Â
Seorang anak sedang bermain dan menemukan kepompong kupu-kupu di sebuah dahan yang rendah. Diambilnya kepompong tersebut dan tampak lubang kecil didalamnya. Dia tertegun mengamati lubang kecil itu karena terlihat ada seekor kupu-kupu yang sedang berjuang untuk keluar dan membebaskan diri melalui lubang tersebut. Lalu, tampak kupu-kupu itu berhenti mencoba, dia kelihatan sudah berusaha semampunya dan tampaknya sia-sia untuk keluar melaui lubang kecil di ujung kepompongnya.
Â
Melihat fenomena itu si anak menjadi iba dan mengambil keputusan untuk membantu si kupu-kupu untuk keluar dari kepompongnya. Dia pun mengambil gunting dan mulai membuka badan kepompong dengan guntingnya agar sang kupu-kupu bisa keluar dan terbang dengan leluasa. Begitu kepompong terbuka, kupu-kupu pun keluar dengan mudahnya. Akan tetapi, ia masih memiliki tubuk yang gembung dan kecil, sayap-saypnya tampak masih berkerut. Anak itu pun mulai mengamatinya lagi dengan seksama sambil berharap agar sayap kupu-kupu tersebut berkembang sehingga bisa membawa kupu-kupu mungil tersebut terbang menuju bunga-bunga yang ada di taman.Harapan tinggal harapan, apa yang ditunggu-tunggu si anak tidak kunjung tiba. Kupu-kupu tersebut terpaksa menghabiskan sisa hidupnya dengan merangkak di sekitarnya dengan tubuh gembung dan sayap yang masih berkerut serta tidak terbentang dengan sempurna. Kupu-kupu itu akhirnya tidak pernah mampu terbang.
Si anak yang membantu mengeluarkan kupu-kupu dari kepompongnya itu, rupanya tidak mengerti bahwa kupu-kupu perlu berjuang dengan daya usahnya sendiri untuk membebasakan diri dari kepompongnya. Lubang kecil yang perlu dilalui kupu-kupu tersebut akan memaksa cairan yang ada di tubuhnya untuk masuk ke dalam sayap-sayapnya sehingga dia akan siap terbang dan memperoleh kebebasan.
Cerita ini sangat menarik bagi saya, karena saya bidan tentunya saya akan kaitkan cerita ini dalam proses persalinan.
Seringkali kita sebagai bidan dan dokter atau orang tua tidak menyadai bahwa kita sering melakukan hal yang serupa seperti tindakan anak itu terhadap kepompong kupu-kupu tersebut. Niat Anak itu sebenarnya baik, dia ingin membantu si kupu-kupu agar segera terbebas dari kepompongnya tapi ternyata tindakan itu justru “merusak”. Sama seperti persalinan kadang kita berfikir ayo dipacu agar bayi cepat keluar dengan berbagai obat-obatan atau ayo di Sc biar segera keluar tapi ternyata sebenarnya tindakan kita itu justru juga “merusak”proses alami.
Walaupun kadang tindakan itu harus kita lakukan dengan segala resikonya.
Namun jika proses persalinan bisa secara alami mengapa kita harus bertindak seperti si anak itu?
90% ibu bia bersalin normal kok, jadi mengapa terburu-buru melakukan tindakan dan intervensi yang sebenarnya tidak perlu?
ingat”Hidup adalah perjuangan. Hidup adalah kerja keras, bahkan untuk meraih keberhasilan diperlukan keringat dan air mata” demikian kata Thomas Alva Edison si penemu lampu pijar.
Tidak ada yang instant, semua melalui proses yang sudah ada dalam siklus kehidupan. Setiap tapak kehidupan yang telah dilalui akan memberikan makna yang luar biasa bagi seseorang untuk memasuki tapak kehidupan berikutnya. Demikian juga dengan proses persalinan.
Jika kita kembali pada kisah si kupu kupu, mungkin kita baru mengerti bahwa seekor kupu-kupu yang cantik ternyata baru bisa terbang dengan indahnya setelah melalui perjuangan yang cukup berat dalam proses metamorfosis yang luar biasa hebatnya.
Demikian juga dengan bayi. Bayi tahu kapan dia harus dilahirkan dan dengan kekuatannya yang luarbiasa bayi mampu melewati semuanya. Tentunya musti didukung dengan kondisi “kepompong” yang harmoni.
Mari sahabat…bawa dan kobarkan semangat untuk persalinan yang normal, lembut, aman dan nyaman untuk bayi kita.
Kurangi trauma
Kurangi intervensi yang sebenarnya tidak perlu
Lakukan intervensi yang alami dulu sebelum mengambil keputusan untuk memberikan intervensi medis/kimiawi yang ternyata tanpa kita sadari dapat “merusak” sayap kupu-kupu.
Mari kita renungkan bersama
Salam Hangat
Bidan Kita