2001): 160–164.

74. C. J. Aldrich et al., “The Effect of Maternal Posture on Fetal Cerebral Oxygenation During Labour,” Br J Obstet Gynaecol 102, no. 1 (1995): 14–19.

75. E. Lieberman et al., “Intrapartum Maternal Fever and Neonatal Outcome,” Pediatrics 105, no. 1, pt. 1 (2000): 8–13.

76. L. Impey et al., “Fever in Labour and Neonatal Encephalopathy: A Prospective Cohort Study,” Br J Obstet Gynaecol 108, no. 6 (2001): 594–597.

77. See Note 75.

78. See Note 32.

79. K. Thorngren-Jerneck and A. Herbst, “Low 5-Minute Apgar Score: A Population-Based Register Study of 1 Million Term Births,” Obstet Gynecol 98, no. 1 (2001): 65–70.

80. M. Kumar and B. Paes, “Epidural Opioid Analgesia and Neonatal Respiratory Depression, J Perinatol 23, no. 5 (2003): 425–427.

81. Ibid.

82. T. Hale, Medications and Mother”s Milk (Amarillo, TX: Pharmasoft, 1997): {pg.#s?}. p 76

83. See Note 71.

84. T. Hale, “The Effects on Breastfeeding Women of Anaesthetic Medications Used During Labour,” The Passage to Motherhood Conference, Brisbane, Australia (1998),

85. See Note 32.

86. W. Camann and T. B. Brazelton, “Use and Abuse of Neonatal Neurobehavioral Testing,” Anesthesiology 92, no. 1 (2000): 3–5.

87. R. Gaiser, “Neonatal Effects of Labor Analgesia,” Int Anesthesiol Clin 40, no. 4 (2002): 49–65.

88. S. H. Halpern et al., “The Neurologic and Adaptive Capacity Score is Not a Reliable Method of Newborn Evaluation,” Anesthesiology 94, no. 6 (2001): 958–962.

89. See Note 32.

90. A. D. Murray et al., “Effects of Epidural Anesthesia on Newborns and their Mothers,” Child Dev 52, no. 1 (1981): 71–82.

91. C. M. Sepkoski et al., “The Effects of Maternal Epidural Anesthesia on Neonatal Behavior During the First Month,” Dev Med Child Neurol 34, no. 12 (1992): 1072–1080.

92. D. B. Rosenblatt et al., “The Influence of Maternal Analgesia on Neonatal Behaviour: II. Epidural Bupivacaine,” Br J Obstet Gynaecol 88, no. 4 (1981): 407–413.

93. See Note 90.

94. See Note 91.

95. See Note 92.

96. See Note 71.

97. J. R. Loftus et al., “Placental Transfer and Neonatal Effects of Epidural Sufentanil and Fentanyl Administered with Bupivacaine During Labor,” Anesthesiology 83, no. 3 (1995): 300–308.

98. See Note 23.

99. See Note 90: 71.

100. D. Krehbiel et al., “Peridural Anesthesia Disturbs Maternal Behavior in Primiparous and Multiparous Parturient Ewes,” Physiol Behav 40, no. 4 (1987): 463–472.

101. M. S. Golub and S. L. Germann, “Perinatal Bupivacaine and Infant Behavior in Rhesus Monkeys,” Neurotoxicol Teratol 20, no. 1 (1998): 29–41.

102. M. S. Golub, “Labor Analgesia and Infant Brain Development,” Pharmacol Biochem Behav 55, no. 4 (1996): 619–628 (619).

103. L. Righard and M. O. Alade, “Effect of Delivery Room Routines on Success of First Breast-Feed,” Lancet 336, no. 8723 (1990): 1105–1107.

104. M. K. Matthews, “The Relationship Between Maternal Labour Analgesia and Delay in the Initiation of Breastfeeding in Healthy Neonates in the Early Neonatal Period,” Midwifery 5, no. 1 (1989): 3–10.

105. A. B. Ransjo-Arvidson et al., “Maternal Analgesia During Labor Disturbs Newborn Behavior: Effects on Breastfeeding, Temperature, and Crying,” Birth 28, no. 1 (2001): 5–12.

106. E. Nissen et al., “Effects of Maternal Pethidine on Infants” Developing Breast Feeding Behaviour,” Acta Paediatr 84, no. 2 (1995): 140–145.

107. L. Rajan, “The Impact of Obstetric Procedures and Analgesia/Anaesthesia During Labour and Delivery on Breast Feeding,” Midwifery 10, no. 2 (1994): 87–103.

108. S. Radzyminski, “Neurobehavioral Functioning and Breastfeeding Behavior in the Newborn,” J Obstet Gynecol Neonatal Nurs 34, no. 3 (2005): 335–341.

109. J. Riordan et al., “The Effect of Labor Pain Relief Medication on Neonatal Suckling and Breastfeeding Duration,” J Hum Lact 16, no. 1 (2000): 7–12.

110. K. G. Dewey et al., “Risk Factors for Suboptimal Infant Breastfeeding Behavior, Delayed Onset of Lactation, and Excess Neonatal Weight Loss,” Pediatrics 112, no. 3, pt. 1 (2003): 607–619.

111. S. Radzyminski, “The Effect of Ultra Low Dose Epidural Analgesia on Newborn Breastfeeding Behaviors,” J Obstet Gynecol Neonatal Nurs 32, no. 3 (2003): 322–331.

112. D. J. Baumgarder et al., “Effect of Labor Epidural Anesthesia on Breast-Feeding of Healthy Full-Term Newborns Delivered Vaginally,” J Am Board Fam Pract 16, no. 1 (2003): 7–13.

113. P. Volmanen et al., “Breast-Feeding Problems After Epidural Analgesia for Labour: A Retrospective Cohort Study of Pain, Obstetrical Procedures and Breast-Feeding Practices,” Int J Obstet Anesth 13, no. 1 (2004): 25–29.

114. See Note 103.

115. See Note 105.

116. S. Kannan et al., “Maternal Satisfaction and Pain Control in Women Electing Natural Childbirth,” Reg Anesth Pain Med 26, no. 5 (2001): 468–472.

117. J. M. Green et al., “Expectations, Experiences, and Psychological Outcomes of Childbirth: A Prospective Study of 825 Women,” Birth 17, no. 1 (1990): 15–24.

118. B. M. Morgan et al., “Analgesia and Satisfaction in Childbirth (The Queen Charlotte”s 1000 Mother Survey),” Lancet 2, no. 8302 (1982): 808–810.

119. M. C. Klein et al., “Epidural Analgesia Use as a Marker for Physician Approach to Birth: Implications for Maternal and Newborn Outcomes,” Birth 28, no. 4 (2001): 243–248.